britaloka.com, KUPANG - Singapura dikenal
sebagai salah satu negara destinasi wisata terpopuler dunia. Tidak heran bila
negara berjuluk Negeri Patung Merlion ini selalu unggul dalam hal mendulang
devisa.
Singapore
Tourism Board (STB) mencatat, sepanjang 2015 lalu jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara (wisman) ke Singapura mencapai 15,2 juta orang.
Sehingga,
tidak mengherankan apabila berbagai sendi terkait pariwisata hidup di sana, termasuk
kuliner. Sebagai surga kuliner, Singapura dipenuhi berbagai masakan dunia.
Pendatang dari berbagai negara yang masif berdomisili, bahkan menjadi warga
negara di sana membuka usaha-usaha terkait kuliner yang memperkaya khazanah kuliner
negara di bawah pimpinan Perdana Menteri Lee Hsien Loong itu.
Jika
menelusuri salah satu sentra kuliner, Geylang maka akan dapat dijumpai ratusan
tempat makan baik berupa resto dan kafe maupun kedai-kedai makan dan minum
sederhana (warkop).
Uniknya,
Geylang yang dikenal sebagai “red district”-nya Singapura, dihuni tiga etnik
besar di antaranya Melayu, Tionghoa, dan India. Dari sekian banyak bauran jenis
kuliner, pelaku kuliner khususnya dari etnik Melayu-Tionghoa menawarkan banyak
item makanan yang juga dikenal di Indonesia.
Tidak
mengherankan, pasalnya kedua etnik ini memang sudah dikenal di Asia Tenggara
sebagai temurun Melayu-Peranakan. Sehingga, budaya maupun kulinernya sudah
berkolaborasi menjadi paduan harmonis.
Salah
satu paduan kuliner Melayu-Peranakan adalah Nasi Goreng Belacan, Nasi Lemak,
dan berbagai menu lainnya yang mengusung kuliner halal. Sebagaimana diketahui,
tipikal makanan Melayu-Peranakan adalah halal. Sehingga, inilah yang
berkontribusi mengangkat kunjungan wisman Muslim, terutama dari Indonesia untuk
bersantap ke Geylang.
“Bagi
penikmat kuliner di Kota Kupang yang ingin mencicipi menu Melayu-Peranakan,
khususnya Nasi Goreng Belacan, tidak usah jauh-jauh ke Geylang sebab manajemen Waroenk
Podjok menyediakannya juga,” kata Marketing Communication and Representative
Admin Waroenk Podjok, Noncy Ndeo dalam keterangan resminya di Waroenk Podjok,
Lantai Dasar Transmart, Jalan WJ Lalamentik, Fatululi, Kupang, Jumat
(23/3/2018) malam.
Wanita
kelahiran Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menuturkan, Nasi Goreng Belacan
disukai pelanggan Waroenk Podjok karena dibaluri berbagai bumbu dan rempah khas
“Melayu”.
“Seperti
diketahui, salah satu penyebab begitu populernya menu dari Asia Tenggara tidak
lepas kelezatan imbuhan bumbu dan rempahnya. Masakan ala Melayu-Peranakan yang
sebagian besar ditawarkan di Malaysia, Indonesia, dan Singapura kaya akan bumbu
khasnya, termasuk belacan atau bumbu masak terasi,” papar Noncy.
Menurutnya,
sebagai salah satu destinasi kuliner favorit warga Kupang, Waroenk Podjok
senantiasa berinovasi dengan meluncurkan menu-menu lezat dan unik, termasuk
Nasi Goreng Belacan yang sudah menjadi salah satu menu ikonik di Asia Tenggara.
“Secara
umum, Nasi Goreng Belacan adalah nasi goreng dengan cita rasa terasi pedas,
berisi irisan ayam, sate udang serai, dan telur,” urai Noncy.
Ditambahkan,
menu ala Melayu-Peranakan pihaknya tersebut dibanderol cukup terjangkau Rp 37.500.
“Di Waroenk Podjok, Nasi Goreng Belacan adalah produk best seller kami. Menu
ini bersaing dengan menu Waroenk Podjok lainnya seperti Soto Betawi Bang Doel
dan Ayam Kung Pao,” beber Noncy.
Sekadar
diketahui, belacan atau terasi adalah bumbu masak yang terbuat dari ikan atau
udang rebon yang difermentasikan, berbentuk seperti adonan atau pasta dan
berwarna hitam kecokelatan, kadang ditambah bahan pewarna sehingga menjadi
kemerahan.
Belacan
merupakan bumbu penting di kawasan Asia Tenggara dan Tiongkok Selatan. Bumbu
ini memiliki bau yang tajam dan biasanya digunakan untuk membuat sambal terasi,
tetapi juga ditemukan dalam berbagai resep tradisional Indonesia.
Di
Malaysia, kadang-kadang belacan dibakar agar lebih enak, tetapi cenderung
menimbulkan bau yang tajam. Di Thailand yang dihuni etnik Indo-China, belacan
kerap disebut “kapi”.
Di
daerah Bangka, ada beberapa daerah yang khusus menjadi penghasil belacan yang
terkenal seperti Toboali, Bangka Selatan. Pembuatannya, udang rebon diambil
nelayan dari laut kemudian langsung direbus di pinggir pantai.
Setelah
matang, ditumbuk dan dicampur garam menggunakan lesung kayu. Belacan ini
dijemur kembali agar kadar airnya rendah, selanjutnya ditumbuk kembali sampai
bisa dibentuk. Sehingga, akhirnya menjadi ciri khas bentuk belacan (dadu terasi) yang lazim
dikenal seperti saat ini.
No comments:
Post a Comment