![]() |
Selain selalu hadir dengan meluncurkan menu unik, secara reguler Waroenk Resto and Cafe tidak menafikan menu-menu “sejuta umat” lainnya seperti Cap Cay. / Effendy Wongso |
britaloka.com, KUPANG - Selain selalu
hadir dengan meluncurkan menu unik, secara reguler Waroenk Resto and Cafe tidak
menafikan menu-menu “sejuta umat” lainnya seperti Cap Cay.
Pasalnya,
manajemen perusahaan kuliner dengan logo “koki berkumis” itu sebelumnya
mengatakan, pihaknya berusaha mengakomodir apa yang digemari penikmat kuliner,
khususnya di Kota Kupang.
“Untuk
itulah, menu Cap Cay juga kami tawarkan karena tidak dapat dipisahkan dari
lidah penikmat kuliner di Indonesia,” terang Public Relation and Representative
Admin, Merlin Sinlae dalam keterangan resminya di Waroenk, Jalan WJ Lalamentik,
Oebufu, Kupang, Selasa (27/3/2018).
Menurutnya,
meskipun Cap Cay masuk dalam menu reguler yang dapat dijumpai secara mudah di
tempat lain, tetapi makanan berbahan utama sayur-mayur berbeda bumbu
dibandingkan racikan Cap Cay pada umumnya.
“Mungkin
secara umum, Cap Cay semua sama, termasuk bahan utama serta bahan pendukungnya
seperti lauk (ayam maupun daging) dan sebagainya. Tetapi, cita rasa tetap
menjadi diferensiasi dan ini terletak dari bumbu khas yang kami gunakan,” imbuh
Merlin.
Ia
menambahkan, Cap Cay yang dibanderol pihaknya Rp 26 ribu adalah dengan cara
digoreng.
“Tetapi,
Cap Cay dapat di-request berkuah sesuai permintaan pelanggan. Untuk menu ini,
tidak perlu diragukan lagi kelezatannya karena dalam daftar permintaan di
Waroenk, Cap Cay Goreng setiap hari dapat terjual puluhan porsi. Ini belum
termasuk bila ada permintaan order prasmanan instansi pemerintahan maupun
swasta,” ujar Merlin.
Sekadar
diketahui, Cap Cay, baik goreng maupun kuah dalam dialek Hokkian (salah satu
suku Tionghoa di Indonesia), memilik makna “aneka sayuran”. Secara umum, Cap
Cay adalah nama hidangan khas Tionghoa yang populer, terdiri dari beragam
sayuran yang diracik dalam satu wadah atau wajan.
Tidak
seperti namanya yang berarti “sepuluh” (Cap) dalam bahasa Hokkian, jumlah
sayuran ternyata tidak tentu. Selama ini, banyak yang salah kaprah menyangka Cap
Cay harus mengandung sepuluh macam sayuran karena secara harfiah Cap Cay berarti
"sepuluh sayur".
Beberapa
jenis sayuran yang biasanya dijadikan Cap Cay adalah sawi putih, sawi hijau,
wortel, jagung muda, jamur merang, jamur kuping, kol, kapri, buncis, bunga kol,
brokoli, daun bawang, tomat, dan bawang bombai.
Kendati
demikian, unsur hewani juga biasa ditambahkan ke dalam makanan ini, misalnya
daging sapi, ayam, telur, hati dan ampela ayam, udang, bakso, serta cumi-cumi. Cap
Cay dapat dimasak dengan dua cara, direbus (kuah) atau digoreng.
Secara
tertulis, sejarah Cap Cay memang tidak pernah diketemukan. Meskipun makanan ini
sudah sangat umum dan lazim ditemui dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Tidak
hanya pada restoran yang menjual Chinese Food, di penjual mie dan nasi goreng
yang dijajakan gerobak di pinggir jalan pun, menu ini masif bisa dijumpai.
Cerita
tentang asal usul Cap Cay memang banyak versi. Sehingga, sulit menentukan
muasal Cap Cay yang sesungguhnya.
Dalam
beberapa versi Cap Cay diklaim pertama kali dikenal di daratan Tiongkok pada
era Dinasti Qing (1644-1911). Cap Cay yang dikenal saat itu berupa potongan
sayur-sayuran yang dicampur jeroan hewan.
Sementara,
versi lainnya mengatakan Cap Cay adalah masakan kaum imigran Tiongkok yang
berkelana ke berbagai penjuru dunia. Makanan yang dimasak hari itu adalah apa
yang ditemui mereka pada hari itu juga. Semua
yang ditemukan hari itu dipotong-potong, kemudian dimasak menjadi satu. Kalau
sayur yang ditemukan lebih banyak, maka Cap Cay hari itu menjadi semakin mewah.
Akan
tetapi, di Tiongkok sendiri, masakan ini tidak dikenal. Hanya di wilayah
Taisan, yang mayoritas penduduknya pengelana dan kaum imigran, istilah masakan Cap
Cay ini dikenal dan ada.
Adapun
versi yang populer di Amerika Serikat (AS) menceritakan jika kunjungan duta besar
Tiongkok, Li Hung Chang ke New York pada 29 Agustus 1896 menjadi latar belakang
munculnya masakan Cap Cay di Negeri Paman Sam itu.
Dalam
sebuah jamuan makan malam, Li Hung Chang menolak semua hidangan mewah. Ia pun
menugaskan juru masak pribadinya untuk menyiapkan menu. Kokinya akhirnya
menciptakan masakan yang bisa diterima lidah AS dan Eropa sehingga jadilah
masakan Cap Cay itu.\
Beberapa
versi juga menyebutkan Cap Cay bukan berasal dari Tiongkok, melainkan masakan yang
diciptakan orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia.