BLOGKATAHATIKU - SelainTakabonerate
yang sudah sangat terkenal, ternyata juga ada wisata alam yang tidak kalah indahnya.
Destinasi wisata tersebut bernama Pantai Pinang.
Sebagai
negara kepulauan, Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada, yakni sepanjang 99.093 kilometer. Negara ini memiliki sekitar
17 ribu pulau, baik yang berpenghuni maupun yang belum ditinggali manusia.
Kekayaan alam yang membuat Indonesia memiliki potensi bahari dan pariwisata
yang menjanjikan.
Tak
ada yang menyangkal jika Indonesia memiliki banyak destinasi wisata yang bahkan
telah menjadi ikon pariwisata dunia, seperti Bali, Raja Ampat, dan Lombok. Di luar
itu, sebenarnya masih banyak tujuan wisata yang belum terekspos, namun memiliki pesona yang tidak kalah
menarik, dibandingkan tempat-tempat yang telah banyak dikunjungi wisatawan.
Awal
tahun ini, pemiliki Prisma Komunika Indonesia, Riyadi Achmad, berkesempatan
berkunjung ke Kepulauan Selayar, yang merupakan satu-satunya kabupaten di
Sulsel yang terletak di luar Pulau Sulawesi. Dari Makassar ke Kepulauan
Selayar, dapat ditempuh dengan penerbangan selama kurang lebih 30 menit atau sembilan
jam jika memilih perjalanan darat dari Makassar. Kepulauan Selayar adalah
gugusan pulau dengan jumlah 130 pulau.
Objek
wisata yang paling terkenal di daerah
berjuluk Bumi Tanadoang (pulau menyerupai udang) adalah Taman Nasional Takabonerate.
Taman Nasional Takabonerate yang menjadi salah satu cagar biosfer dunia, merupakan Taman Laut yang
memiliki karang atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan
Marshal dan Suvadiva di Kepulauan Maldives.
Selain di Takabonerate, di Pulau
Selayar terdapat pula beberapa potensi wisata bahari yang tidak kalah menariknya. Destinasi
yang sempat dikunjungi pria yang akrab disapa Adi ini adalah Pantai Pinang. Pantai tersebut
memiliki karakter dan daya tarik yang sama, pasir putih, air laut yang jernih, dan panorama alam bawah laut
yang mempesona.
Pantai Pinang letaknya di pesisir
timur Pulau Selayar. Untuk
sampai ke pantai berpasir putih itu membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
Dari Kota
Benteng, wisatawan akan
melakukan perjalanan darat sekitar satu
jam ke Pelabuhan Pattumbukang,
dan melanjutkan perjalanan dengan perahu kecil sekitar 40 menit.
Dalam perjalanan di atas perahu, pelancong bisa menikmati panorama laut,
memandangi daratan kepulauan Selayar,
sembari menikmati gemericik
air laut di dinding perahu. Di Pantai Pinang, telah tersedia juga fasilitas penginapan dan
penyewaan alat diving yang dikelola warga asing.
Oleh
warga negara asing yang mengelola tempat tersebut, Pantai Pinang disebut
Selayar Eco Resort. Selayar
Eco Resort adalah tempat ideal untuk traveler yang suka berlibur ke tempat yang
sedikit privat.
Selayar
Eco Resort menawarkan enam
bungalo, di mana
untuk setiap bungalo bisa ditempati maksimal dua orang. Sangat
cocok untuk mereka yang ingin berbulan madu. Di Pantai Pinang terdapat pula sebuah restoran dengan menu
seafood, yang bisa dipesan
pada pengelola. Terdapat
pula menu internasional dari berbagai negara.
Semua
bungalo dilengkapi teras
besar dan kamar mandi yang bersih, mengikuti standar internasonal. Di
tempat itu, seluruh fasilitas kamar dan fasilitas pendukung lainnya menggunakan
pembangkit listrik.
Jangkar Raksasa
di Kampung Padang
Selain menawarkan
wisata alam, Pulau Selayar juga menawarkan wisata budaya. Di Pulau Selayar terdapat
beberapa benda bersejarah yang unik. Misalnya, jangkar raksasa yang terdapat di
Pantai Padang.
Jarak dari Kota
Benteng menuju ke sana sekitar tujuh kilometer. Benteng Jangkar ini diyakini terbesar dan
terpanjang di masanya. Jangkar yang dilengkapi dengan meriam itu diperkirakan merupakan
peninggalan pedagang Tiongkok pada abad ke-17 atau ke-18.
Konon katanya,
Jangkar Raksasa ini milik seorang saudagar Tiongkok bernama Cowa Liong Hui yang
mengadakan pelayaran menggunakan kapal besar dan singgah di Padang pada akhir abad
XVII. Sampai suatu saat kapal dagang milik Cowa Liong Hui ini rusak hingga tidak
dapat lagi digunakan untuk berlayar, kemudian jangkar kapal diamankan penduduk setempat
yang di kemudian hari menjadi bukti sejarah.
Gong Nekara asal
Tiongkok
Sebuah gong Nekara
diyakini merupakan gong terbesar dan tertua di dunia, peninggalan Tiongkok, ada
di Kepulauan Selayar, tepatnya di Matalalang, sekitar dua kilometer dari Kota Benteng. Menurut masyarakat
setempat, kehadiran peninggalan kebudayaan zaman perunggu berawal dari seorang warga
Tiongkok yang sedang berlayar di sekitar perairan Kepulauan Selayar. Entah mengapa
kapal yang berasaldari Dong Son itu lalu terdampar.
Gong ini kabarnya
memiliki tiga fungsi pada masa Kerajaan Putabangun, yakni fungsi keagamaan,
sosial budaya, dan politik. Ditemukan pertama kali seorang penggarap kebun bernama
Pao pada 1969.
Barang itu ditemukan
di dalam tanah dengan kedalaman dua hingga tiga meter di Papam Laheo,
Lingkungan Bontosaile. Ketika itu, Pao hendak menanam kelapa. Namun, setelah galiannya
mencapai dua meter, linggis yang digunakan Pao mengenai sebagian badan gong
hingga berbunyi.
Para
ahlisejarah menafsirkan, gong Nekara itu merupakan peninggalan zaman perunggu.
Kesimpulan itu diambil setelah para sejarawan melakukan penelitian dan menemukan
gong tersebut terbuat dari perunggu yang bentuknya menyerupai dandang terbalik,
dengan luas lingkaran permukaan sebesar 396 sentimeter persegi, luas lingkaran pinggang
340 sentimeter persegi, dan tinggi 95 sentimeter persegi.
Keunikan yang
dimiliki gong yang dikenal sakral itu adalah adanya motif flora dan fauna
terdiri dari gajah 16 ekor, burung 54 ekor, pohon sirih 11 buah, dan ikan 18
ekor.
Sementara itu,
di permukaan gong bagian atas terdapat empat arca berbentuk kodok dengan panjang
20 sentimeter, dan di samping terdapat empat daun telinga yang berfungsi sebagi
pegangan.