![]() |
BLOGKATAHATIKU/IST |
Season
of The Fireworks (04)
Oleh
Effendy Wongso
Dialog
Jingga Keping Hati
Aku
adalah Taoming Se yang lolos dari maut
Biarkan
aku katakan kepadamu seperti apa mati itu
Mati
adalah saat kau ingin melakukan sesuatu
tapi
sudah tak sempat
Mati
adalah kau sudah tak punya kesempatan
sekalipun
hanya untuk menyeka airmatamu
Mati
adalah kau bahkan tak punya
kesempatan bernapas tiga bulan
Jadi
apakah kau memilih menyerah
pada
sisa napasmu
yang
tinggal tiga bulan ini?
Taoming
Se
Dialog
Jingga Menjelang Ajal Ye Sha
Lembayung
di Barcelona mulai menaungi jejeran bangunan gotik dengan sinarnya yang
menjingga ketika Gereja St Pons kembali menjadi saksi bisu bertautnya dua
hati. Taoming Se melepaskan pelukannya pada bahu gadis mungil di hadapannya.
Entah berapa lama ia terpaku, memeluk erat Shancai yang masih menitikkan
airmata haru.
Semuanya
seperti mimpi! Legenda petaka cincin meteor itu telah berlalu. Serangkaian kisah getir telah mereka arungi
bersama. Namun keagungan cinta mereka mengalahkan segalanya. Meski takdir
seolah-olah mempermainkan mereka. Mengorbankan dua hati orang yang pernah
mereka kasihi sepenuh jiwa. Ye Sha di satu pihak. Dan Hua Ce Lei di pihak
lainnya.
“Shancai,
aku ingin melamarmu!” Taoming Se berbisik, menyentuh kembali pundak mungil
Shancai. Suaranya berdenyar pelan, gugup namun terdengar tegas.
Sontak
wajah tirus itu mendongak. Seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri,
ia menatap lamat wajah sumringah Taoming Se. Ditelusurinya kedalaman sepasang
mata telaga di hadapannya. Menerka-nerka gambaran yang tercetus di dalam
kalimat yang terlontar barusan. Mungkin saja pemuda itu tengah mengigau akibat
euforia pertemuan yang sangat membahagiakan mereka. Namun setiap menatap
sepasang manik mata itu, ia malah mendapati kesungguhan yang berasal dari
palung hati.
“Kamu
mau kan, Shancai?” desak Taoming Se pelan, menggetarkan lembut bahu gadis
berambut mayang itu. “Kita akan bersatu. Kita akan lalui semua rintangan bersama-sama.
Tidak peduli seberapa besar hambatan yang bakal menghalangi cinta kita lagi.”
Sesaat
Shancai tidak tahu harus berbuat apa. Ia menunduk seperti biasa. Degupan di
jantungnya terdengar riuh. Keputusan yang dilesatkan Taoming Se memang serupa
mimpi. Dan ketika anak panah kalimat itu menancap tepat di hatinya, ia masih
meyakinkan dirinya tengah bermimpi. Sama sekali tidak menyangka pertemuan
mereka akan diawali dengan selantun litani.
“Tapi….”
“Tapi
kenapa?!”
Gadis
itu membisu. Kerongkongannya perih. Ada rasa sakit yang kembali mengaduk-aduk
hatinya. Seraut wajah lara membayang di pelupuk matanya. Banyak hal yang belum
dapat dituntaskannya hanya dengan sekali rengkuh. Aral yang membentang terlalu
garang untuk ditempuh tubuh rapuh seorang Tong Shancai. Menjawabi desakan
pemuda itu hanya akan menambah sejumlah luka di hatinya. Mungkin terlalu dini
apabila ia mengangguk. Sebab hari-hari yang menjelang belum mencetuskan sebuah
asa yang pasti. Dan ia lebih memilih untuk menyimpan saja impian cintanya itu
hanya dalam hati saja tanpa harus memupuknya dengan segebung harapan.
Atmosfer
sunyi di Gereja St Pons melingkupi dinding-dinding dua hati. Dari kejauhan
lonceng tua di salah satu puncak menaranya bergetar pelan ditiup semilir angin.
Syahdu pertemuan dua hati sekaligus menggamangkan. Shancai terisak. Satu di
antara seribu kenangan indah mereka berdua menguak kembali di memori kepalanya.
Mungkinkah takdir akan kembali mempermainkan cinta mereka?! Mungkinkah takdir
akan kembali memisahkan tautan hati mereka?!
“Kamu
meragukan ketulusanku?!”
Shancai
menggeleng.
Tidak!
Bukan karena hal itu! Kesungguhan dan ketulusan yang telah kamu berikan padaku
jauh sebelum ikrar kita di bawah hujan meteor, telah membuktikan betapa
besarnya cintamu padaku, Ase! bisik Shancai dalam hati.
“Shancai….”
“Ase
jangan mendesakku!”
“Tapi….”
“Aku
pikir….”
“Kamu
pikir apa?”
Shancai
menyusut airmata yang menitik di pipinya. Diuraikannya simpul bibir. Tersenyum
di antara isak tangisnya.
“Kamu
belum percaya….”
“Kamu
mencintaiku tulus, aku tahu dan percaya itu. Tapi, aku pikir kita tidak mungkin
dapat bersatu….”
Wajah
tampan itu mengeras. Sontak sepasang tangannya yang sedari tadi menyampir di
bahu Shancai terlepas. Ia menggeleng samar.
“Takdir?!”
Shancai
memejamkan matanya di ujung kalimat sinis Taoming Se. Mungkin takdir merupakan
biang pelantak hubungan mereka berdua seperti yang diucapkan pemuda itu
barusan. Entahlah. Yang pasti ia merasa cinta mereka berdua sejak awal memang
tidak direstui.
“Ase,
kamu jangan menganggap aku tidak pernah serius dengan hubungan kita ini. Aku
juga punya mimpi untuk dapat bersama denganmu. Selama-lamanya. Tapi….”
“Tapi
apa?”
“Hubungan
kita tidak direstui. Ingat itu, Ase. Meski Kak Zhuang merestui hubungan kita ini, tapi orang-tuamu
tidak! Ibumu, mungkin juga Ayahmu masih menyimpan harapan yang besar kepada
putra tunggalnya, Taoming Se, yang merupakan satu-satunya putra tunggal pewaris
perusahaan kapital Taoming Enterprise. Mereka lebih mengharap dan menganggap
kelangsungan hidup perusahaan mereka lebih penting ketimbang memikirkan calon
pendamping untuk putranya. Apalagi….”
“Cukup,
Shancai!” Taoming Se menghardik, menempelkan jari telunjuknya tepat di tengah
bibir Shancai. “Aku tidak mau mendengar kamu bilang….”
“Buktinya
aku memang….”
“Apapun
dan dari mana asalmu, aku tetap mencintaimu!”
“Apa
yang dapat mereka peroleh dari seorang Rumput Liar?!”
“Aku
tidak peduli semua itu! Shancai, jangan menyiksaku lagi! Aku cinta kamu, dan
aku tidak ingin kehilangan kamu lagi.”
“Tapi….”
“Aku
tidak peduli seberapa besar Ibuku menentangmu! Aku juga tidak peduli dengan
Taoming Enterprise! Aku tidak peduli semua itu! Aku cuma berharap dapat
bersamamu selamanya. Sebab itulah kebahagiaanku yang sesungguhnya. Jauh dari
semua apa yang ditawarkan oleh Ibuku. Menjodohkan aku dengan gadis pilihannya
yang sama sekali tidak aku cintai, mengatur hidupku, dan menghalangi aku mencintai
gadis sebaik kamu! Ibuku terlalu egois, Shancai! Tidak sedikit pun Ibuku pernah
mau memikirkan kebahagiaan putranya sendiri!”
“Ase….”
“Shancai,
aku ingin menebus semua kesalahanku! Aku minta maaf! Selama ini, aku telah
menyakiti hatimu!”
“Ti-tidak….”
“Lei sudah menceritakan semuanya. Rupanya banyak
hal yang tanpa kusadari telah melukai hatimu. Selama ini aku telah mencampakkan
kamu. Aku juga….”
“Ta-tapi,
bukan maksud kamu sebenarnya berbuat begitu. Ase, ketika itu kamu memang tidak
tahu, dan tanpa sadar melupakan semua hubungan yang pernah kita jalin dulu
karena amnesia.”
“Tapi….”
“Aku
tidak pernah menyalahkan kamu, meski Ye Sha….”
“Ye
Sha. Ye Sha hanyalah sepenggal takdir yang diturunkan dari langit dalam
skenario cinta kita, Shancai. Aku terluka dan sakit hati ketika menghadapi
dilema, harus memilih siapa. Cinta sejatiku yang berarti memilihmu, atau cinta
karena jasa dan kebaikan yang berarti memilih Ye Sha. Tapi tahu tidak, setiap
merenung dan menanyai hati kecilku, maka yang terpikirkan hanyalah kamu
seorang. Hanya kamulah cintaku, Shancai!”
“Tapi….”
“Aku
tidak ingin menyakiti hatimu untuk yang kedua kalinya, Shancai. Aku ingin menebus
semua kesalahan masa laluku terhadapmu. Itulah sebabnya aku mengikuti ajakan Ye
Sha mengelilingi dunia untuk yang terakhir kalinya. Itu semua karena aku ingin
memutuskan pilihan yang tegas, yaitu memilihmu dan hanya menganggap Ye Sha
sebagai bagian dari perjalanan hidupku yang, selamanya akan kusimpan sebagai
kenangan di hatiku. Lewat perjalanan kami berdua itulah, maka aku memiliki
banyak waktu untuk mencetuskan keterusteranganku pada Ye Sha. Bahwa selamanya
seorang Taoming Se tidak pernah dapat melupakan Tong Shancai. Cinta sejatiku!”
jelas Taoming Se, menatap gadis di hadapannya dengan rupa melas. “Pada waktu
itu aku merasa sangat berdosa kepadamu. Bagaimana mungkin aku dapat
meninggalkan cinta pertamaku di Taipei, sementara di lain pihak aku bersama-sama
gadis lain melanglang dunia.”
“Ta-tapi,
kamu telah melukai hati Ye Sha, Ase!”
“Apakah aku harus menyalahkan takdir?! Tidak,
Shancai! Ye Sha adalah kenangan, bagian dari takdir. Sekarang dan selamanya,
Shancai adalah bagian dari cinta sejatiku!”
“Ase….”
“Sudahlah,
Shancai!” Taoming Se mengibaskan tangannya pelan. “Jangan menghancurkan harapan
dan kebahagiaanku untuk dapat mencintaimu selama-lamanya!”
“Ta-tapi….”
Tak
ada jawaban atas kalimatnya yang protes. Tubuh mungilnya itu tersentak ke depan
oleh sepasang tangan kekar yang merengkuhnya. Pemuda itu memeluknya
erat-erat. Membelai rambut mayangnya. Menyalurkan kehangatan pada bilah hatinya
yang bimbang.
Dan
sesungguhnya, jauh di lubuk hatinya, ia memang tidak ingin Taoming Se
melepaskan pelukannya setelah terpisah sekian lama.