![]() |
BLOGKATAHATIKU/IST |
Season
of The Fireworks (08)
Oleh
Effendy Wongso
Cintaku
Nan Safa
Saat
aku siuman di rumah sakit
Aku
melihatmu terpulas di samping ranjangku
Aku
sangat gembira
Rasanya
ingin mengulurkan tangan
Membangunkanmu
Tapi
yang muncul di depan mataku
Bukan
wajahmu
Aku
sudah ingat semua
Ada
kau, ada Ye Sha
Aku
tidak tahu harus bagaimana
Tapi
setiap denyar kenangan itu menjelas
Aku
sadar betapa besar cintaku kepadamu
Taoming
Se
Dilema
Rindu Rambun Nova
“Ase…
tunggu!”
Suara
lunak separo desis itu menghentikan jemari Taoming Se yang hendak menekan tuts
nomor pada pesawat telepon kamar hotel.
“Ada
apa?” tanyanya lembut.
Shancai
menelungkup di atas tempat tidur. Mengarahkan tangan kanannya ke arah gagang
telepon yang hendak diangkat oleh Taoming Se tadi. Dibukanya phone-address pada
ponselnya, mencari nama Jing.
“Sekarang
giliranku. Biar aku yang menelepon Jing dan Ye Sha,” urai Shancai sembari
menggeser posisi tangan Taoming Se menjauh dari pesawat telepon. “Aku kangen
sekali sama mereka.”
“Memang,
kupikir sebaiknya kamu yang menghubungi Jing dan….”
“Ase…!”
“Ayo?
Apalagi? Cepat hubungi mereka….”
Shancai
menatap wajah aristokrat yang tengah menunduk itu. Ia tahu, Taoming Se masih menyimpan
kenangan bersama Ye Sha. Meski ia tidak mencintai Ye Sha, tapi benang merah
kebersamaan dan hari-hari panjang yang dijalaninya bersama gadis tomboi itu
semasa ia menderita amnesia memang masih mengiang dalam ingatan. Tidak mudah
memupus memori serangkaian hari yang telah mereka lalui bersama. Sebab Ye Sha
adalah bagian dari takdirnya.
“Ya,
ampun!” Taoming Se menepuk dahinya. “Sejak pulang dari Gereja St Pons petang
tadi, ternyata kita belum mandi. Hm, sebaiknya aku mandi dulu sembari kamu
menelepon Jing dan Ye Sha.”
Shancai
mengangguk lalu mengurai simpul bibir, mengekori tawa separo paksa pemuda itu.
Ia tahu Taoming Se sedang mengalihkan pembicaraan mereka tentang Ye Sha. Dan
dua titik airmatanya nyaris membasahi pipinya ketika pemuda itu berbalik
memunggunginya, berjalan gontai menuju toilet kamar hotel.
Mungkin
pemuda itu masih terluka dengan dilema hatinya. Tapi pilihan itu telah
diputuskannya tanpa penyesalan. Ketegasan untuk memilih cinta pertamanya sudah
barang tentu merupakan hal tersulit untuk seseorang dengan dua kenangan pada
dua masa.
Ya,
Tuhan!
Shancai
menggigit bibirnya. Tak sedikit pun berani membayangkan rasa perih yang
dirasakan pemuda itu. Bilur-bilur luka masa lalunya adalah ironi. Taoming Feng
dan Xiao Ze adalah salah satu dari sekian banyak lara itu. Apakah takdir
terlalu kejam mempermainkan Taoming Se?!
Ia
menggeleng. Ia sendiri tidak tahu. Hanya, ia yakin hati Ye Sha pasti hancur.
Jemarinya membeku di atas tuts nomor pesawat telepon. Sama halnya dengan gadis
itu, Hua Ce Lei pun menjadi korban takdir.
Dan
ketika satu tuts nomor internasional telah ditekannya, kembali ada ragu menguak
di benaknya. Dapatkah ia membendung airmata yang diyakininya bakal membanjiri
dialognya dengan Ye Sha?
Tinggal
dua hari lagi momen indah indahnya bersama Taoming Se akan terwujud. One moment
in time. Hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Haruskah ia membiarkan Ye Sha
tercenung dan hanya mengenang cinta masa lalunya berbahagia dengan gadis
lainnya? Tidak! Semestinya gadis bangsawan itu menyaksikan pernikahan pemuda
yang pernah dicintainya untuk terakhir kalinya. Suatu momen indah yang mungkin
pernah diidam-idamkannya suatu saat dulu.
Seberapa
besar pengorbanan gadis itu pada Taoming Se, sungguh ia tidak tahu. Ia tidak
dapat menakar seberapa banyak pengorbanan gadis itu pada Taoming Se. Tapi jauh
di lubuk hatinya, ia dapat meraba keagungan cinta seorang Ye Sha. Bahwa, ia
mampu mengorbankan perasaannya sendiri. Merelakan hatinya melepas pemuda yang
dicintainya sepenuh jiwa pada gadis lain demi kebahagiaan pemuda itu kelak.
Menyisakan waktunya yang tinggal tiga bulan
untuk mempertemukan Tong Shancai dan Taoming Se. Ia bahkan berani
menerjang si Pencuri cincin meteor tanpa mempedulikan keselamatan nyawanya
sendiri. Menyimpan baik-baik cincin
meteor itu agar Taoming Se terhindar dari marabahaya dan petaka seperti yang
termaktub dalam legenda cincin meteor tersebut.
Apakah
pertemuannya dengan Taoming Se di Barcelona ini merupakan suratan takdir? Ia
sendiri pun tak tahu. Jalan-jalan kenangan di Barcelona memenuhi benaknya
dengan beragam kisah. Tempat-tempat teduh. Gotik. Gereja Sagrada Familia. Air
Mancur Guell. Pesta kembang api. Karnaval. Candle light dinner diiringi lagu
‘Te Quiero Te Quiero’ Kado gaun putih
dari Taoming Se sesaat sebelum berangkat ke Gereja St Pons. Cincin meteor.
Semua kenangan itu membabur dalam kenangannya.
Lalu
muncullah gadis dari Buthan itu setahun lalu. Mengawal pemuda itu mencari jati dirinya
yang hilang karena amnesia. Dirawatnya pemuda itu dengan segenap kasih. Mencintainya
sepenuh hati. Menerima keinginan Taoming Feng untuk dipertunangkan dengan
Taoming Se, sebagai bagian dari siasatnya agar dapat menyatukan seorang gadis
bernama Tong Shancai dengan ahli waris tunggal Taoming Enterprise itu.
“Shancai!”
Terdengar teriakan yang berbaur dengan guyuran air dari dalam toilet. “Apakah
kamu sudah menghubungi mereka?”
Shancai
terkesiap. “I-iya, iya. Aku lagi mencari nomor mereka di HP-ku.”
Kembali
terdengar guyuran. Sertamerta jemarinya yang lampai menekan tuts nomor pesawat
telepon. Dilekatkannya gagang telepon pada daun telinganya. Ada nada panggil
beberapa kali sebelum dijawabi suara bernada alto. Suara khas Jing!
“Halo….”
“Halo,
Kak Jing!”
“Siapa,
ya?”
“Ini
aku, Shancai!”
“Hei,
Shancai! Apa kabar?”
“Baik,
Kak Jing. Kak Jing sendiri bagaimana?”
“Hm,
biasa. Sibuk.”
“Jangan
terlalu lelah, Kak Jing. Rileks sedikit kenapa, sih?”
Suara
alto tersebut terdengar menderaikan tawa. Shancai mengekori tawa itu dengan
lantun lembut.
“Eh,
Shancai… aku dengar dari F3, kamu berada di Barcelona ya?”
“Betul,
Kak Jing. Sebenarnya aku mendapat tugas memandu wisata ke Barcelona ini dari
Avianca Travel, perusahaan biro perjalanan umum tempatku bekerja. Tapi… saat
ini aku bersama Ase.”
Terdengar
suara dehaman yang disengaja. Shancai jadi risih. Wajahnya langsung memerah.
“Wah,
wah. Mengulang romantika hujan meteor, ya?”
Wajah
Shancai bertambah merah seperti habis terbakar. Ia tersenyum tanpa sadar. Semua
sahabatnya sudah tahu kisah tentang hujan meteor tersebut. Mulanya kisah
tentang hujan meteor itu hanyalah intermeso.
Saat
itu ia dan Taoming Se masih menghadapi serangkaian kendala sehingga hubungan
mereka senantiasa pasang-surut. Selain rintangan terberat dari Taoming Feng
yang tidak ingin putra tunggalnya berpacaran dengan seorang gadis dari kaum
marginal, ia dan Taoming Se juga menghadapi kendala besar saat terlibat cinta
segitiga dengan Hua Ce Lei.
Akibat
prahara cinta segitiga tersebut, ia dan Taoming Se dilingkupi kebimbangan. Dan
ketika mereka memutuskan untuk menuntaskan masalah itu suatu hari di atas
balkon rumah, maka diambillah suatu kesimpulan bahwa cinta mereka akan bersatu
selama-lamanya jika pada saat itu ada meteor yang melintas. Pada kenyataanya,
setelah ikrar mereka terucap, malam itu langit memang tengah mengucurkan hujan
meteor.
“Shancai….”
“Eh,
uh… Kak Jing….”
“Kamu
melamun, ya?”
“Ti-tidak.”
“Mana
Ase?”
“Lagi
mandi. Kak Jing mau bicara?”
“Tidak
usah. Sampaikan saja salamku.”
“Beres,
Kak Jing.”
“Well,
tumben kalian mau telepon aku jauh-jauh di Paris ini?”
“Sori,
Kak Jing. Kami bermaksud mengundang Kak Jing ke Barcelona ini.”
“Oya?
Hm, aku tahu. Mungkin kalian mau menikah, ya?”
“Hm,
bagaimana ya?” Shancai menggantungkan kalimatnya, wajahnya menyumringah. “Ya,
memang iya, Kak Jing!”
Suara
di seberang sana terdengar seperti terlonjak kaget. “Ka-kamu tidak sedang
membohongi aku, kan?!”
“Mana
pernah kami membohongi Kak Jing, sih?”
“Oh,
thank’s God! Akhirnya juga….”
“Kak
Jing mesti datang, ya?”
“Pasti.
Peristiwa paling bahagia buat kamu dan Ase mesti aku hadiri. Hei, Shancai… aku
akan membawa sekaligus gaun-gaun keren hasil rancangan desainer top di sini.
Kamu mesti memakainya pada saat acara pernikahanmu nanti. Wah, pokoknya dijamin
kamu pasti jadi tambah cantik!”
“Kak
Jing tidak usah terlalu berlebih-lebihan. Aku tidak perlu gaun-gaun secanggih
itu, kok.”
“Tapi….”
“Aku
akan mengenakan gaun putih yang diberikan Ase tempo hari saat janjian dan
menunggunya di Gereja St Pons setahun lalu. Kak Jing masih ingat, kan?”
Suara
Jing seperti terdengar mengangguk. “Well, kalau begitu terserah kamu. Yang
penting aku sangat gembira mendengar berita aktual kalian. Hm, aku turut
merasakan kebahagiaan kalian.”
“Acaranya
besok lusa pagi. Di Gereja St Pons. Kak Jing datang, ya?”
“Oke.
Mungkin aku langsung berangkat hari ini. Kebetulan acaraku tidak terlalu
padat.”
“Terima
kasih, Kak Jing. Bye.”
“Bye.”
Telepon
ditutup. Shancai menghela napas. Ia masih tersenyum-senyum sendiri. Meski baru
berkenalan dengan gadis berprinsip keras itu beberapa saat setelah menjalin
tali persahabatan dengan F4, tapi Jing sangat bersahaja. Ia sebenarnya merasa
sedih saat menyaksikan Hua Ce Lei memutuskan hubungannya dengan Jing. Entahlah.
Hua Ce Lei yang kelewat posesif, ataukah Jing yang terlalu apatis dengan cinta
mereka. Yang pasti hubungan mereka memang telah lantak.
Dan,
Ye Sha!
Ia
menepuk dahinya keras tanpa sadar. Ia mesti menghubungi gadis itu. Mengabarinya
sesegera mungkin berita gembiranya bersama Taoming Se. Mumpung masih ada waktu.
Sebelum detak-detak sang waktu yang bergerak cepat tak menyisakan kesempatan
lagi untuk mereka bersua.