serta
titah setajam pedang dari mulut Sang Dewa?
jika
darah sebagai tumbalnya
dan
airmata imbalannya
apa
jadinya semesta?
Bao
Ling
Refleksi
Maklumat
Fa
Mulan mengusap wajah.
Diamatinya
wajah penasaran Bao Ling yang mengabarinya perihal undangan Istana Da-du
kepadanya, sesaat setelah Shang Weng pamit keluar dan kembali untuk
beristirahat ke dalam tendanya.
“Anda
harus menghadiri undangan dari pihak Istana Da-du itu, Asisten Fa.”
“Saya
merasa tidak punya korelasi apa-apa terhadap acara kabir Kaisar Yuan Ren Zhan
tersebut, Bao Ling.”
“Justru
karena kontribusi Anda yang besarlah sehingga Kaisar Yuan Ren Zhan, melalui
Jenderal Gau Ming bersikeras menghadirkan Anda pada Festival Barongsai nanti.”
“Untuk
apa?”
“Saya
tidak berani berasumsi. Tapi kalau bukan sebagai bentuk ungkapan terima kasih
Istana Da-du kepada Anda, apa lagi yang mendasari sampai pihak Istana Da-du
mengeluarkan maklumat untuk memanggil Anda?”
“Pihak
Istana Da-du terlalu membesar-besarkan kemenangan kita atas pemberontak Han di
Tung Shao. Padahal, pertempuran sama sekali belum berakhir. Mereka hanya
terdesak mundur. Nah, suatu saat kalau mereka merasa sudah kuat, pasti mereka
akan menyerang Ibukota Da-du kembali. Makanya, saya tidak ingin mengambil
kesimpulan kalau kita ini sudah menang. Dan tidak perlu dirayakan secara
besar-besaran begitu.”
“Asisten
Fa….”
Fa
Mulan mengangkat sebelah tangannya ke hadapan Bao Ling yang masih membujuk
dengan wajah cemas. Amanat Jenderal Gau Ming atas nama Kaisar Yuan Ren Zhan
mesti dipatuhinya sebagai sebuah keputusan mutlak. Sebagai prajurit Yuan, ia
tahu sanksi apa yang akan dijatuhkan kepadanya apabila gagal menjalankan
perintah tersebut.
“Sudahlah,
Bao Ling,” Fa Mulan menyalib sembari mengibaskan tangannya yang menggantung di
udara tadi. “Sampaikan saja terima kasih saya yang sebesar-besarnya untuk pihak
Istana Da-du.”
Bao
Ling tercengang dengan wajah lesi. “Tapi, mana boleh Anda tak mengacuhkan
amanat yang merupakan maklumat Kaisar Yuan Ren Zhan, Asisten Fa?!”
Fa
Mulan menghela napas panjang.
Euforia
kemenangan atas pemberontak Han di Tung Shao menggamangkan hatinya. Bukan atas
sanksi hukuman yang kelak dijatuhkan kepadanya bila menolak hadir pada Festival
Barongsai tersebut. Bukan pula terhadap sebentuk pembangkangan yang melalaikan
maklumat penguasa tertinggi Tionggoan.
Namun
lebih dari semua itu.
Lebih
dari semua itu. Bahwa perjuangan yang belum rampung dan maharana yang
terus-menerus merundung tanah Tionggoan merupakan hal yang masih menggalaukan
hati. Sukses penangkalan musuh belum pantas dianggap sebagai sebuah kemenangan.
Segalanya masih membabur.
“Asisten
Fa….”
“Sampaikan
saja pesan saya itu.”
“Ta-tapi,
Anda tidak bisa semudah itu menampik undangan atas nama Kaisar Yuan Ren Zhan, Asisten
Fa. An-Anda tahu sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada Anda bila menolak!”
“Bao
Ling, tolong. Saya tahu ini berat. Tapi, saya juga punya alasan untuk tidak
mengikuti undangan pihak Istana Da-du.”
“Tapi,
ini perintah, Asisten Fa!”
Fa
Mulan menggigit bibir.
Inilah
otoriterisasi tiran yang berlangsung turun-temurun. Berlangsung berabad-abad
lamanya. Pemaksaan kehendak atas nama kekuasaan telah menyebabkan tanah
Tionggoan menelangsa. Rakyat tertindas dan menjadi korban maharana yang
menggembur.
“Apa
saya akan dipancung hanya lantaran hal itu?” Fa Mulan terbahak. “Apa saya akan
dipenggal hanya karena tidak mengikuti keinginan Kaisar Yuan Ren Zhan untuk
menghadiri acara kabir tersebut? Naif, naif sekali!”
Bao
Ling menelan ludahnya dengan susah payah.
Ia
masih menunduk, tak berani menatap nanar pada kedalaman sepasang manik mata
bagus Fa Mulan. Hanya takzim mendengarkan desisan satu-satunya gadis yang
berani menyaru menjadi laki-laki dan bergabung sebagai prajurit di Dinasti
Yuan.
“Saya
tidak berani berasumsi, Asisten Fa. Ta-pi….”
“Bukannya
saya menolak undangan dari pihak Istana Da-du tersebut, Bao Ling. Tapi, ada
kalanya saya memang harus menentang kehendak yang tidak sesuai dengan nurani
saya. Bukankah lebih baik kalau biaya pesta kemenangan yang besar itu
dibagi-bagikan untuk rakyat? Kaisar Yuan Ren Zhan bisa membeli beras yang
sangat banyak untuk kemudian dibagi-bagikan kepada rakyat miskin di
dusun-dusun. Bukannya menghambur-hamburkan harta negara untuk Festival
Barongsai yang tidak terlalu membawa faedah apa-apa bagi kepentingan rakyat,
kecuali kepentingan politis semata.”
“Ya,
ya. Saya mengerti penolakan Anda, Asisten Fa. Tapi, bukankah tidak ada salahnya
bila Anda menghadiri acara tersebut? Formalitas saja.”
“Itulah
yang tidak saya inginkan, Bao Ling. Menghadiri acara tersebut sama juga berarti
saya menyetujui tindakan euforia Kaisar Yuan Ren Zhan. Lagipula, saya memang
tidak ingin dianggap tokoh sentral keberhasilan Yuan menumpas pemberontakan
Han.”
“Tapi….”
“Keberhasilan
kita menggagalkan pemberontakan Han itu tidak terlepas dari andil banyak pihak.
Semua yang terlibat di dalam pertempuran Tung Shao memiliki jasa yang sama.
Tidak ada yang lebih, dan tidak ada yang kurang. Bagaimana tanggapan
orang-orang yang sudah turut bertempur dan berjasa dalam kemenangan Yuan
apabila, Fa Mulan seorang dirilah yang dianggap kunci utama keberhasilan
tersebut. Bukankah itu akan menyakiti hati mereka? Bukankah hal itu merupakan
ketidakadilan bagi mereka? Nah, itulah salah satu alasan mengapa saya enggan menghadiri
Festival Barongsai itu, Bao Ling.”
Sesaat
Bao Ling tidak tahu harus bagaimana lagi menanggapi kekerasan hati Fa Mulan
yang menolak mengikuti undangan dari pihak Istana Da-du tersebut. Seumur
hidupnya, ia belum pernah menemui gadis setegar Fa Mulan. Gadis itu tak gentar
meski kelak menerima sanksi yang paling buruk sekalipun. Idealismenya yang
sekokoh karang itu memang patut dijadikan teladan. Tetapi mengabaikan maklumat
Kaisar Yuan Ren Zhan sama juga dengan bunuh diri. Entah kapan, seperti menunggu
kelamnya sang malam, maka kematian pun tak dapat dihindarkan.
“Asisten
Fa….”
“Maaf,
Bao Ling. Saya sudah menyusahkanmu. Tapi, saya tetap memilih tinggal di sini
demi keamanan Tionggoan. Masih banyak hal yang perlu saya lakukan di sini
ketimbang mengikuti Festival Barongsai. Di sini, saya bisa berkontemplasi. Saya
tidak mau memandang enteng musuh yang sudah mundur ke barak mereka.”
“Tapi,
perbatasan Tembok Besar ini sudah dibentengi dengan prajurit dari Divisi
Kavaleri Fo Liong, Asisten Fa. Anda jangan terlalu mencemaskan soal musuh yang
bakal kembali. Kekuatan mereka sekarang sama sekali tidak sebanding dengan
kekuatan divisi kita yang baru.”
“Saya
tidak ingin takabur dengan kekuatan armada perang kita yang canggih. Karenanya,
saya dan Kapten Shang Weng tetap mawas. Mungkin ada hal-hal yang luput dari
perhatian. Barangkali mereka tengah menyusun taktik dan strategi baru untuk
dapat menaklukkan Ibukota Da-du. Entahlah.”
Bao
Ling diam menyimak.
Dinalarinya
inti kalimat yang barusan dikemukakan oleh Fa Mulan. Tak sadar ia mengangguk
mengakuri. Mereka memang tidak boleh lengah barang sekedip mata pun. Kekuatan
musuh tidak dapat ditakar dengan melihat armada perangnya. Hal itu telah
terbukti di Tung Shao. Ketika prajurit Yuan terdesak oleh pasukan pemberontak
Han, Fa Mulan yang sedang memimpin di garda depan sudah tidak memiliki kekuatan
apa-apa lagi secara logis dengan kekuatan besar musuh. Toh pada akhirnya juga
ia dapat memenangkan pertempuran berkat strateginya yang gemilang.
“Maaf,
Asisten Fa. Saya tidak mengintervensi kehendak Anda. Tapi, saya tidak tahu
harus berbuat apa atas maklumat Kaisar tersebut. Tentu saja keputusan Anda itu
akan berefek buruk bagi penegakan kedisiplinan dalam militer. Maaf sekali lagi.
Tindakan Anda itu akan dianggap pembangkangan!”
Fa
Mulan mengusap wajah. “Saya tahu konsekuensi apa yang akan saya dapat jika
menolak menghadiri undangan dari pihak Istana Da-du tersebut. Saya tahu.
Sebagai prajurit, saya akan mempertanggung-jawabkan tindakan saya yang dianggap
pembangkangan ini!”
“Asisten
Fa….”
“Jangan
khawatir, Bao Ling. Saya tidak akan melibatkan kamu. Kalau Kaisar Yuan Ren Zhan
gusar dan murka soal ini, maka saya akan menyerahkan kepala saya dengan
sukarela untuk dipenggal algojo Istana. Saya tidak akan melarikan diri. Saya siap
mati untuk itu!”
“Ta-tapi….”
“Sudahlah,
Bao Ling. Saya rela mati demi kebenaran. Mudah-mudahan kematian saya, bila
dijatuhi hukuman penggal di kemudian hari karena dianggap membangkang, kelak
dapat membuka mata hati Kaisar Yuan Ren Zhan supaya dapat melihat lebih jernih
penderitaan-penderitaan rakyat. Saya siap menjadi tumbal demi kemakmuran di
Tionggoan ini.”
“Saya
tidak berani berasumsi hukuman itu pasti dijatuhkan pada diri Anda, Asisten Fa.
Saya menilai tidak ada alasan yang tepat kalau Kaisar Yuan Ren Zhan mengambil
keputusan keliru itu. Rasanya terlalu mahal mengorbankan seorang patriot hanya
lantaran dia indisipliner, tidak menghadiri undangan yang ditujukan kepadanya
atas nama Sang Kaisar. Saya harap Kaisar akan mempertimbangkan hal itu bila
Anda tetap bersikeras dengan keputusan Anda yang semula itu, Asisten Fa.”
“Yah,
saya harap juga begitu. Bagaimanapun, Kaisar Yuan Ren Zhan jauh lebih bijak
dibandingkan dengan Kaisar Yuan Ren Xie, ayahandanya.”
“Betul,
Asisten Fa.”
“Yah,
mudah-mudahan saja ada pengampunan buat saya. Paling tidak, kalau Kaisar Yuan
Ren Zhan pun menghukum saya, mudah-mudahan hukuman itu hanya sebatas sanksi
administratif saja. Itu pun kalau beliau mengingat jasa-jasa saya di Tung
Shao.”
“Ya.
Saya yakin Kaisar Yuan Ren Zhan pasti bertindak bijak. Hm, kalau begitu, saya
tidak akan mendesak Anda lagi untuk menghadiri undangan Istana Da-du itu,
Asisten Fa.”
“Terima
kasih atas pengertianmu, Bao Ling.”
Bao
Ling mengangguk.
Kali
ini ia benar-benar mengakuri semua tindakan tegas Fa Mulan. Dan tidak dapat
membujuk dan memaksa gadis itu lagi untuk menghadiri Festival Barongsai yang
akan diselenggarakan di kawasan Istana Ibukota Da-du.
“Hm,
kalau begitu, saya mohon pamit.”
“Eh,
tunggu,” panggil Fa Mulan, menghentikan niat Bao Ling yang hendak beranjak dari
kursinya. “Udara semakin dingin. Hm, sebentar. Saya akan menyeduhkan arak untuk
kamu.”
“Tidak
usah repot-repot, Asisten Fa.”
“Tidak.
Cuma arak kampung.”
Fa
Mulan bergerak setelah terpaku beberapa lama di belakang meja tendanya.
Dijawilnya dua cawan kecil yang menelungkup di atas meja. Membaliknya dengan
sebuah gerakan tak lazim. Seperti menjentik, cawan tersebut terdorong mengarah
tepat di depan Bao Ling. Lalu diangkatnya teko kecil yang terbuat dari tembikar
itu dengan sebelah tangannya. Sementara tangannya yang lain menelapak di tengah
badan teko. Dengan menggunakan tenaga dalam yang tersalur melalui telapak
tangan kanannya, cairan arak yang hendak diseduhkannya untuk Bao Ling memancar
keluar dan tepat tak luput dari bibir cawan tanpa harus dituangkan sebagaimana
lazimnya.
“Hebat.
Rupanya ilmu Telapak Fa masih sehebat dulu,” puji Bao Ling kagum. “Saya salut.”
Fa
Mulan tersenyum. “Tidak juga. Di waktu-waktu luang begini, biasanya saya selalu
menyempatkan diri untuk melatih ilmu-ilmu beladiri yang sudah saya pelajari
dahulu. Mungkin saja saya dapat mengomposisikaannya dengan beberapa ilmu silat
lainnya.”
Bao
Ling tersenyum, mengangguk-anggukkan kepalanya di akhir kalimat Fa Mulan. Ia
terkenang masa-masa pelatihan semasa wamil dulu. Fa Mulan adalah salah satu
prajurit wamil Kamp Utara yang paling tekun dan disiplin. Tubuhnya yang
terbilang kecil merupakan sebuah keterbatasan. Untuk itulah ia setiap hari
melatih fisiknya seperti tanpa lelah. Ia pun berlatih jauh lebih banyak dari
porsi latihan prajurit lainnya. Ia akan berusaha melakukan apa yang gagal
dilakukannya dalam sebuah simulasi. Ia mengenyahkan keterbatasan fisiknya itu
menjadi suatu kelebihan.
Dalam
kurun waktu tak terbatas, ia menyiangi dirinya dengan tempaan-tempaan keras dan
penderitaan-penderitaan yang satir menyakitkan. Namun selayaknya fenomena
agrarisis, maka ketika masa tunas telah tumbuh, gadis itu telah menjelma
menjadi salah satu pemimpin para prajurit di Kamp Utara. Kemenangan atas
pemberontak Han di Tung Shao juga menjadi salah satu bukti keberhasilannya yang
gilang gemilang.
Tentu
saja semua itu tidak dapat diraih semudah membalik telapak tangan. Keberhasilan
tersebut memang dibangun dari hasil kerja keras. Semangatnya yang pantang
menyerah juga telah membentuknya menjadi prajurit paling tangguh di antara
semua prajurit yang ada di Tionggoan!
“Anda
masih seperti yang dulu, Asisten Fa. Ulet dan tekun. Pantas saja kalau hanya
dalam beberapa tahun kungfu Anda sudah dapat disejajarkan dengan pesilat-pesilat
tangguh di Tionggoan.”
“Kamu
terlalu melebih-lebihkan.”
“Tapi
kenyataannya….”
Fa
Mulan terbahak. “Sudahlah, Bao Ling. Menjadi pesilat tangguh bukan cita-cita
saya. Lagipula, saya mempelajari beragam dan menciptakan beberapa ilmu silat
hanya sebatas beladiri saja. Tidak bermaksud apa-apa. Kalau kamu
menyanjung-nyanjung saya terus, nanti saya bisa menjadi pongah.”
“Tapi,
Anda memang hebat. Ilmu silat Anda juga merupakan salah satu unsur kekuatan
seorang Fa Mulan, patriot Yuan di Tung Shao. Bukankah begitu, Asisten Fa?”
“Aduh,
Bao Ling. Kekuatan itu tidak dapat ditakar dengan ketangguhan dan kebolehan
ilmu silat yang dimiliki seseorang. Seseorang yang dianggap tangguh dan kesatria,
tidak hanya semata-mata lantaran dia memiliki kemampuan serta keterampilan
beladiri yang lihai dan baik. Sebenarnya banyak faktor yang membentuk seseorang
menjadi kesatria.”
“Tapi,
kalau bukan faktor kekuatan fisik seperti ilmu silat dan beladiri yang baik,
memangnya seorang yang dianggap tangguh dan kesatria tersebut harus mengandalkan
apa?”
Fa
Mulan tersenyum. “Nah, kamu mulai seperti Yao.”
“Yao?”
Bao Ling mengerutkan dahinya. Ia teringat prajurit mantan wamil seangkatannya
di Kamp Utara tersebut. “Memangnya ada apa dengan Yao, Asisten Fa?”
Fa
Mulan meneguk araknya. “Yao dulu selalu mengandalkan kekuatan fisik. Salah satu
kelebihan Yao adalah postur tubuhnya yang besar, kekar, dan tegap. Tapi,
tahukah kamu, hal itu sama sekali tidak menjamin dia dapat mengalahkan lawannya
yang bertubuh jauh lebih kecil darinya.”
“Maksud
Asisten Fa?”
“Yao
pernah bertarung dengan saya di Tung Shao.”
“Dan
Asisten Fa dapat mengalahkannya?”
“Benar.
Tapi, hal itu bukan karena saya memiliki kemampuan beladiri lebih dari dia.
Kami sesungguhnya memiliki ilmu silat yang setara meski berbeda aliran. Namun
pada kenyataannya, dia tidak dapat mengalahkan saya dalam pertarungan di Tung
Shao tempo hari karena dia semata-mata mengandalkan kekuatan otot. Bukan
disertai kekuatan otak.”
Bao
Ling mengangguk-angguk mafhum.
Ia
tahu Yao memang memiliki tubuh sebesar beruang. Kekuatan fisiknya sungguh luar
biasa. Kemampuan beladiri gulat Mongolnya juga sangat berbahaya. Ia dapat
meremukkan tulang-tulang lawan hanya dengan satu telikungan.
“Yao
mengandalkan kekuatan fisiknya semata-mata. Selain sebagai sebuah kelebihan,
hal itu juga merupakan kelemahan Yao.”
“Kelemahan?”
“Ya,
kelemahan. Karena menganggap lebih kuat dari lawannya, maka dia akan merangsek
terus-menerus tanpa menyadari kalau energi dari tenaga besarnya tersebut suatu
waktu dapat habis. Biasanya, lawan yang cerdik akan memanfaatkan hal itu
sebagai senjata taktik. Lawan akan berkelit dan mengelak terus sampai tenaga
besar orang seperti Yao itu terkuras. Jika sudah begitu, maka lawan dapat
dengan mudah mengalahkan petarung seperti Yao, yang hanya mengandalkan kekuatan
fisik. Jadi intinya, kekuatan fisik itu dapat menjadi bumerang.”
“Jadi
maksud Asisten Fa, adalah lebih baik memadukan kekuatan otot atau fisik itu
dengan kekuatan otak?”
“Benar.
Karena kekuatan fisik itu memiliki keterbatasan yang bila sampai pada titik
tertentu akan mengalami penurunan drastis. Sementara kekuatan otak itu nyaris
tak terbatas. Kekuatan otak tersebut dapat hadir dalam keadaan paling genting
sekalipun. Yah, seperti saat prajurit kita terdesak oleh pasukan pemberontak Han
di Tung Shao tempo hari. Berkat ide taktik kamuflase dengan ribuan kuda tanpa
penunggang, kita akhirnya dapat memukul mundur musuh yang menyemut di Tung
Shao. Kekuatan otak itu di sini termasuk kecerdikan, strategi, taktik, gagasan
maupun ide, dan banyak hal lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata
pamungkas seseorang dalam sebuah pertarungan.”
“Wah,
Anda benar-benar lihai, Asisten Fa.”
Fa
Mulan terbahak. “Ah, sudahlah, Bao Ling. Jangan memuji saya lagi. Saya tidak
ingin menjadi pongah. Karena pongah juga merupakan salah satu bumerang bagi
seorang pesilat dan petarung.”
Bao
Ling turut terbahak.
Sesaat
diamatinya wajah tirus gadis seangkatannya semasa wamil dulu dengan rona kagum
sebelum meneguk araknya. Sayang ia belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan
isi hatinya kepada gadis manis itu.