Migas
KTI
Menilik
Potensi yang Tersembunyi
BLOGKATAHATIKU - Berdasarkan
penelitian pelaku industri, potensi minyak dan gas (migas) di kawasan timur
Indonesia (KTI) lebih besar dibandingkan kawasan barat Indonesia. Hal tersebut
tentunya tak terlepas dari berbagai permasalahan. Ini menjadi tugas pemerintah bersama
Komunitas Migas Indonesia (KMI) untuk memajukan industri migas di Indonesia.
Di
antara semua negara di Asia Tenggara, Indonesia dikaruniai sumber daya alam (SDA)
melimpah. Sumber daya migas diperkirakan mencapai 87,22 milliar barel dan
594,43 Trillion Square Cubic Feet (TSCF) tersebar di Indonesia. Ini menjadikan
Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik di sektor migas.
Peluang
investasi pengembangan industri migas di Indonesia, dari hulu sampai hilir
masih sangat menjanjikan. Secara geologi, Indonesia mempunyai potensi
ketersediaan hidrokarbon yang cukup besar. Rencana pemerintah untuk mempertahankan
produksi minyak bumi pada tingkat satu juta barel per hari, tentu akan
memberikan peluang investasi yang besar di sektor hulu migas.
Potensi
sumber daya migas nasional saat ini masih cukup besar, terakumulasi dalam 60
cekungan sedimen (basin) yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Dari 60 cekungan tersebut, 38 cekungan sudah dilakukan kegiatan eksplorasi dan
sisanya sama sekali belum dilakukan eksplorasi. Dari cekungan yang telah
dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, sembilan cekungan
belum diproduksi walaupun telah diketemukan kandungan hidrokarbon, sedangkan 15
cekungan sisanya belum diketemukan kandungan hidrokarbon.
Kondisi
itu menunjukkan peluang kegiatan eksplorasi di Indonesia masih terbuka lebar,
terutama dari 22 cekungan yang belum pernah dilakukan eksplorasi. Sebagian
besar potensi tersebut berlokasi di laut dalam (deep sea), khususnya yang ada
di KTI.
Sebagian
besar lokasi cekungan yang menarik untuk pengembangan terletak di KTI, dan
berlokasi di offshore. Di antara lokasi cekungan sedimen tersebut berada di
sekitar Pulau Sulawesi Offshore, Nusa Tenggara Offshore, Halmahera dan Maluku Offshore,
serta Papua Offshore.
Hal
tersebut diakui Direktur PT FD Timur Energi, Dedy Irfan B, saat ditemui belum
lama ini di Mama Cafe, Jalan Bau Mangga, Makassar. Dijelaskan, potensi cadangan
migas di Indonesia bagian barat relatif lebih kecil dibandingkan KTI. Akan
tetapi, untuk melakukan eksplorasi di Indonesia bagian barat, jauh lebih mudah
dibandingkan yang ada di KTI. Itu karena data awal sudah ada di pemerintah,
sebagaimana diturunkan dari pemerintah Belanda dulu. Data tersebutlah yang dijadikan
landasan para pelaku bisnis untuk melakukan eksplorasi.
Sementara
untuk KTI, data yang ada belum terlalu banyak. Sehingga kegiatan eksplorasi
menjadi sangat penting guna menghasilkan data terkait potensi yang ada.
Tantangannya, struktur geologi di KTI yang jauh lebih kompleks dibandingkan
Indonesia bagian barat. “Di KTI, potensi migas yang terbukti adalah gas lebih
besar dibandingkan minyak,” terang Dedy, yang juga dipercaya menjadi Ketua Panitia
Simposium Nasional Migas Indonesia, yang dilaksanakan KMI cabang Makassar.
Potensi
migas di Indonesia bagian barat, 80 persen berada di daerah darat. Itu
mengakibatkan cost eksplorasi jauh lebih murah, dibandingkan KTI yang 80 persen
berada di laut, dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi lebih
mahal. Itu yang menjadi tantangan sektor migas di Indonesia.
Meskipun
harus mengeluarkan investasi lebih besar, tren investasi saat ini sudah
bergeser dari Indonesia barat ke timur. Menurut Dedy, berbagai hambatan, baik
di tingkat pusat maupun daerah dalam merealisasikan proyek migas ini dapat
dicarikan solusi. Jika perlu, diberikan insentif agar investor tertarik untuk
tetap berinvestasi. Dampaknya, tentu akan dirasakan masyarakat di KTI.
Gagasan
inilah yang dibahas dalam Simposium Nasional Migas, dan diharapkan dapat
menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi industri migas nasional yang cukup
banyak dikeluhkan pelaku usaha di Indonesia. Simposium tersebut diharap dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan hanya di Sulsel namun secara keseluruhan
di KTI.
KMI
terbentuk 20 tahun lalu, saat ini dipimpin S Herry Putranto. Organisasi ini
sudah beranggota 17 ribu member yang tersebar bukan hanya di Indonesia, tetapi
juga pengusaha asal Indonesia yang ada di luar negeri. Di Sulsel, KMI dipimpin pengusaha
Ilham Hasan. KMI cabang Sulsel berdiri sejak delapan tahun lalu hingga saat ini
sudah masuk periode kedua.
Bukan
hanya pelaku bisnis migas yang tergabung dalam KMI, tetapi juga ada akademisi,
mahasiswa, dan semua pihak yang peduli terhadap perkembangan migas. Anggota KMI
di luar negeri, banyak tersebar di Arab Saudi, Yaman, Oman, dan sebagainya.
Rata-rata, mereka menjadi pakar tenaga migas di negara tempatnya bekerja.
KMI
cabang Sulsel sudah banyak melaksanakan kegiatan, khususnya sosialisasi terkait
potensi dan perkembangan migas di Indonesia timur, khususnya Sulsel. Kegiatan
tersebut di antaranya forum kuliah tamu di beberapa universitas. Mereka
menggandeng pakar-pakar migas maupun alumni di sebuah universitas, yang diajak
untuk mengajar di kampus mereka dulu. Selain itu, KMI juga telah memberikan
beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, dalam sebuah kegiatan bertajuk “KMI Goes
to Campus”.
Sinergi
dengan pemerintah juga dilakukan KMI, dan juga mendapat respons yang baik. Isu
yang diusung saat ini adalah rencana KMI untuk mendukung program pemerintah,
yaitu city gas. City gas adalah program pemerintah untuk melakukan konversi dari
minyak yang berbiaya cukup mahal, dan menggantinya menjadi gas. Kota Makassar diusulkan
menjadi menjadi percontohan untuk menggunakan bahan bakar gas. Mulai
transportasi publik, kendaraan umum, kendaraan pemerintah, maupun kendaraan nelayan,
semua akan diganti menggunakan bahan bakar gas yang lebih ramah lingkungan.
KMI
Gelar Simposium Migas
Pembangunan
ketahanan energi nasional, terutama di sektor minyak dan gas bumi, memiliki
nilai strategis sangat tinggi. Sampai saat ini, hal tersebut masih menjadi
tulang punggung untuk mendukung pembangunan sektor lain. Untuk mensukseskan hal
tersebut, seluruh elemen masyarakat harus saling mendukung demi tercapainya
peningkatan ketahanan energi nasional.
Berangkat
dari itu, Komunitas Migas Indonesia (KMI) cabang Sulsel, bekerja sama
Universitas Hasanuddin (Unhas), PT Pertamina (Persero), dan Perusahaan Listrik
Negara (PLN), menggelar kegiatan Simposium Nasional Migas pada 25-26 Februari
di Hotel Grand Clarion, Makassar. Tema yang diangkat adalah “Perkembangan,
Potensi, dan Tantangan Sektor Migas Nasional Kawasan Timur Indonesia”.
Ketua
KMI, S Herry Putranto, dalam rilis yang diterima, mengungkapkan, gagasan yang
dibahas dalam simposium diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi industri migas nasional. Selama ini, kendala teknis maupun nonteknis
cukup banyak dikeluhkan pelaku usaha migas Indonesia.
Kegiatan
ini melibatkan berbagai elemen, antara lain lembaga atau instansi pemerintah,
baik pusat maupun daerah yang memiliki kompetensi terhadap industri minyak dan
gas bumi Indonesia. Selain itu, juga mengikutsertakan praktisi dan pelaku usaha
industri minyak dan gas bumi, tenaga pendidik profesional, mahasiswa, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), dan praktisi media massa. “Jumlah peserta ditargetkan
sekitar 400-700 orang,” ujar Sekretaris Panitia, Zulqadar Mursida.
Simposium
nasional yang digelar selama dua hari, membawakan materi kebijakan pembangunan
migas nasional di hari pertama. Pemateri yang terlibat pada sesi ini Komisi VII
DPR RI, pengamat hukum migas Universitas Indonesia (UI), Dewan Energi Nasional,
Ketua Reformasi Tatakelola Migas, Badan Pertahanan Nasional, Ikatan Ahli
Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi, Polri, dan guru besar Unhas.
Kegiatan
eksplorasi, produksi migas, dan tantangannya menjadi materi yang dibawakan pada
hari kedua. Pemateri yang terlibat, staf ahli SKK Migas, Kepala Dinas
Keteknikan G&G Divisi Eksplorasi SKK Migas, Country Manager Murphy Oil
Indonesia, Badan Geologi Indonesia, PT Medco Energi Internasional, Energy
Equity Epic (Sengkang), Perusahaan Gas Negara, Kementerian ESDM Indonesia, HESS
Indonesia Ltd, Conoco Philips Indonesia, dan PT Chevron Indonesia Company.