Risiko Kredit Macet
KUR Sektor Maritim Hanya
Rp 87 Triliun
BLOGKATAHATIKU - Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Irwan Lubis, mengatakan, realisasi kredit usaha rakyat (KUR) yang yang
disalurkan perbankan untuk sektor maritim sangat kecil, yakni sekitar Rp 87
triliun atau 2,36 persen dari total kredit yang disalurkan perbankan yang
mencapai Rp 3.600 triliun.
Pada acara diskusi Forum
Wartawan Daerah (Forwada) di Jakarta, beberapa waktu lalu, Irwan mengatakan,
kecilnya kredit yang dikucurkan tersebut, karena risiko kredit macet di sektor
ini sangat tinggi sehingga perbankan sangat hati-hati untuk mengucurkan kreditnya.
“Pada 2014, kredit macet atau non performing loan (NPL) di sektor maritim
mencapai 11 persen, sedangkan NPL gross secara nasional hanya 2,28 persen,”
ungkapnya.
Tahun ini, sebut Irwan,
OJK meminta kepada perbankan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya di sektor
maritim, dengan asumsi sekitar 50 persen dari realisasi tahun lalu atau
mencapai Rp 130 triliun. “Potensi di sektor kemaritiman ini ada walapun masih
kecil, tetapi bagaimana caranya agar perbankan berminat dan mau masuk ke sektor
ini. Saya rasa, selama 10 tahun perbankan yang menyalurkan kredit ini stagnan,
dan kreditnya hanya berada pada kisaran 2,36 persen, tidak bertambah,” tegasnya.
Menurutnya, dengan
adanya peningkatan penyaluran KUR tersebut, diharapkan akan bisa menjangkau
masyarakat secara bankable, karena masih banyak yang belum terjangkau perbankan
di sektor ini.
Irwan menambahkan, harus
diakui, tidak semua debitur sektor kemaritiman gagal bayar kredit. Bahkan, ada
debitur yang sukses “naik kelas”. Misalnya, selama ini mereka sebagai debitur
mikro, terus naik ke tingkat kecil hingga menengah. “Kredit meningkat karena
adanya adanya debitur yang naik kelas,” bebernya.
Ia menyarankan agar
pemberian kredit ke sektor maritim lancar. “Seharusnya perbankan merekrut
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki latar pendidikan di sektor kemaritiman.
Perbankan harus melakukan terobosan baru dalam merekrut karyawann yang benar-benar
paham industri kemaritiman secara luas,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi
Priyanto, mengatakan, pihaknya berharap industri perbankan mau menyalurkan
kreditnya ke sektor kemaritiman. Pasalnya, potensi di sektor ini sangat
besar, di mana ada sekitar 10 sektor kemaritiman yang membutuhkan kredit untuk
skala kecil.
Misalnya, perikanan
tangkap butuh modal Rp 35 miliar, perikanan budidaya Rp 24,5 miliar, kedai
pesisir Rp 10,7 miliar, solar untuk nelayan Rp 370 miliar, lembaga keuangan
mikro Rp 491,1 miliar, koperasi mitra Rp 42 miliar, wisata bahari Rp 10 miliar,
International Fund for Agricultural Development (IFAD) Rp 23,94 miliar, dan
usaha garam Rp 80 miliar.
Menurut Yugi, hingga
saat ini realisasi perbankan di sektor kemaritiman sekitar Rp 49,5 triliun
dengan 12,47 juta debitur. “Rata-rata kredit yang diberikan Rp 14,34 juta per
debitur,” urainya.
Dijelaskan, potensi
kredit skala menengah dan besar, terutama di sektor perikanan tangkap, kapal
perikanan, budidaya laut, budidaya air tawar, dan budidaya air laut. “Ini
termasuk galangan kapal, mesin kapal, dan dukungan bahan bakar minyak (BBM). Bisa
dibayangkan harga BBM yang mereka beli, harganya dua kali lipat dari harga beli
di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Jadi, cukup penting untuk
dipikirkan,” tandasnya.