![]() |
BLOGKATAHATIKU/EZTHIE F |
BLOGKATAHATIKU
- Seiring perkembangan industri pariwisata yang terus bergerak naik, juga didukung
kemajuan teknologi di dunia maya, penjualan paket travel secara online pun ikut
tumbuh bagai jamur di musim hujan. Bagaimana pengaruhnya bagi pebisnis travel
yang memiliki fisik kantor jelas?
Setiap
tahun, jumlah orang yang menggunakan jasa travel agent semakin banyak. Bahkan,
maskapai penerbangan mencatat pertumbuhan jumlah penumpang yang cukup
signifikan. Jumlah penumpang yang menggunakan jasa di Bandara Internasional
Sultan Hasanuddin Makassar pada 2013 lalu tercatat 9,6 juta penumpang, atau
mengalami peningkatan 12,3 persen jika dibandingkan jumlah penumpang tahun
sebelumnya.
“Pada
2012, jumlah penumpang pesawat udara Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
tercatat 8,5 juta penumpang,” ungkap General Manager Angkasa Pura Airport
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Rachman Syafrie, dalam sebuah acara
silaturahmi bersama jurnalis.
Selain
itu, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin juga mencatat pergerakan pesawat
mengalami peningkatan 13 persen. Di 2013, pergerakan pesawat tercatat 94.759
pergerakan, sedangkan pada 2012 hanya 82.870 pergerakan. Di 2014 ini, juga
mengalami tren peningkatan dibandingkan sebelumnya, di mana Bandara
Internasional Sultan Hasanuddin diproyeksikan melayani 11,2 juta penumpang, dan
lebih 105 ribu pergerakan pesawat.
Jumlah
penduduk di Indonesia menempati salah satu urutan tertinggi di dunia. Selain
itu, jumlah kelas menengah juga semakin tinggi. Presiden RI keenam, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraannya di gedung DPR memberikan
apresiasi terhadap Kota Makassar yang mampu mengalahkan Tiongkok dalam
pertumbuhan ekonominya. Menurutnya, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar
di atas sembilan persen dalam lima tahun terakhir. Sedangkan ekonomi Tiongkok
belakangan ini cenderung melemah berkisar tujuh hingga 7,5 persen.
Semakin
meningkatnya daya beli masyarakat, semakin tinggi taraf hidup dan kebutuhan
mereka. Untuk memenuhi tujuan itu, mereka banyak menggunakan jasa bisnis travel
agent. Melihat potensi bisnis yang ada, banyak pengusaha yang kemudian memilih
terjun dalam bidang tersebut.
Bagi
negara kepulauan dengan potensi wisata yang begitu luar biasa, Indonesia bisa
menjadi lahan bisnis yang tepat untuk mengembangkan travel agent. Peluang
bisnis tersebut bukan hanya dari turis dalam negeri, tetapi juga turis asing
yang rela menempuh jarak ribuan kilometer untuk mengunjungi negeri ini. Tidak
salah jika ada yang beranggapan bisnis travel agent sebagai pilihan menjanjikan
untuk ditekuni.
Bukan
hanya para travel agent yang memiliki alamat jelas yang mengambil peluang
tersebut. Sebagai salah satu sarana pendukung untuk berbisnis, internet
menawarkan solusi yang benar-benar efektif untuk pengusaha, khususnya bagi
pemula. Pebisnis pun memanfaatkan internet untuk mengembangkan bisnis travel
agent. Dengan berpromosi di website ataupun media sosial, mereka berjuang untuk
mendapatkan lebih banyak klien, tanpa harus mengeluarkan biaya mahal
berpromosi.
Salah
satu pemain dalam bisnis travel online yang cukup getol memasarkan produknya
adalah Nakeza Indonesia. Menurut pemiliknya, B Chandra, usaha ini sudah
berjalan delapan bulan, dan menawarkan kepada pelaku usaha untuk bisa menjadi
menjadi wirausahawan. Modal untuk menjalankan bisnis ini pun tidak terlalu
besar. Hanya bermodal Rp 500 ribu, sudah bisa melakukan aktivitas ticketing
dengan menggunakan merek dagang sendiri.
Meskipun
demikian, ia menyarankan untuk menjalankan usaha travel online dengan modal
minimal Rp 5 juta. Dengan demikian, mereka yang mau menggeluti bidang bisnis
ini sudah memiliki sejumlah deposit, sehingga akan lebih memudahkan melayani konsumennya.
Apalagi, peluang bisnis di bidang travel punya potensi sangat besar.
Selain
sebagai induk usaha bisnis travel online, Nakeza Indonesia melakukan penjualan
langsung ke konsumen. Kebanyakan yang menjadi konsumen dari Chandra adalah para
pebisnis yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi, dan tidak terlalu punya
banyak waktu untuk melakukan transaksi di sebuah kantor travel. “Respons masyarakat sangat tinggi dan pasti untung lah menjalankan bisnis ini,” ujar
Chandra tanpa merinci berapa keuntungan yang telah didapatkankan selama
menjalankan bisnisnya.
Terkait
harga tiket yang dijual, sebut Chandra, relatif sama dengan produk yang dijual
kebanyakan usaha travel lain. Nominal harga yang ditawarkan sangat tergantung
dari tenggang waktu konsumen membeli. “Apabila konsumen telah memesan lebih
awal dari hari keberangkatannya, maka harga yang didapatkan jauh lebih murah.
Ini berbeda jika konsummen memesan tiket pada hari yang sudah mendekati waktu
keberangkatannya, tentu jauh lebih mahal,” alasannya.
Bagi
masyarakat yang ingin mencari second job, bisnis travel online menurut Chandra,
bisa menjadi pilihan yang tepat. Sambil menyelesaikan pekerjaan utama, mereka
juga bisa menjalankan penjualan tiket. kepada mitranya.
Ketua
Asosiasi Tour dan Travel Indonesia (Asita) Sulsel, Didi L Manaba, mengungkapkan,
melihat fenomena menjamurnya bisnis travel online di Makassar, harus disikapi
secara bijak. Pelaku bisnis travel yang beralamat jelas, tidak perlu takut bersaing.
Selain konsumen yang memilih menggunakan jasa travel online, pangsa pasar
masyarakat yang memilih travel beralamat jelas masih terbuka sangat luas.
“Dengan
memilih travel beralamat jelas, konsumen bisa aktif bertanya kepada petugas
travel terkait produk yang dibeli, dan juga lebih mudah berkoordinasi apabila
ada masalah. Itu tidak akan ditemukan apabila menggunakan jasa travel online. Untuk
mendapatkan harga terbaik, konsumen bisa juga berkomunikasi langsung dengan petugas
travel,” bebernya.
Mengenai
harga yang ditawarkan kepada konsumen, Didi melihat persaingannya masih
tergolong sehat. Pengusaha travel beralamat jelas juga bisa memberikan tawaran
yang jauh lebih murah, karena mereka senantiasa melakukan koordinasi dengan
mitra yang sama-sama bergerak di bidang industri pariwisata, seperti airlines
dan hotel.
Meskipun
perkembangan bisnis pariwisata di Indonesia belum mengalami perkembangan yang
terlalu signifikan, tetapi pihaknya optimis hal tersebut secara perlahan akan
berubah. Pasca peristiwa bom bali, industri pariwisata mengalami penurunan yang
sangat drastis, bahkan pernah terpuruk. Akan tetapi, seiring tingkat
kepercayaan dari dunia internasional yang sedikit demi sedikit mulai membaik,
maka sekarang grafiknya sudah mulai naik, meskipun belum seperti dulu.
“Waktu
1990-an, destinasi wisata di Indonesia menjadi salah satu primadona. Ini
terbukti dengan tingkat okupansi hunian hotel di Toraja waktu itu, rata-rata
60-70 persen,” ungkap Didi.
Sebagai
wadah berkumpulnya pengusaha travel, Asita selama ini ikut berpartisipasi aktif
memajukan industri wisata Indonesia. Di Sulsel, pengusaha travel yang sudah
bergabung ke Asita berjumlah 180 usaha, dan masih banyak yang sudah mengajukan
permohonan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. Yusuf Almakassary