![]() |
Foto: Dok KATA HATIKU |
Bisnis
lembaga pendidikan kursus, selain menguntungkan juga sangat bermanfaat bagi
masyarakat. Mungkin ini pilihan yang tepat bagi yang ingin mendulang laba,
sekaligus memberikan manfaat besar bagi kemajuan masyarakat, untuk menatap masa
depan lebih cerah. Seperti apakah bisnis pendidikan itu?
Lembaga
Pendidikan Kursus (LPK) memang sudah banyak tersebar di beberapa kota di
Indonesia. Ada yang sudah besar dan memiliki siswa yang banyak, ada juga yang
sepi peminat. Peluang bisnis ini memang cukup banyak pesaing, sehingga
dibutuhkan manajemen yang baik agar bisa berkembang.
Apalagi
permintaan pasar terhadap SDM yang berkualitas, membuat bisnis ini sangat
menjanjikan. Setiap tahun persaingan antar para pencari kerja semakin ketat.
Tingkat pengangguran pun bertambah banyak. Untuk menciptakan manusia yang
paripurna, tidak cukup hanya melalui pendidikan formal. Belajar di jalur
nonformal satu-satunya alternatif untuk meningkatkan kualitas diri. Maka di situlah
terbuka peluang bisnis.
Sebagaimana
dilihat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Penyelenggara Kursus
Indonesia (HIPKI) Nasrun Tadjuddin selama ini, untuk Kota Makassar pertumbuhan
bisnis LPK relatif stabil. Meskipun selama ini, Makassar dianggap belum menjadi
kiblat utama orang-orang di seluruh Indonesia untuk bisa mendapatkan pendidikan
yang berkualitas. Yang menjadi kiblat utama untuk pendidikan masih di sekitar Pulau
Jawa.
Potensi
bisnis bagi LPK terbuka sangat luas di kota Makassar. Tinggal bagaimana
pemerintah daerah mendorong atau menggandeng banyak investor bisnis di jalur
pendidikan masuk ke Makassar. Hal tersebut akan menjadikan bidang pendidikan
non formal di Makassar betul-betul bergengsi, dan menjadi salah satu yang
terbaik di Indonesia.
Banyak
pelaku bisnis LPK melihat bidang yang digelutinya itu antikrisis, karena di
kota-kota besar, pendidikan dianggap sudah menjadi kebutuhan pokok, layaknya
makanan yang mereka santap sehari-hari. Meskipun demikian, ungkap Nasrun, tidak
sedikit juga LPK yang akhirnya tutup. Pada intinya para pemilik LPK bisa sabar
menjalani bisnis yang digeluti, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas
kurikulum materi ajarnya.
Bukan
hanya faktor keuntungan yang dikejar pelaku bisnis LPK, di balik itu, mereka
punya misi sosial, yaitu bisa ikut berpartisipasi mencerdaskan kehidupan anak
bangsa. “Kita bangga jika ada salah satu
siswa bisa menjadi orang hebat atau diterima di universitas ternama di
Indonesia. Itu suatu kebanggaan yang susah dibayar atau dinilai dengan uang
berapapun besarnya,” ujar pria yang juga sebagai pemilik Lembaga Inggris
Amerika (LIA) Makassar dan Purwacaraka Musik Studio Makassar ini.
Selain
nilai positif, tentu juga ada sisi negatif yang kemungkinan bisa didapatkan
pelaku bisnis. Namanya saja bisnis, risiko pasti tetap ada. Kemungkinan untuk
bangkrut bagi sebuah LPK yang sudah mapan itu hanya sekitar 30 persen saja.
Sisanya adalah kemungkinan untuk terus berkembang, atau bisa juga hanya jalan
di tempat.
Maraknya
bisnis edukasi yang diejawantahkan dalam bentuk lembaga pendidikan, kursus,
maupun bimbingan belajar (bimbel) menarik minat banyak para pelaku usaha untuk
bergerak di bidang ini. Setali tiga uang, kehadiran bisnis-bisnis edukasi ini
pun bagai gayung bersambut lantaran dibutuhkan masyarakat.
Sejauh
ini, jumlah lembaga kursus di seluruh Indonesia yang terdaftar di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sekitar 17.800 brand. Secara otomatis, jumlah
tersebut itu pulalah yang telah memiliki nomor induk kelembagaan. Tetapi di
luar itu, jumlah lembaga pendidikan dan kursus (LPK) yang tidak terdaftar jauh
lebih banyak. Statusnya tidak bisa dikatakan ilegal, hanya tidak terdaftar saja
di lembaga pemerintahan.
Untuk
Kota Makassar sendiri sudah terdapat sekitar 370 brand LPK yang terdaftar di
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dengan berbagai jenis bidang keahlian yang
diajarkan. LPK yang tidak terdaftar kebanyakan yang menjalankan pendidikan
kursus bimbingan belajar (bimbel).
Untuk
membuka sebuah LPK, bisa dikatakan cukup mudah. Sebuah LPK yang berkualitas
tentunya harus punya izin untuk mendirikan usaha lembaga kursus yang
dikeluarkan Dinas Pendidikan di kota atau kabupaten setempat. Bagi mereka yang
ingin mendirikan LPK harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya harus punya
portofolio tenaga pengajar, NPWP, lokasi usaha dan sistem kurkulum atau
silabus.
Setelah
dilengkapi, semua persyaratan dibawa ke Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk
diverifikasi. Semua LPK yang lulus verifikasi oleh dinas yang bersangkutan,
akan diberi surat izin menjalankan usaha kursus. Pelaku bisnis LPK kemudian
diperbolehkan untuk bergabung di Himpunan Penyelenggara Kursus Indonesia (HIPKI).
“Modal
membuka sebuah LPK tidak selamanya harus besar. Itu tergantung jenis kursus apa
yang akan dibuka, berapa banyak tenaga pengajar yang dimiliki, serta berapa
jumlah siswa yang akan diajar. Hanya dengan modal minimal Rp 10 juta, kita
sudah bisa membuat lembaga kursus,” ungkap Nasrun.
Dijelaskan,
izin kursus yang telah diterbitkan berlaku empat tahun, dan dapat diperpanjang
kembali dengan mengajukan permohonan perpanjangan dengan melampirkan
persyaratan-persyaratan yang berlaku. Apabila lembaga yang mengajukan izin
pendirian belum memenuhi persyaratan, maka pemerintah daerah dapat menerbitkan
surat terdaftar, hingga lembaga tersebut memenuhi persyaratan untuk jangka
waktu paling lama enam bulan.
“Bila
pelaku bisnis yang ingin mendirikan tempat kursus sudah memenuhi syarat teknis
dan administratif, akan mendapatkan tanda bukti pendaftaran kursus yang berlaku
selama enam bulan. Selanjutnya akan dimonitor selama enam bulan untuk
mendapatkan izin tipe C yang berlaku satu tahun dari Dinas Pendidikan kota/kabupaten,
tipe B berlaku 2-3 tahun atau tipe A berlaku 4-5 tahun yang izinnya dari Dinas
Pendidikan provinsi,” jelas Nasrun. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment