NADINE ZAMIRA SJARIEF
Upaya Peduli Lingkungan Hidup Sejak Dini
![]() |
Foto: Pribadi |
Kenangan
masa kecilnya dan kedekatannya dengan alam ternyata membawa seorang Nadine Zamira Sjarief
benar-benar peduli dengan alam sekitarnya. Lantaran keperduliannya tersebut
dengan alam pulalah sehingga akhirnya membuat wanita cantik kelahiran Jakarta,
20 Februari 1984 ini, merasa tertantang dan termotivasi membagikan ilmunya
kepada siapa saya yang acuh tak acuh terhadap pemanasan global yang semakin
merusak lingkungan hidup tersebut.
Ditemui
beberapa waktu dalam sebuah event launching produk kosmetik di Jakarta, wanita
yang lebih akrab dipanggil dengan Nadine ini mengungkap keterlibatannya dalam
aktivis lingkungan hidup di Tanah Air. Model papan atas Indonesia ini
menjelaskan, pengalaman masa kecilnya yang akrab dengan alam hingga kini
membuatnya merasa satu dengan alam.
Mantan
Miss Indonesia Earth 2009 ini juga memaparkan, kedekatannya dengan alam juga
tak terlepas dari kontribusi keluarganya yang sangat mencintai alam dan
lingkungan hidup. Memang, alam dan lingkungan hidup sudah menjadi bagian dari
diri alumni Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, dan Master of
Arts in Communication Studies The London School of Public Relations ini.
Pasalnya, alam telah dianggapnya sebagai salah satu komponen penyeimbang dari kehidupan manusia.
“Tanpa
alam, manusia tidak akan pernah ada,” demikian dikatakan oleh wanita yang
memiliki prestasi yang tak terbilang ini.
Selain
sangat mencintai alam, Nadine juga adalah salah satu wanita yang cerdas dan
berprestasi. Adapun prestasi-prestasi yang pernah diraihnya di antaranya Miss
Indonesia Earth 2009, duta produk tas pakai ulang “BaGoes-Greeneration Indonesia”,
Miss Fabulous Personality Wajah Femina 2007, juara harapan satu Duta Muda Asean-Indonesia
2007, wakil pertama None Jakarta Selatan 2006, wakil kedua None DKI Jakarta
2006, Peserta Miss Earth 2009, Missosology.org's People's Choice Award for Miss
Earth 2009, peserta The Amazing Race Asia musim keempat, dan masih banyak
prestasi lainnya.
Nah,
inilah kutipan wawancara KATA HATIKU dengan Nadine.
Bagaimana
Anda bisa tertarik dengan lingkungan hidup?
Dari
kecil saya dibesarkan dalam keluarga yang bisa dibilang sangat peduli dengan
lingkungan, jadi dari kecil pun kalau diajak jalan itu lebih ke treking outdoor
karena kebetulan saat itu tinggal di Amerika. Di sana kan tempat untuk
melakukan aktivitas seperti itu sangat banyak, jadi memang kegiatan seperti itu
yang biasa saya lakukan bersama keluarga. Jadi bisa dibilang saya dibesarkan
dalam lingkungan seperti itu sehingga membuat semakin tertarik dengan dunia
flora dan fauna.
Apakah
setelah tinggal di Jakarta juga tetap peduli dengan lingkungan seperti itu?
“Di
Jakarta saya kuliah di Universitas Indonesia dengan mengambil Jurusan HI dan
ternyata di jurusan itu lebih luas dalam mempelajari berbagai macam aspek dan
salah satunya lingkungan. Di situ pulalah saya lebih mengenal lagi mengenai
aspek-aspek lingkungan secara global seperti apa dan semakin membuat tertarik
lebih dalam lagi. Dengan semakin tertarik di dunia seperti itu, maka saya
semakin menemukan passion saya dalam dunia lingkungan hidup, sehingga kalau ada
makalah atau tulisan apa pun pasti saya akan menulis mengenai lingkungan.”
Apakah
Anda juga tertarik untuk bergabung dengan beberapa organisasi lingkungan hidup independen
lainnya?
“Pernah
sih ikut aktif menjadi sukarelawan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM)
yang bergerak dibidang lingkungan hidup juga, dan itu pada waktu masa kuliah
saja.”
Bagaimana
dengan pekerjaan setelah kuliah?
“Itu
juga menjadi salah satu pemikiran saya, selepas itu saya juga memilih pekerjaan
yang sesuai dengan jiwa saya, dan akhirnya saya memilih perusahaan yang sesuai
dengan nilai-nilai saya, di mana perusahaan itu adalah The Body Shop. Saya
anggap perusahaan ini merupakan vendor kosmetik yang juga tidak pernah lepas
dari lingkungan hidup.”
Bagaimana
dengan kompetisi-kompetisi yang mengangkat nama Anda?
“Beberapa
kompetisi tersebut juga saya ikuti di saat saya masih bekerja di The Body Shop,
karena menurut saya kompetisi adalah cara yang sangat mudah untuk belajar
sesuatu dengan sangat cepat. Awalnya, saya ikut Abang None di 2006 dan pada
2007 ikut Wajah Femina. Pada tahun yang sama, ikut Duta Muda Asean untuk
mencari diplomat-diplomat muda. Akhirnya 2009, saya mencoba ikut Miss Indonesia
Earth dan kebetulan keluar menjadi pemenang. Di sini saya berhasil mewakili
Indonesia untuk ajang Miss Earth di luar
negeri.”
Apa
manfaat yang lebih dari kompetisi-kompetisi tersebut?
“Kompetisi
tersebut sangat penting dalam membangun jati diri saya, dan juga memperluas
networking saya yang berkontribusi pada karier saya hingga sekarang ini. Terus
terang, setiap mengikuti ajang seperti itu akan menciptakan apresiasi saya
terhadap banyak hal, terutama terhadap isu lingkungan hidup di sekitar kita.”
Sebagai
figur yang peduli terhadap lingkungan hidup, isu apa yang tengah Anda angkat
saat ini?
“Beberapa
waktu lalu, saya dan teman-teman mendirikan Greeneration for Life, yakni sebuah
consultant company yang bergerak di bidang lingkungan yang dapat membantu
perusahaan-perusahaan, komunitas dan instasi lainnya yang ingin membuat program
atau event yang berbau lingkungan. Contohnya, mungkin sekarang banyak sekali
orang yang ikut-ikutan Go Green. Saya sadar, ini mungkin seperti sebuah tren,
akan tetapi mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Nah, di Generation for
Life masuk.”
Bagaimana
Anda melihat aksi Go Green yang hanya sebatas retorika di masyarakat pada
umumnya?
“Sebenarnya
yang saya lihat sisi idealismenya saja. Sejatinya, orang-orang tersebut harus
mengerti isunya dulu. Kalau sudah begitu, tentu bisa introspkesi diri apa yang
seharusnya dilakukan, jadi tak sekadar ikut-ikutan dan berkoar-koar saja
tentang Go Green. Nah, kalau kita lihat aksi terselubung di balik istilah Green
itu, sekarang sangat erat hubungannya dengan yang namanya ‘business’. Jadi,
perusahaan atau produk yang membawa nama tersebut pasti punya maksud dan tujuan
di dalam bisnis mereka. Ya, tetapi menurut saya sih tidak apa-apa selama mereka
bisa merealisasikan esensi dari Go Green itu sendiri. Artinya, antara program
(Go Green) dan bisnis sama-sama berjalan dengan baik.”
Jadi
tidak ada masalah sama sekali?
“Saya
kira tidak masalah, ya? Sekarang, mungkin memang banyak orang yang menggunakan
kata-kata Green atau Eco, serta jargon-jargon lingkungan di dalam kegiatan
mereka tanpa benar-benar menganalisa hasil yang mereka rasakan. Namun kembali
seperti yang saya bilang tadi, tren seperti ini tak ada salahnya asal bisa
dimanfaatkan. Ini lebih baik ketimbang tidak sama sekali. Paling tidak, sedikit
demi sedikit mereka pasti telah melakukan hal-hal yang kecil.”
Lalu
apa yang harus dilakukan untuk benar-benar membuat orang sadar dengan
lingkungan hidup?
“Itu
yang sedang saya kerjakan bersama teman-teman dari Generation for Life, di mana
saat ini kita masuk ke sekolah-sekolah. Ya, karena saya pikir kepedulian
terhadap lingkungan hidup akan lebih baik jika dilakukan sejak dini. Itu semua
bisa saya bicarakan berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan sewaktu kecil,
lagi pula untuk saat ini belum ada kurikulum dari pemerintah secara resmi
mengenai pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah.”
Bagaimana
tanggapan dari beberapa sekolah tersebut?
“Tanggapan
dari sekolah-sekolah cukup bagus, apalagi sekolah-sekolah swasta yang memang
memiliki sedikit wewenang untuk memasukan kurikulum pada pendidikan mereka
tersebut. Semoga dalam waktu dekat pemerintah dapat memberikan modul-modul
mengenai lingkungan hidup ke sekolah-sekolah negeri.”
Menurut
Anda, bagaimana peran industri di Indonesia yang secara tidak langsung telah
menciptakan dampak Global Warming di dunia?
“Bisa
dibilang Indonesia dan Brasil adalah negara yang banyak memiliki hutan, tetapi
ironisnya juga merupakan salah satu penyumbang dampak kerusakan lingkungan
terbanyak dalam dunia ini.”
Mengapa
bisa demikian?
“Karena
negara dengan hutan yang sangat banyak tersebut, terkadang dalam sisi ekonomi
memiliki kebutuhan tertentu dalam bisnis yang berdampak sangat besar pada iklim
yang melanda dunia ini. Indonesia pun termasuk salah satu yang banyak menjadi
sorotan dunia, kita tidak usah membicarakan negara dulu, deh. Jakarta saja
sebagai salah satu kota di Indonesia juga selalu mengalami masalah dalam hal
sampah. Jakarta tidak memiliki sistem pembuangan sampah yang baik, sedangkan di
beberapa kota di negara berkembang telah memiliki sarana untuk masalah sampah
tersebut.”
Selain
sampah, apakah hal sederhana yang ternyata menjadi penyumbang dari masalah ini?
“Paling
sederhana, selain sampah mungkin penggunaan air yang berlebih dan juga
penggunaan alat elektronik. Sebagai contoh, jika kita memposisikan televisi
atau PC dalam mode standby, maka listrik tentunya tetap terserap ke dalam alat
tersebut. Atau, mungkin setelah kita selesai mengisi ulang smartphone atau
handphone, kita memang akan mencabut charger tersebut dari gadget ini, tetapi
apakah kita mencabutnya juga dari colokan yang ada, karena charger tersebut
jika tidak dicabut tetap menyedot listrik hingga 90 persen.”
Apa
harapan Anda di 2014 ini?
“Tentunya
program-program saya dan teman-teman akan berjalan terus, karena
program-program tersebut dibuat tidak untuk jangka pendek atau berhenti dalam
satu-dua tahun. Mimpi saya adalah bagaimana organisasi saya dapat menyentuh
semua instansi, sekolah, dan perusahaan untuk membantu mereka dalam
merealisasikan program Go Green secara benar.” (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment