ASRI SAWALANG
Pjs Kacab PT Bali Maspintjinra
Authorized Money Changer
“Rupiah Anjlok,
Suddenly-Income bagi Money Changer”
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Pelemahan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) telah menyeret
sebagian masyarakat, khususnya di Makassar, untuk menukarkan uang rupiahnya
dengan mata uang asal Negeri Paman Sam. Demikian pula sebaliknya, menjual mata
uang asingnya, terutama dolar AS.
Memang,
terkait melemahnya nilai tukar rupiah tersebut tidak berarti kisruh bagi
sebagian masyarakat, baik personal maupun instansi tertentu. Justru pelemahan
rupiah dianggap sebagai suddenly-income atau pendapatan tak terencana bagi
beberapa perusahaan, terutama terhadap pedagang valuta asing atau money
changer.
Hal
tersebut pun tak lepas dari membeludaknya transaksi penjualan maupun pembelian
mata uang asing di PT Bali Maspintjinra Authorized Money Changer (BMC) cabang
Ratulangi, Jalan Sam Ratulangi, Makassar.
Dalam
dua pekan terakhir, transaksi penukaran mata uang asing maupun pembelian dolar
AS dalam seharinya dapat mencapai Rp 800 juta hingga Rp 900 juta, atau
meningkat sekitar 90 persen ketimbang hari-hari biasa.
“Pelemahan
rupiah terhadap dolar AS yang terjadi kurang lebih dua pekan telah memicu
transaksi penukaran uang mata asing di Makassar. Data yang kami peroleh dari Bank
Indonesia (BI), selama terjadinya pelemahan rupiah ini, total transaksi uang
yang terjadi di money changer-money changer per harinya mencapai sekitar Rp 1,6
miliar hingga Rp 1,8 miliar. Bahkan, angka ini bisa menembus Rp 2 miliar,”
terang Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Cabang (Kacab) BMC Money Changer cabang
Ratulangi, Asri Sawalang, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Angka
tersebut memang didapat dari kalkulasi normal average atau rata-rata transaksi
per hari yang mencapai Rp 400 juta hingga Rp 500 juta. Melemahnya nilai rupiah
yang memicu gejolak transaksi yang mencapai 90 persen, maka diperoleh angka
sekitar Rp 1,6 miliar hingga Rp 1,8 miliar.
Ditambahkan,
jika menilik persentase dari angka tersebut, transaksi di BMC mencapai 60 persen
hingga 70 persen dari total penukaran uang mata asing di Makassar. Ini juga
berarti bahwa tingkat rating tertinggi tempat penukaran uang di Makassar
terjadi di BMC.
“Animo
masyarakat untuk melakukan transaksi cukup tinggi, di mana peningkatan mencapai
90 persen. Ya, ini jika dibandingkan dengan rata-rata transaksi pada hari-hari
biasa,” bebernya.
Dijelaskan,
normal average atau rata-rata transaksi dalam bentuk rupiah berkisar Rp 400
juta hingga Rp 500 juta per hari, akan tetapi saat ini meningkat menjadi Rp 800
juta hingga Rp 900 juta. Adapun aktivitas transaksi masyarakat yang terjadi
selama ini, hampir berimbang antara membeli dan menjual.
Meski
cenderung berimbang, aktivitas transaksi lebih kepada penjualan. Faktor
kebutuhan seperti banyaknya pekerja dari luar negeri yang mengambil
penghasilannya dalam bentuk rupiah, menyebabkan dominansi dan aktivitas penjualan
di money changer lebih menggeliat.
“Selama
dua pekan pelemahan rupiah ini, selain dolar AS, mata uang asing yang lain juga
meningkat secara transaksional, mulai Euro (Eropa), Yen (Jepang), Yuan atau
Renmimbi (China), Dinar (Arab Saudi), Ringgit (Malaysia), dan beberapa mata
uang asing lainnya,” sebutnya.
Menurutnya, banyaknya aktivitas pembelian
dolar, terutama disebabkan adanya prediksi masyarakat yang mengindikasikan
rupiah bakal terpuruk hingga ke level Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per
dolarnya.
“Ini
opini yang berkembang, di mana angka tersebut seperti saat terjadi krisis
moneter pada 1998 silam. Faktor-faktor inilah yang memicu pembelian,” urai
Asri.
Sementara
itu, sebagai pelaku money changer, pihaknya memprediksi pelemahan rupiah tidak akan
anjlok seperti yang dialami Indonesia pada 1998 silam. Hal ini cukup berdasar,
apalagi pemerintah dan BI tentu saja tidak akan berdiam diri terhadap keterpurukan
rupiah.
“Kami
percaya pemerintah dapat menanggulangi dan menormalisasi nilai rupiah, apalagi
pemerintah sudah menggelar rapat dengan sejumlah pihak terkait. Sebagai pelaku
money changer, kami memprediksi rupiah kemungkinan tidak akan tembus ke level Rp
18 ribu,” ungkapnya.
Asri
mengakui, sebagai perusahaan money changer, melemahnya nilai tukar rupiah di
satu sisi menguntungkan pihaknya, akan tetapi di lain pihak merugikan pelaku
usaha, khususnya yang berhubungan dengan sektor impor.
“Terus
terang, kami sangat berharap agar rupiah dapat normal kembali. Bahkan saat
rupiah normal beberapa waktu lalu pun, dalam setiap transaksi kami tidak mengutip
keuntungan jauh dari market seperti yang dilakukan pedagang valuta asing
lainnya. Paling banyak kami mengutip 100 poin, 50 poin, bahkan 30 atau 20 poin
saja,” tandasnya. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment