Oleh Weni Lauwdy Ratana
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
“Khe Khe saat ini berada di Ulan Bator. Salah satu daerah
gurun yang dijadikan markas prajurit Mongol.”
“Ya, Tuhan! Ja-jadi, saat ini aku berada di….”
Amelia tidak dapat merampungkan kalimatnya karena kaget
mengetahui keberadaannya yang baur. Di zaman apakah ia terseret?! Ia menggigit
bibir. Petaka mulai membayanginya kembali. Seperti bayangan roda pedati yang
bergerak konstan, mengikuti sang poros yang melanglang ke mana pun juga.
“Kami harap Khe Khe dapat bekerja sama dengan baik. Tidak
melarikan diri lagi….”
Ya, Tuhan!
Melarikan diri?!
Sejak kapan ia melarikan diri?!
“Melarikan diri apa?!”
“Tiga hari yang lalu, karena pengawal lengah, Khe Khe dapat
melarikan diri dari penjara ini. Genghis Tamu kalap luar biasa. Beliau langsung
mengeksekusi pengawal penjara. Seluruh prajurit Mongol diperintahkan untuk mencari
Khe Khe!”
Amelia termangu.
“Khe Khe melarikan diri ke perbatasan Tionggoan-Mongol, dan
tersesat di daerah hutan Han .”
“Ta-tapi….”
“Untung kami dapat menemukan Khe Khe kembali di depan
sebuah reruntuhan istana Han, setelah menaklukkan lima orang garda khusus Kaisar
yang hampir menemukan Khe Khe. Kalau tidak, aku tidak tahu bagaimana nasib dan
nyawa sahabat-sahabat kami yang tertangkap oleh Ayahanda Khe Khe!”
“Si-siapa?!”
Pemuda pengawal penjara Mongol itu kembali mengernyitkan
dahinya dengan rupa heran. Sesaat ia menatap sepasang mata sembap di hadapannya.
Tidak lama. Sebab ada kalimat geli di benaknya yang tercermin pada segaris
senyumnya. Terlebih ketika sebelah sisi pelepah bibir itu mencuat ke atas. Gadis
di hadapannya memang sedang sakit!
“Siapa lagi kalau bukan Yang Mulia Kaisar Yuan Ren Qing,
penguasa Tionggoan dan penakluk banyak suku bangsa di Tionggoan!”
“Ta-tapi….”
“Sudahlah, Khe Khe. Besok pertukaran tawanan akan
dilaksanakan. Ayahanda Khe Khe telah menyetujui pembebasan sahabat-sahabat kami
dengan syarat Yuan Ren Xie Khe Khe sampai ke tangannya dengan selamat tanpa
cacat sedikit pun!”
“Ak-aku….”
“Makanya, jangan menyusahkan kami lagi. Toh besok Khe Khe
sudah pasti dibebaskan, dan tidak hidup sengsara di tempat seperti ini. Khe Khe
dapat menikmati kembali kemilau megah istana beserta harta kekayaan yang,
diperoleh dari hasil korup dan pajak irasional biang penyengsara rakyat!”
“Tapi….”
“Jangan menyangkal dan membela Ayahanda Khe Khe lagi!”
“Ak-aku….”
“Semua rakyat Tionggoan tahu bagaimana kejam dan lalimnya
Huang Di Yuan Ren Qing! Kalau tidak, bagaimana mungkin dia tega menggenosida
rakyat Mongol yang sudah tidak berdaya!”
“Ap-apa….”
“Bahkan, para prajuritnya sendiri banyak yang dibinasakannya
untuk maksud irasional. Dijadikan pasukan Teracotta untuk kelak mengawalnya di
alam kubur! Kaisar psikopat!”
Amelia terhenyak. Pandangannya melamur. Dipegangnya
erat-erat sebilah terali mahoni untuk menyangga tubuhnya yang melunglai. Digigitnya
bibir keras.
“Dan sekarang, Khe Khe malah menambah sulit ruang lingkup
kami untuk menyelamatkan ribuan nyawa yang terancam dieksekusi oleh kaisar lalim
itu!”
“Ta-tapi….”
“Sudahlah, Khe Khe. Maafkan aku kalau bersikap kurang sopan
pada Khe Khe. Tapi, semua ini kami lakukan demi menyelamatkan sahabat-sahabat
kami. Tidak ada maksud lain!”
Amelia memejamkan matanya. Memeluk erat-erat salah satu
terali mahoni. Menyandarkan kepalanya di sana. Airmatanya bergulir. Sungguh. Sekalipun
hidupnya dipertaruhkan demi menyelamatkan banyak nyawa, ia rela untuk itu. Tapi
sayang, kaum nomad Mongolia itu tidak tahu. Sama sekali tidak tahu kalau ia sebenarnya
bukan Putri dari Dinasti Yuan, Yuan Ren Xie Khe Khe! Dan menganggapnya bagian
dari petaka kemanusiaan!
“Khe Khe, mungkin ini tidak pantas. Tapi, aku ingin jujur
mengatakan semuanya. Sebab selain malam ini, aku tidak lagi memiliki kesempatan
untuk berterus-terang kepada Khe Khe. Besok Khe Khe akan dibebaskan. Selain
itu, aku juga tidak tahu bagaimana nanti nasib aku dan sahabat-sahabatku. Mungkin
saja aku dapat terbunuh dalam perang besok. Atau, ah entahlah.”
Amelia menggigit bibir. Dan terdiam menyimak setelah
menelan ludahnya dengan susah payah.
“Namaku Tzeba Dalan. Separuh hidupku dihabiskan di dalam
lingkungan Istana Yuan. Ayah dan Ibuku adalah salah satu juru masak istana.
Meski berdarah Mongol, tapi kami sudah seperti orang Tionggoan. Kami pun sudah
lama mengabdi untuk istana. Namun sejak Ayahanda Khe Khe dinobatkan sebagai kaisar
baru Yuan menggantikan Kaisar Yuan Ren Zhan, kakak kandungnya yang tergusur
dalam sebuah kudeta, maka keadaan politik menjadi kacau-balau. Kaisar Yuan Ren
Qing penuh dengan ambisi. Dia ingin menaklukkan banyak suku bangsa, termasuk Mongolia.
Itulah sebabnya kami hengkang dari istana. Dan aku lebih memilih bergabung
dengan militer Mongol untuk melawan kezaliman kaisar. Maafkan aku, Khe Khe. Aku
sebenarnya sudah mengenal Khe Khe sejak lama, bahkan saat aku dan Khe Khe masih
kanak-kanak. Ak-aku jatuh hati pada Khe Khe. Aku sebenarnya cinta pada Khe
Khe!”
Amelia lunglai dan tersungkur di tumpukan jerami. Kepalanya
memening. Seluruh tubuhnya serasa membilur luka. Kisah kelam itu seolah godam
yang menghantam kepalanya.
Entah kapan dapat berakhir. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment