Oleh Weni Lauwdy Ratana
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
“Beijing Teracotta’s Museum masih menyimpan sejumlah
misteri. Tidak seperti layaknya museum sejarah lainnya, tempat yang merupakan
saksi bisu kisah kelam monarki China ini dahulu adalah tanah pemakaman para kaisar
yang berkuasa.”
“Pemakaman?!”
“Ya. Beredar dua versi. Apakah dari Dinasti Yuan atau
Dinasti Tang. Tidak jelas yang mana. Tapi yang pasti, patung-patung Teracotta
ini memiliki banyak histori gaib!”
“His-histori gaib?!”
Amelia mendengar takzim ulasan Wang Wei, seorang petugas
tua museum, diam-diam ia bersyukur karena fasih berbahasa Mandarin. Ia tercenung
menghubungkannya dengan benang merah mimpinya semalam. Terutama muasal zaman
para prajurit itu, yang dalam mimpinya menyebut mereka berasal dari Dinasti
Yuan!
Sementara itu Jennifer masih sibuk mengamati wajah-wajah
patung Teracotta di sana dengan rupa bingung. Bingung karena di antara ribuan
patung Teracotta itu, tak ada satu pun yang berwajah sama. Semua memiliki karakter
wajah berlainan. Satu keajaiban budaya masa lampau, pikirnya. Sesekali ia kembali
memotret detil wajah-wajah patung tembikar tersebut secara close-up, kebanyakan
di antaranya sudah retak dan repih di sana-sini.
“Konon, pada suatu hari kaisar penguasa Tionggoan pada waktu
itu, yang biasa juga disebut Huang Di, bermimpi buruk. Buruk sekali. Dalam mimpinya
tersebut dia tiba-tiba berada pada suatu tempat yang sangat gelap. Tempat itu
diyakininya sebagai alam baka. Tidak ada siapa-siapa menemaninya. Di dalam mimpinya
pula, Sang Kaisar terus berjalan di kegelapan sampai berhenti di suatu tempat
asing. Di sana disaksikannya banyak arwah gentayangan, yang mengejar dan hendak
membunuhnya!”
“Membunuh Sang Kaisar?!”
“Ya,” jawab lelaki tua bertubuh ringkih itu disertai dengan
satu anggukan pada kepala. “Sang Kaisar pun berlari. Menghindari terkaman
hantu-hantu ganas tersebut. Berkali-kali dia berteriak memanggil para jenderal
perang dan prajuritnya, tapi tidak ada satu pun yang datang menolongnya,” lanjutnya.
“La-lalu apa yang terjadi kemudian, Pak?!” tanya Amelia
penasaran.
Tiga detik lelaki tua itu jeda, menelan ludah dan membetulkan
letak kacamata bingkai tebalnya yang melorot dari pangkal hidung dengan satu
sentuhan jari. Sementara itu Amelia masih terpaku serupa muno, mengernyitkan dahinya
dengan rupa linglung.
“Ketika Sang Kaisar terjaga dari mimpi, maka pada saat itu
juga dia bersumpah untuk memboyong semua prajuritnya ke alam baka. Menjaga dan
mengawalnya seumur hidup di sana nanti. Dan bila kelak meninggal dunia, maka
dia tidak bakal merasa kesepian dan ketakutan lagi. Seperti apa yang dia rasakan
dalam mimpi buruknya!”
“Maksud Bapak?!”
“Ini!” Lelaki tua itu melangkah mendekati sebuah patung
Teracotta. “Patung-patung ini konon merupakan jasad para prajurit yang sengaja
dibinasakan untuk melaksanakan niat babur Sang Kaisar!”
“Astaga! Mak-maksud Bapak…?!”
“Konon, ribuan bahkan ratusan ribu prajurit dibinasakan.
Jasadnya diawetkan atau dibalsem untuk kemudian dicampur dengan tanah liat
serupa semen dan tembikar membentuk manekin. Lalu dikubur di dalam sebuah pemakaman
besar bakal kuburan Sang Kaisar kelak bila meninggal dunia.”
“Ap-apa?!” Amelia tersentak tanpa sadar. Tumitnya terundur
satu langkah ke belakang.
“Kaisar psikopat!” ujar Wang Wei sang Pengurus Museum
seperti menggumam.
“Kejam!” desis Amelia geram. “Kaisar kejam!”
“Tentu saja kejam. Kalau tidak begitu, mana tega dia
membinaskan prajurit-prajuritnya sendiri. Seolah-olah nyawa mereka tidak ada
harganya sama sekali! Makanya, meski sudah hampir seribu tahun kisah ini
berlalu, tapi fenomena aneh masih sering terjadi di sini!”
“Ap-apa itu, Pak?!”
“Tengah malam, kadang-kadang terdengar tangisan yang
berasal dari patung-patung Teracotta ini!”
Amelia bergidik. Bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya
meremang.
“Kadang-kadang juga terdengar jeritan memilukan atau
semacamnya. Juga mimpi-mimpi aneh yang dialami beberapa turis maupun tamu
setelah mengunjungi museum ini.”
Amelia menggigit bibirnya. Berarti mimpinya semalam
merupakan fenomena aneh yang dimaksud oleh lelaki tua itu!
“Arwah para prajurit patung-patung Teracotta ini penasaran
karena meninggal secara tidak wajar! Mungkin itulah penyebab munculnya fenomena
aneh tersebut!”
Suhu rembang petang di Beijing semakin mendingin ketika
lelaki berkulit ringsing itu pamit melayani beberapa turis bule yang ingin
mengetahui sejarah patung Teracotta. Amelia masih membeku dengan beragam kisah
baur dalam benak. Hatinya tersentuh. Kisah silam monarki di China memang menyimpan
banyak misteri. Patung-patung Teracotta memang saksi bisu kekelaman zaman!
“Amelia Samantha Hong! Kok melamun, sih?” Jennifer menggugah
dari belakang, menggandeng tangannya separo menyeret. “Pulang, yuk. Kita sudah
ditunggui sama Kak Siu Ing di hotel. Acara bebasnya kan, sampai jam lima sore
ini saja. Satu jam lagi pasti kita ditinggal oleh beberapa peserta tur muda yang akan clubbing di Dragon’s Fire Discotheque.”
Amelia mengangguk lunglai. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment