Oleh
Weni Lauwdy Ratana
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Beberapa
objek wisata telah dikunjunginya. Amelia telah merangkum beberapa tulisannya ke
dalam notebook Acer yang selalu menemaninya ke mana pun. Untuk mengabadikan
gambar, ia tidak sepenuhnya menumpukan harap pada benda yang bernama kamera
konvensional. Kamera Nikon tipe F5 berteropong lensa Tamron yang menggunakan
pita film seluloid tersebut sangat riskan digunakan pada suhu yang mendekati
titik beku. Jadi meskipun resolusinya bagus dan tajam, tapi hal itu tidak menjamin
objek dapat terekam dengan sempurna. Itulah sebabnya ia menyarankan Jennifer
untuk juga menggunakan kamera digital sebagai kamera serep. Takut terjadi
apa-apa pada objek yang dijepret. Dokumentasi gambar memang merupakan salah
satu hal yang paling urgen dalam jurnalistik.
Kemarin
mereka telah mengunjungi Tiananmen dan The Great Wall yang kesohor itu.
Rencananya, siang ini mereka beserta rombongan tur dari Manila akan mengunjungi
Beijing Teracotta’s Museum. Teracotta adalah patung tembikar berbentuk
prajurit-prajurit dari masa lampau. Entah dari dinasti apa. Sepengetahuannya,
dari lektur-lektur yang pernah dibacanya di perpustakaan sekolah, patung-patung
Teracotta itu merupakan sebuah keajaiban di abad modern ini.
Bagaimana
tidak kalau patung-patung Teracotta hasil penggalian arkeolog China tersebut
disinyalir sebagai penemuan terbesar di abad dua puluh. Menariknya pula,
patung-patung tersebut menyimpan banyak kisah. Histori ihwal terbentuknya
patung-patung Teracotta tersebut juga menjadi misteri. Bahkan menjadi legenda
yang tidak asing lagi bagi masyarakat China.
Dan
setengah jam lagi mereka akan berangkat. Amelia sudah bersiap-siap sedari tadi
setelah lunch di rest-room hotel beserta rombongan tur dari Manila. Sesaat ia
hanya menikmati musik ringan dari seorang pianis hotel sehabis makan tadi
ketika Jennifer lebih memilih kembali ke kamar. Beberapa peserta tur lain juga
tampak santai di lobi hotel menikmati musik serupa. Sayang peserta tur dari
Manila tersebut kebanyakan orang tua. Jadi ia tidak terlalu interest untuk
nimbrung dan bertukar cerita dengan mereka. Kalau tidak, tentu ia dapat
menambah pengalamannya tentang negeri lain.
“Baiklah,
Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Kurang lebih setengah jam lagi kita akan berangkat.
Jadi mohon jangan sampai terlambat. Saya akan menunggu Anda di lobi hotel ini.
Ingat, setengah jam lagi.”
Amelia
menanggapi kalimat Siu Ing dalam bahasa Inggris itu dengan berlari ke arah
elevator. Hendak menuju kamarnya yang berada di lantai sebelas untuk mempersiapkan
perlengkapan jurnalistiknya. Ia baru saja menghabiskan dimsum hotel yang cukup
lezat. Buktinya, perutnya agak menggembung dan mulas karena diisi dua kali
lebih banyak dari standar porsi makannya yang satu piring. Jennifer sendiri
pasti telah menghabiskan tiga kali lipat dimsum lebih banyak darinya. Dan
sekarang entah sedang apa, tapi ia yakin gadis gembrot itu pasti sudah mendengkur
di pulau kapuk, setelah menjadi peserta tur pertama yang paling cepat menyentuh
piring di rest-room sejak dibuka satu setengah jam lalu untuk rombongan dari
Phoenix Travel, nama travel mereka.
Dan
memang benar!
Ia
menemukan Jennifer Chan tengah menelentang di atas tempat tidur kamar hotel. Sepasang
earphone walkman masih menempel pada daun telinganya yang cangut. Samar-samar
masih terdengar beat rap lawas “Romeo Must Die”-nya Aaliyah yang sudah mengembara ke alam baka sesaat
setelah pesawatnya jatuh, dan mutung di sebuah pulau kecil di Amerika.
Amelia
mendesis pelan. Sebenarnya bukan mendesis. Tapi mengeluh. Selalu saja begitu.
Tubuh Jennifer yang seberat panda dewasa itu memang demannya dibawa tidur.
Apalagi kalau perutnya sudah diisi dimsum. Munjungan zat gizi penambah bobot badan
itu selalu mengundang kantuk hingga matanya memejam layaknya orang mati saja.
Bukan
hal yang menyenangkan. Partnernya itu memang reseh. Padahal, tujuan mereka ke
Beijing ini bukan dalam rangka vakansi. Tapi ada hal yang lebih penting ketimbang
berleha-leha menyusuri Tembok China dan ngelenceri beragam jenis obyek wisata
lainnya.
Gadis
gembrot itu ternyata sudah tertidur. Amelia melepas earphone dengan gerak gegas
dari telinga sahabatnya itu. Namun tidak ada omelan riuh bak kicau cucakrawa
sebagai tanggapan protes seperti biasa. Malah terdengar suara dengkur mengirama
seperti ninabobo gergasi dalam cerita dongeng. Tidak terlalu keras untuk menulikan
indera pendengaran tapi cukup nyelekit di gendang telinga.
Amelia
menggeleng-gelengkan kepala. Digabruknya bantal ke wajah damai separo tersenyum
itu. Mungkin ia lagi bermesraan dengan Jerry Yan di alam mimpinya. Dan ia selalu menjelma
menjadi Barbie Xu, yang entah kurus tiba-tiba karena diet apa!
“Aphs….”
“Bangun!”
“Taoming
Tse , jangan tinggalkan aku!”
“Astaga
nih, anak!”
Amelia
berkacak pinggang dengan rupa semasam mangga muda. Dilihatnya gadis sahabat
sehati dan sebaya mudanya itu setengah terjaga. Mengucek-ngucek matanya seperti
tidak percaya sedang berada di kamar hotel mereka di Beijing. Huh, pasti
pikirnya tengah berada di salah satu hotel bintang lima di Barcelona seperti
dalam film Meteor Garden II! umpatnya, mempertegas gelengannya.
“Eh,
uh! Ki-kita di mana, A Mei?!”
“Di
Barcelona!”
“Astaga!
Aku lupa acara kita….”
“Terang
saja kamu lupa kalau sudah kencan sama Jerry Yan di alam mimpimu!”
“Hihihi….”
“Jennifer
Chan Mei Fang!”
Kalau
sudah menyebut nama selengkap-lengkapnya, itu berarti Amelia tidak mood diajak
bercanda. Dan hal itu merupakan salah satu bentuk isyarat yang lebih gawat dari
tabuhan genderang perang di zaman baheula. Memang sudah menjadi kebiasaannya
apabila sedang marah dan tidak senang. Ia memang paling tidak suka direcoki dengan
canda saat tengah serius. Emosinya bakal teroksidasi, dan menjadi api amarah
yang entah kapan dapat padam. Agaknya hal itu dimafhumi benar oleh Jennifer sehingga
tidak ingin menempuh risiko didiamkan tiga kali dua puluh empat jam. Juga porsi
misuh-misuh tiga kali sehari persis resep anjuran minum obat dari dokter!
“Sori….”
Jennifer
menggaruk-garuk rambutnya meski kepalanya sama sekali tidak ketombean. Sedikit
merasa bersalah karena menyebabkan sahabatnya itu cemas bukan kepalang tanggung
akibat kebiasaan molornya yang tidak dapat diajak kompromi. Tidak di Singapura.
Tidak di Beijing. Semuanya sama saja. Kalau badannya sudah terkontaminasi benda
empuk yang bernama kasur, maka pasti pelupuk matanya akan merapat seolah dilak.
“Basi!”
Amelia
mengentakkan kakinya keras di lantai. Ia sudah bosan dengan kebiasaan laten
Jennifer. Padahal gadis itu sudah berjanji tidak akan menuruti hobi bobonya itu
selama berada di Beijing. Tapi nyatanya janji hanyalah tinggal janji. Gadis itu
masih saja nyebelin. Kalau tidak dikasari, maka ia akan menjadi-jadi. Dasar
gentong nasi berjalan! makinya dalam hati.
“Please.
Don’t be angry, dong!”
“Sudah,
sudah! Cepat mandi sana! Kita sudah ditunggu sama rombongan tur. Lima menit
lagi pasti kita ditinggal!”
“Oke,
oke. Aku mandi cepat.”
Gadis
gembrot itu melesat seperti terbang.
Kali
ini, ia memang benar-benar takut ditinggal. Ia takut terlambat mengikuti ritual
tugas mengunjungi situs-situs bersejarah di China. Ia takut luput meliput dan
menulis salah satu situs bersejarah China untuk majalah perdana World
Chronicle. Ia takut tulisan mereka di dalam jurnal majalah sekolah terbitan SMA
Saint Teresa Singapore amburadul karena data inakurat. Ia takut gagal dan
mengecewakan dalam tugas serta kunjungannya kali pertama di negeri para panda
beranak pinak ini. Dan terlebih-lebih, ia takut tidak dapat mencicipi penganan
tradisional khas China di setiap perhentian situs-situs tersebut. Toh pada prinsipnya,
tugas mereka bukanlah pekerjaan kasar yang menuntut kerja fisik lebih, kok.
Namun lebih pada pleasure. Menyelam sambil minum air. Bertugas sambil berlibur.
Dan
sebagai redaktur mading di sekolah, mereka memang sengaja ditugaskan membidik
China sebagai salah satu daerah obyek bahan jurnal. Mengulik khazanah masa
lampau negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia tersebut. Di samping
itu China banyak mendapat sorotan dari lembaga swadaya internasional sebagai
salah satu negara pelanggar berat kerusakan beberapa cagar kebudayaan dan bangunan
bersejarah dunia. Banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab mencuri khazanah
bangsa besar itu. Di antaranya diselundupkan atau dijual ke luar negeri.
Salah
satunya adalah patung Teracotta! (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment