Oleh Weni
Lauwdy Ratana
Pernah
kukubur ia dalam naf bumi
namun ia
merancak dalam bayang-bayang
sungguh,
aku mati
setelahnya
Malam adalah
insomnia
dan gericau
serangga adalah gerus luka
sepanjang
titi untai selendang puan
menuju ranah
rembulan pasi
Kota sampai
saat fajar seperti mati
dengkur insan
adalah lak dan belenggu
bagai pemati
dalam tabela bersprai putih,
tak ada kokok
kinantan yang memanggil
tak ada liuk
cemara yang melambai
biarpun
landung embun diantar angin dan desau
Tubuhku
menggerindin
siang dan
siang adalah ultimatum
nyawaku
tinggal sejengkal
di dalam
obsesi dan angan
Karena kau,
Kekasihku
adalah cinta
yang telah menjelma
darah dan
nadi dalam tubuhku
meskipun kau
telah meraga dengan perempuan itu....
No comments:
Post a Comment