MENEROPONG BISNIS DI SULSEL
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Setelah
melewati hampir empat kuartal siklus dinamika perekonomian nasional di
pengujung 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi hanya tumbuh sebesar
5,5 persen dan akan menurun pada tahun berikutnya menjadi 5,3 persen.
Prediksi
tersebut dilansir beberapa lembaga survei setelah mengaitkannya dengan kondisi
perekonomian dunia yang juga tidak menentu, paling tidak jika hal ini mengacu
pada pascakrisis global yang melanda dunia pada 2008 lalu. Berdasarkan pergerakan
indikator-indikator makro hingga September 2013 lalu, disinyalir tingkat
pertumbuhan ini dapat berubah seiring perkembangan lingkungan eksternal, antara
lain dilandasi merahnya kinerja keuangan nasional berupa melemahnya nilai tukar
rupiah.
Dalam
lowlistic-scenario atau nilai prediksi terendah tingkat, pertumbuhan
diperkirakan hanya sebesar 4,62 persen di 2013 dan 4,88 persen di 2014.
Pertumbuhan ekspor akan sedikit menurun disebabkan prospek pertumbuhan di
negara tujuan ekspor Indonesia tidak terwujud sebagaimana yang diharapkan.
Pasalnya, eskalasi harga minyak dunia akibat gejolak politik di Timur Tengah
sangat berpengaruh terhadap kenaikan defisit neraca transaksi berjalan,
meskipun impor minyak sedikit dibatasi.
Kenaikan
defisit neraca transaksi berjalan akan direspons oleh peningkatan aliran modal
asing keluar, turunnya cadangan devisa, dan meningkatnya inflasi. Terkerek oleh
kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, secara langsung dapat menyebabkan
melambungnya suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate secara signifikan.
Jelas, dalam situasi seperti ini akan menghambat investasi dan menekan potensi
pertumbuhan di Tanah Air.
Setali
tiga uang, kebijakan stimulus fiskal di Jepang pada awal 2014 nanti juga dapat
mempengaruhi depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Terkait kondisi
Amerika dan Eropa pascakrisis, beberapa kebijakan dari kedua benua tersebut
dapat dengan mudah membuat aliran modal asing keluar dari Indonesia dalam waktu
singkat.
Disinyalir,
apabila gejolak finansial tersebut terjadi maka BI rate juga dapat terus
meningkat. Sedangkan untuk highlistic-scenario atau tingkat prediksi tertinggi
yang lebih optimististik, dari angka yang telah didapat dalam rangkuman empat
semester telah menunjukkan bahwa perekonomian di Indonesia boleh jadi dapat
tumbuh hingga 5,9 persen di 2013 dan 5,85 persen di 2014. Hal itu terjadi
apabila depresiasi rupiah dapat mendorong ekspor produk-produk bernilai tambah,
sehingga memperbaiki cadangan devisa dan membuat defisit neraca transaksi
berjalan turun.
Penurunan
defisit neraca berjalan akan meningkatkan kepercayaan investor asing. Apabila
investasi asing dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) dapat mendominasi
struktur investasi asing di Indonesia, maka agregat investasi juga turut
meningkat. Investasi ini akan semakin menguat apabila pemerintah dapat
mengarahkan belanja modal secara maksimal untuk memperluas infrastruktur. Dengan
demikian, beberapa proyek pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan
bandara akan berkontribusi mendorong pertumbuhan di tahun depan.
Di
Sulsel sendiri, gejolak ekonomi yang tak terlalu sumringah setahun belakangan
ini memang tidak terlalu banyak memukul investasi yang telah ditanamkan oleh
para pelaku bisnis, bankir, pengusaha, dan seluruh stakeholder yang sudah
terlibat cukup jauh dalam ekonomi di Sulsel selama 2013.
Bahkan,
tren positif pertumbuhan ekonomi, industri, dan investasi di daerah ini
diproyeksikan terus berlanjut pada tahun depan. Adapun pencapaian tahun ini
sedikit ditutup manis lantaran melampaui capaian di 2012 lalu. Krisis Eropa
maupun AS yang sempat menghantui ekonomi global terbukti tak banyak
mempengaruhi kondisi di daerah ini.
BI
memproyeksikan perekonomian Sulsel tumbuh pada kisaran 7,8 persen hingga 8,4
persen. Ini seiring perkembangan ekonomi Sulsel beberapa tahun terakhir yang
didukung peningkatan investasi dan konsumsi masyarakat. Di 2014 mendatang,
pertumbuhan ekonomi daerah ini bisa menembus angka delapan hingga sembilan
persen asal pemerintah membenahi regulasi serta dukungan infrastruktur yang memadai.
Untuk
laju inflasi yang telah dicapai di 2013, BI menakarnya masih berada pada
kisaran target inflasi nasional 4,5 persen plus satu persen. Tekanan inflasi
diperkirakan dari sisi fluktuasi konsumsi (makanan) maupun akibat regulasi
pemerintah sehubungan kebijakan penyesuaian harga yang telah ditetapkan di 2013
ini. Regulasi tersebut seperti penyesuaian tarif dasar listrik (TDL), kenaikan upah
minimum Provinsi (UMP) Sulsel sebesar 20 persen, kenaikan Elpiji 12 kilogram,
serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Masih
cerahnya pencapaian ekonomi yang telah diperoleh sepanjang tahun ini, telah
membuka peluang investasi bagi para investor dari luar Sulsel yang ingin
menanamkan modalnya. Kendati demikian, investasi bukan sekadar daya tarik tetapi
diperlukan dukungan regulasi, ketersediaan infrastruktur, pasokan energi
listrik, serta jaminan keamanan yang kondusif sehingga bisa menjadi “guarantee
business” bagi para pelaku bisnis yang tertarik berinvestasi di Sulsel.
(blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment