Oleh
Effendy Wongso
Apakah
birahi lebih laknat
daripada
anjing-anjing adikong
yang
menjilati tuannya sang parafrenia?
berangas
itu mendetak
seperti
derap-derap kuda dari kejauhan
di
lorong-lorong kelam kota
Ada
kelana menghisab deru
dari
paruh waktu yang tinggal sepenggal
hingga
maut mengendus serupa pelacak
hipokrisi
rana baginya adalah hipofremia
lapak
ajal bagi sang dara
Bao
Ling
Elegi
Pangeran Yuan Ren Long
![]() |
Foto: Dok KATA HATIKU |
Adalah gerakan bawah tanah dan mason bernama
Perkumpulan Naga Muda yang hendak membunuh Pangeran Yuan Ren Long.
Sepak-terjang putra sulung Kaisar Yuan Ren Zhan itu sudah sangat meresahkan masyarakat
di pedalaman dan dusun-dusun. Setiap hari terjadi penculikan anak perempuan.
Selang berikutnya, anak perempuan tersebut diketemukan telah tewas mengenaskan
dengan kondisi jasad yang memprihatinkan. Kebanyakan di antara jasad-jasad itu
sudah membusuk. Vagina dan anus mereka robek oleh benda tumpul yang sengaja
dirancap untuk meruyak cupu kecil tanpa pubis itu.
“Saya
bersumpah akan membunuh laknat itu atas nama Dewata di langit!” sumpah Ta Yun
berapi-api dengan wajah beringas dan mengeras. “Saya akan menghabiskan
keturunan Yuan! Saya akan meruntuhkan Kekaisaran Yuan!”
Seorang
pemuda berbadan tegap menghampirinya di samping meja usang dalam sebuah rumah
tua separo rubuh yang dijadikan markas mereka selama ini. Beberapa pemuda,
bertampang kasar dan bercambang turut melangkah, mendekati Ta Yun yang masih
mengepalkan telapak tangannya menahan geram.
“Ketua
Ta, apa tindakan kita selanjutnya?” tanya pemuda berbadan tegap itu.
“Kita
tunggu perintah dari Jenderal Shan-Yu,” Ta Yun menjawab diplomatis.
Seorang
pemuda menyanggah dengan nada tidak sabar. “Tapi, kita tidak dapat membiarkan
anak-anak perempuan kita menjadi korban terus menerus, Ketua Ta!”
Ta
Yun mengangkat kepalanya, menatap tajam seperti hendak menentang mata pemuda
berwajah kasar yang menuntut tadi. Pemuda itu hanya membalas menatap sebentar.
Hanya sebentar karena ia menundukkan kepalanya dalam-dalam seperti kura-kura
yang menyusup dalam karapaksnya setelah melihat binar benci di kedalaman mata
ketua Perkumpulan Naga Muda tersebut. Ia tidak berani bersirobok mata dengan Ta
Yun yang masih menyisakan amarah perihal ulah tak manusiawi salah satu putra
Kaisar Yuan Ren Zhan. Sungguh. Pemuda berambut gimbal sepinggang itu tidak
senang ditantang dengan pertanyaan begitu.
“Tentu,
tentu! Kita tidak dapat membiarkan binatang buas itu berkeliaran, dan memakan
korban terus-menerus!” tanggapnya dengan nada berapi-api. “Tapi, kita tidak
boleh bertindak gegabah. Kalau tindakan kita tanpa dilandasi rencana terlebih
dahulu, itu sama saja dengan mengirim nyawa!”
“Betul,
Ketua Ta. Saya sependapat dengan Anda. Kita harus bersabar sebelum melakukan
gerakan penghancuran,” timpal salah seorang yang berdiri pada jejeran baris belakang.
Ia tampak lebih dewasa meskipun usianya masih sebaya dengan pemuda-pemuda yang
hadir dalam pasamuan di rumah separo rubuh itu.
Ta
Yun mengangguk-angguk.
Melekuk
senyumnya karena berhasil menghimpun kekuatan jelata di daerah pedalaman dan
dusun-dusun. Juga beberapa ratus anggota keluarga miskin perkotaan untuk
melakukan makar terhadap Kekaisaran Yuan.
Siasatnya
berhasil.
Ia
berhasil menebarkan simpati pada klan Perkumpulan Naga Muda, sebuah klan hasil
bentukannya selama di Ibukota Da-du bersama Jenderal Shan-Yu yang berkendali di
belakang layar. Ia pun berhasil menumbuhkan sikap antipati pada Kekaisaran Yuan
yang dianggap tiran dan bengis. Kasus tragis pembunuhan korban-korban pedofilia
gadis cilik yang dilakukan Pangeran Yuan Ren Long telah membakar amarah
penduduk, dan hal itu mengandili bergabungnya mereka di Perkumpulan Naga Muda.
Perkumpulan
Naga Muda memang merupakan kendaraan politik Ta Yun dan Jenderal Shan-Yu untuk
membunuh Kaisar Yuan Ren Zhan. Klan tersebut juga setali tiga uang dengan
Kelompok Topeng Hitam pimpinan Han Chen Tjing, salah seorang tokoh jelata
paling berpengaruh di suku Han. Setelah pasukan pemberontak Han gagal
menaklukkan Ibukota Da-du dan terpukul mundur oleh prajurit Yuan pimpinan Fa
Mulan di Tung Shao, mereka akhirnya menyusun strategi lain untuk melenyapkan
Sang Kaisar.
Maka
dibentuklah sebuah klan yang bergerak klandestin. Menyusup di Ibukota Da-du.
Mengikuti Festival Barongsai sebagai salah satu peserta barongsai. Dan menyusun
rencana utama untuk membunuh pemimpin tertinggi Tionggoan.
Perkumpulan
Naga Muda merupakan klan kolaborasi antara rakyat jelata dan perompak ganas
Kelompok Topeng Hitam pimpinan Han Chen Tjing. Anggotanya terdiri dari
pemuda-pemuda kampung yang sigap dan bersemangat. Mereka bergabung dengan
sukarela tanpa dipaksa.
Ta
Yun membakar hati mereka dengan memaparkan kenyataan-kenyataan miris yang telah
dilakukan oleh salah satu keturunan Kaisar Yuan Ren Zhan. Ia juga menebarkan
empati kala menyumbangkan dan menyisihkan sejumlah uang klan Perkumpulan Naga
Muda untuk biaya pemakaman jasad-jasad gadis cilik yang tewas di tangan seorang
pedofilia imbesil, sehingga rakyat jelata bersimpati pada klan tersebut.
Biaya
penguburan tersebut merupakan sumbangsih yang sangat besar bagi rakyat miskin
di pedesaan. Pemakaman yang layak merupakan upaya terakhir keluarga korban
untuk menghormati almarhumah gadis-gadis cilik tak berdosa tersebut. Dalam
setiap acara pemakaman, Ta Yun selalu hadir. Di sana ia kembali membakar rakyat
dengan propaganda antipemerintah. Juga sebagai ajang penerimaan anggota baru
klan Perkumpulan Naga Muda.
Ta
Yun sangat cerdik memanfaatkan situasi.
Ia
memancing di air keruh. Ia tahu, jasus atau prajurit intelijen pemerintah sibuk
mengawasi para peserta Festival Barongsai sehingga tidak menyadari kehadiran
klan klandestin baru yang sudah mengakar di Ibukota Da-du. Mereka juga lebih
memusatkan perhatian pada pengawasan di daerah perbatasan saja. Jadi untuk
sementara ia dan klan Perkumpulan Naga Muda berada pada posisi yang sangat aman.
Selain itu ia memilih markas di sudut kota, di sebuah rumah tua tak
berpenghuni. Jauh dari pikuk dan aktivitas urban masyarakat perkotaan.
“Ketua
Ta, saya dengar kabar kalau Pangeran Yuan Ren Long sering main ke rumah bordil
‘Teratai Emas’, tidak jauh dari Istana Da-du,” celetuk seorang pemuda bertubuh
kurus dengan penampilan tidak terurus. Bajunya tidak terkancing sehingga dada
tipisnya tampak menonjolkan tulang rusuknya yang serupa jeroang. “Dari sanalah
dia menjemput anak-anak perempuan itu untuk kemudian diboyong ke Istana Da-du.”
“Saya
sudah tahu itu, A Yong,” kata Ta Yun, melirik sekilas ke pemuda ringkih dan
kotor itu, lalu menatap bergantian pemuda lain yang berada di deretan terdepan
darinya. “Setiap minggu dia pasti ke sana. Rupanya, mucikari pemilik suhian
itulah yang menjadi perantara. Dia menyuplai gadis-gadis cilik itu kepada Pangeran
Yuan Ren Long. Perbuatan itu sungguh keterlaluan. Tapi, jangan khawatir,
Saudara-saudara. Saya sudah menugaskan beberapa orang mata-mata untuk mengetahui
gerakan perempuan jalang itu. Juga dari mana dia mendapatkan gadis-gadis cilik
tersebut. Kalau tertangkap tangan, saya pasti akan membunuh dia di tempat!”
Semua
pemuda yang hadir di dalam pasamuan tersebut tampak menganggukkan kepala.
Beberapa di antara mereka manggut-manggut puas atas jawaban Ta Yun yang akan
menyikapi secara tegas tindakan tak berprikemanusiaan Pangeran Yuan Ren Long.
“Saya
dengar juga, hari ini merupakan jadwal Pangeran Berengsek itu mengunjungi rumah
bordil ‘Teratai Emas’, Ketua Ta,” timpal pemuda dekil itu kembali.
“Ya,
saya tahu,” angguk Ta Yun, sengaja mengeraskan suaranya ketika mengatakan
‘tahu’ tadi. Agaknya ia ingin menegaskan posisi dirinya yang serbatahu kepada
anggota-anggota bawahannya, buah dari kadar solipsismenya yang berlebihan.
“Tapi, kita tidak dapat sembarang bertindak. Di sana, Pangeran Trocoh itu dikawal
oleh adikong-adikong tangguh. Lagipula, ada beberapa puluh prajurit yang
menjaga pintu gerbang masuk suhian. Jadi, tidak mudah menyusup ke sana tanpa perhitungan
yang matang dan cermat.”
Pemuda
ceking yang bernama A Yong itu menyanggah. “Tapi, bukankah kita dapat menyamar
sebagai tamu suhian atau apalah, Ketua Ta?”
“Tidak
gampang. Tetamu dan pelanggan tetap yang hadir di sana saja diusir jika
Pangeran Yuan Ren Long hadir di sana. Mereka baru dapat berkunjung lagi saat
Pangeran Busuk itu meninggalkan suhian. Semua minuman ataupun makanan untuk
Pangeran Bejat itu diawasi ekstra ketat. Adikong-adikongnya akan mencicipi
terlebih dahulu minuman ataupun makanan yang disodorkan kepadanya sebelum si
Cabul itu sendiri menikmati minuman dan makanan itu,” urai Ta Yun, melipat
tangannya di dada dengan sikap tengil.
“Maaf,
Ketua Ta,” sergah seorang pemuda yang berwajah kasar dan bercambang tadi.
“Kalau begitu, selamanya kita tidak akan pernah dapat membunuh Pangeran
Berengsek itu! Bukankah hari ini merupakan saat yang tepat untuk membunuh
Laknat Jalang pembunuh anak-anak perempuan itu?! Kalau Anda mengulur-ulur
waktu, saya khawatir Pangeran Berengsek itu akan menjadi-jadi, merajalela
membunuh anak-anak gadis yang tidak berdosa. Dan, kita tidak pernah akan dapat
membunuhnya jika selalu diliputi rasa cemas dan takut!”
Emosi
Ta Yun mengubun kembali.
Digabruknya
meja usang di depannya sampai papan meja tersebut patah. Partikel debu tampak
mengepul seperti asap dan menabir di depan wajahnya yang memerah.
“Saya
tidak takut! Saya tidak takut! Dia pasti mati di tangan saya!” teriak Ta Yun
dengan suara mengideofon. “Tidak ada yang akan lolos dari tangan saya! Kalian
pikir saya tidak geram apa?! Kalian pikir saya tidak peduli terhadap tindakan
brutal Pangeran Busuk itu?! Saya ingin membunuhnya! Saya ingin
mencincang-cincang dia! Tapi, belum saatnya! Belum saatnya!”
Peserta
pasamuan diam membisu.
Hanya
terdengar derak papan meja yang patah di akhir guntur kalimatnya tadi. Sekarang
tak ada yang berani bicara atau menyanggah. Darah muda pemimpin mereka itu
kerap meledak-ledak seperti kepundan yang setiap dapat memuntahkan lahar
amarah. Dan ia tidak akan segan-segan mendepak anggota-anggotanya yang
membangkang, tidak setuju dengan jalan pikirannya.
Ambang sunyi tidak berlangsung lama. Ada suara
gabrukan pada daun pintu usang di samping tempat pasamuan berlangsung. Seorang
pemuda berwajah persegi dengan hidung bercupa besar seperti cingur babi masuk
dengan napas terengah-engah di tengah daun pintu yang terpentang.
“Ce-celaka,
Ketua Ta!” sahutnya keras-keras, masuk di ruangan pasamuan.
Ta
Yun mencodakkan kepalanya setelah menunduk beberapa saat lamanya tadi, menatap
repihan papan kayu yang patah oleh gabrukan tinjunya tadi. Disambutnya pemuda
yang berbaju kumal dan penuh debu itu.
“Ada
apa, A Seng?!” tanya Ta Yun tegas dan berwibawa.
Pemuda
yang bernama A Seng itu menghela napas panjang, berusaha menormalkan suaranya
yang menggemeletar. Diruyupkannya mata sesaat sebelum menjawab.
“Chiang
Kok dan Ma Wing menerobos masuk ke dalam rumah bordil ‘Melati Emas’. Mereka
berdua bermaksud membunuh Pangeran Yuan Ren Long yang hari ini bertandang ke
sana!”
Rahang
Ta Yun mengeras.
Gerahamnya
menggemeletuk sehingga terdengar seperti derak sisa pada bilah papan meja usang
yang patah tadi. Pemuda-pemuda lainnya semakin mendekat, seperti semut yang
menyerubungi gula.
“Kurang
ajar!” tukas Ta Yun, meletupkan amarahnya yang belum menyurut. “Mereka berdua
itu sok jagoan! Heh, dipikirnya membunuh Pangeran Busuk itu semudah membunuh
anjing buluk apa?!”
“La-lalu,
kita harus berbuat apa sekarang, Ketua Ta?!” tanya A Seng gugup. Tubuhnya masih
menggelemetar hebat meski sudah diwajarkannya dengan bersikap tegar.
“Mereka
berdua keras kepala!” Ta Yun mengumpat seperti menggumam, otot lehernya
mengejang membentuk galur-galur hijau serupa sulur daun. “Padahal, sudah
berkali-kali saya menasehati kalau tindakan kita tidak boleh dilakukan tanpa
rencana. Sekarang, mereka malah mengantar nyawa ke hadapan Pangeran Berengsek
itu!”
“Tunggu
apa lagi?!” seru Ta Yun mengambil ancang-ancang untuk lari membantu kedua
anggotanya yang nekat ingin membunuh Pangeran Yuan Ren Long. “Kita bebaskan
mereka dari suhian itu. Kenakan cadar atau topeng hitam kita. Jangan sampai
identitas diri kita terbongkar. Cepat!”
Ta
Yun melompat segesit kijang. Disambarnya senjata trisulanya yang berdiri
vertikal menyandar pada dinding kusam di belakangnya. Trisula merupakan senjata
andalannya. Tombak panjang bermata tiga itu telah banyak memakan korban di medan
laga. Masih setia menyertainya dalam serentetan pertempuran. Pemuda yang
lainnya ikut setelah mengambil senjata masing-masing. Beberapa puluh pemuda itu
menggunakan pedang. Beberapa lagi tombak. Juga golok maupun gada dan kapak.
Mereka
menghambur keluar dari markas dengan mengenakan pakaian hitam-hitam. Beberapa
pemuda langsung melompat di atas kuda masing-masing, dan menggebah kuda
tersebut dengan sepasang tumit sehingga binatang bernapas kuat itu lari seperti
kemukus. Malam gulita jadi riuh oleh derap-derap yang semakin menderas.
Ta
Yun mengekor di belakang.
Kudanya
melangkah lambat namun pasti. (blogkatahatiku.blogspot.com)