BLOGKATAHATIKU - Nilai tukar petani (NTP) yang diperoleh dari
perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang
dibayar petani (Ib), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat
kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian
dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin
tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli
petani.
Hal
tersebut diungkapkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Nusam Salam
saat menyampaikan Berita Resmi Statistik (BRS) terkait tingkat inflasi dan NTP di Gedung BPS,
Jalan Haji Bau, Makassar, Senin (1/2).
“Berdasarkan
hasil pemantauan harga-harga pedesaan pada Januari 2016, NTP di Sulsel secara
umum mengalami penurunan sebesar -0,15 persen dibandingkan Desember 2015, yaitu
dari 106,39 menjadi 106,24,” terangnya.
Menurutnya,
hal itu disebabkan indeks harga hasil produksi pertanian mengalami penurunan yang
lebih besar dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah
tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian.
“Bila
dibandingkan NTP Desember 2015, tiga dari lima subsektor mengalami penurunan,
yaitu subsektor hortikultura sebesar -0,09 persen, subsektor tanaman perkebunan
rakyat sebesar -1,56 persen, dan subsektor perikanan sebesar -0,31 persen,”
papar Nursam.
Adapun indeks
harga yang diterima petani menunjukkan fluktuasi harga beragam komoditas pertanian
yang dihasilkan petani. “Pada Januari 2016, indeks harga yang diterima petani mengalami
kenaikan pada subsektor tanaman pangan sebesar 1,50 persen, subsektor hortikultura
mengalami kenaikan 0,65 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat turun -0,69
persen, dan subsektor peternakan naik 0,46
persen, sementara subsektor perikanan mengalami penurunan -0,14 persen,”
urainya.
Melalui indeks harga yang dibayar
petani, sebut Nursam, dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang
diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
“Pada Januari 2016, indeks harga
yang dibayar petani mengalami kenaikan 0,70 persen bila dibandingkan Desember
2015, yaitu dari 122,34 menjadi 123,19. Ini berarti, indeks harga yang dibayar petani untuk
subsektor tanaman pangan naik 0,79 persen. Sementara, subsektor hortikultura
naik 0,75 persen, tanaman perkebunan rakyat naik 0,89 persen, subsektor peternakan
naik 0,44 persen, dan subsektor perikanan naik 0,17 persen,” tutupnya.