![]() |
BLOGKATAHATIKU/IST |
Season
of The Fireworks (03)
Oleh
Effendy Wongso
Rinai
Rambun Nova
Thimphu,
Kerajaan Buthan
12
September 2002
Kak
Sha,
Musim
dingin di Praha menggigilkan aku dalam sepi. Keindahan kota tua itu nyaris
hilang ditelan rambun salju. Sangat menyedihkan. Padahal aku ingin menyaput
lara dalam hatiku dengan genangan indah kenangan. Untuk itulah aku pergi dari
kota ini. Ritual melanglang buana aku cukupkan sampai di sini. Aku harus pergi.
Dan kembali ke kediamanku yang damai di sini, Buthan.
Jangan
menertawai tulisanku yang jelek ini. Karena di balik tulisan cakar ayamku ini
ada hal penting yang ingin aku ungkapkan pada Kak Sha. Dalam suratku kali ini,
ada impian dan kenangan yang selama ini tanpa kusadari telah membentuk seorang
Ye Sha sehingga mampu berdiri dengan kepala tegak menghadapi getir kenyataan.
Ketika semuanya babur dalam benakku, sekali lagi hanya Kak Sha-lah tempatku
melabuhkan keresahan. Aku minta maaf. Dan jangan menganggap Jong Gang Ye Sha-Ye
Sha Si Pemberani ini merupakan gadis pengganggu. Bukannya bintang Timur yang
senantiasa menerangi mereka yang tersesat. Sungguh, aku tidak pernah menganggap
Kak Sha sebagai talang yang menampung sempelah unek-unekku. Kenapa? Karena Kak
Sha adalah saudara sekaligus sahabatku yang terbaik di dunia.
Lewat
surat sepanjang cerita pendek ini aku ingin menitipkan salam untuk orang-orang
yang pernah demikian dekat di hatiku. Setiap mengingat mereka, hatiku serasa
berdarah. Diam-diam aku selalu menangis untuk itu. Tapi aku tidak pernah
menyesali, kenapa Tuhan menggariskan pertemuan seorang gadis pelarian Kerajaan
Buthan dengan seorang cowok amnesia konglomerat, Taoming Se.
Kak
Sha,
Sebenarnya
sejak dulu aku tahu ingatan Ase sudah pulih. Dia sudah pula menemukan cintanya
yang sejati terhadap Shancai saat aku
menghadapi kenyataan yang memilukan ini. Mulanya aku benar-benar tidak dapat
menerima kenyataan ini. Karena itulah aku dengan tamak menerima kebaikan Ase
untuk menemaniku berkeliling dunia terakhir kali.
Aku
hanya berpura-pura berani, bersikap tegar menghadapi sang kematian.
Sebenarnya
aku sama sekali tidak berani menghadapi kehilangan dan perpisahan. Karena
itulah aku melukis semua punggung manusia.
Membuat apa yang aku cintai seolah tidak lekang dari mataku. Hei,
mungkin aku terlalu egois. Mungkin aku terlalu picik menyikapi semua kenyataan
ini!
Naif,
ya?!
Tapi
akhirnya aku sadar, apa yang telah kita miliki tidak selamanya abadi. Suatu
saat semua akan lepas. Seperti saat vonis repertum dokter beberapa waktu lalu
bahwa usiaku yang mungkin memendek oleh penyakit meningoenchepalitis. Hah, lalu
apa artinya semua yang kita miliki sementara jiwa kita pun tidak dapat melekat
pada raga selamanya?!
Apa
artinya semua ini?
Ase
mendampingiku menjelajahi satu kota ke kota yang lain. Saat melihat dunia yang
indah ini, akhirnya aku sadar dan mengerti kenapa Tuhan melibatkan aku ke dalam
kisah Ase dan Shancai?
Tuhan
ingin aku belajar sesuatu!
Tuhan
ingin memaparkan sebuah ketegaran dan keberanian yang ditunjukkanNya lewat
seorang Shancai.
Aku
belajar dari gadis itu. Belajar atas kegigihannya mendapatkan cintanya yang
hilang! Belajar atas kesabarannya menunggu seseorang yang seolah dipampas dari
kehidupannya! Belajar dari perjuangannya menempuh kerasnya penentangan dirinya
oleh Taoming Feng, ibunda Taoming Se!
Aku
belajar sedikit demi sedikit dari Rumput Liar
itu. Bangun dari kekalahan. Bangkit dari kenyataan pahit tentang
kematian yang akan memendekkan perjalanan hidupku. Aku belajar untuk tabah
menghadapi penyakit yang akan memangkas usiaku yang kini cuma sejengkal tangan.
Aku
jadi lebih tegar seperti karang. Karena sesungguhnya hidup itu tidak serumit
yang dibayangkan banyak orang. Hidup untuk saling mengasihi tanpa pamrih
merupakan anugerah indah. Aku merasa bahagia telah menyatukan dua hati itu.
Aku
tidak terluka!
Sungguh.
Meskipun sesaat rasanya sakit, tapi kebahagiaan mereka telah menumbuhkan rasa
lain di hatiku. Jauh mengalahkan rasa sakit itu. Bahkan sama sekali menyaputnya
dengan sukacita. Aku telah membahagiakan orang yang paling aku cintai seumur
hidupku, Taoming Se!
Kak
Sha,
Mungkin
Kak Sha akan sinis menertawai romantisme ini. Terlalu cengeng barangkali? Tapi
sungguh, aku tidak terluka. Aku baik-baik saja. Jauh merasa lebih bahagia
ketimbang tetap memaksakan diri memiliki Ase seutuhnya. Kenapa? Karena dengan
begitu, cintaku akan tetap abadi di hati. Aku jadi bersemangat untuk bertahan
di dunia ini. Dengan ketulusan cintaku pada Ase, aku mendadak mengerti dan
paham bahwa aku harus hidup.
Ya,
aku harus hidup!
Aku
ingin tetap hidup. Tapi tentu saja semua itu tidak cukup hanya sebatas
kata-kata. Aku harus memperjuangkannya. Aku tidak boleh menerima nasib ini
begitu saja. Aku akan memperjuangkan kesembuhan diriku. Aku tidak boleh
menyia-nyiakan kobaran semangat yang telah kalian berikan untuk kesembuhanku
agar tetap dapat bertahan hidup. Kalau ingat ayah dan rakyat bangsaku yang
setiap hari mendoakan aku dalam ritual-ritual mereka, juga motivasi dan
dorongan moril Kak Sha, Ase dan Shancai, mana boleh aku begitu lemah
dipermainkan penyakit?!
Mana
boleh aku begitu?!
Kak
Sha,
Oleh
karena itu aku terus mengusahakan kesembuhan diriku. Menjalani serangkaian
terapi dan pengobatan. Dan pada akhirnya, lewat bantuan Ayah, aku menemukan
donatur sumsum tulang yang tepat. Ini mukjizat dari langit untukku, Kak Sha!
Ini
mukjizat!
Kak
Sha,
Saat
membaca suratku, mohon jangan menangis. Jangan mengkhawatirkan aku lagi. Karena
aku sudah kembali dengan selamat di Buthan. Karena akhirnya keyakinanku membuat
Tuhan tersentuh. Tuhan mendengar doa-doa kita semua. Tuhan memberikan mukjizat
melalui kesembuhan diriku. Operasi transplantasi sumsum tulang telah berhasil
aku jalani. Aku selamat. Aku bahagia. Sangat bahagia.
Kak
Sha,
Tolong
titip salam untuk mereka. Tolong sampaikan kebahagiaanku ini pada Ase dan
Shancai. Aku tahu Kak Sha tidak akan mengecewakan aku, bukan?
Well,
Aku
janji tahun depan akan berada di pabrik anggur kita di Barcelona. Aku akan
menantang Kak Sha minum anggur merah. Tapi sabar sampai tahun depan ya, Kak
Sha? Sebab masih banyak urusan di sini yang harus aku selesaikan. Aku masih
harus bersitegang dengan Ayah yang selalu mengharuskan aku ikut protokoler
Kerajaan Buthan. Harus berlaku layaknya Yang Mulia Tuan Putri Kerajaan. Manis
duduk di Istana untuk dipingit Pangeran, entah, dari Kerajaan mana! Bukannya
kucing liar yang kerjanya keluyuran dengan jins belel dan seperangkat alat
lukisnya!
Kak
Sha,
Jangan
tertawa membaca suratku. Jangan tertawa membayangkan Yang Mulia Tuan Putri Ye
Sha memakai gaun sepanjang kereta api, dengan sepasang sepatu berhak tinggi
semeter yang bakal bikin tersandung setiap menaiki undakan di tangga Istana.
Hahaha….
Kak
Sha,
Di
sini aku merasa jauh lebih baik ketimbang tiga tahun lalu saat kabur ke
Barcelona. Aku merasa lebih sedikit dewasa. Mungkin waktu telah mengajari aku
banyak hal. Sehingga beban pranata yang senantiasa dipikulkan ke pundakku oleh
pihak Istana, khususnya Ayahku, jauh terasa lebih enteng dan ringan. Mungkin
juga semua hal itu diandili besarnya pengorbanan cintaku terhadap Ase, yang
membuat aku jadi lebih dewasa dan mandiri. Entahlah. Yang pasti, aku merasa
Tuhan telah mengutus seorang Ase atau Axing ke dalam hidupku. Agar aku dapat
mengerti hakiki cinta yang sesungguhnya!
Kak
Sha,
Mungkin
sudah saatnyalah aku menghentikan hanya melukis punggung orang-orang lagi. Aku
ingin melukis wujud orang sesungguhnya. Karena dari keutuhan wujud lukisan
itulah aku dapat melihat keberanian seorang Ye Sha. Yang berani dan jujur
melihat sisik-melik kehidupan, dan menerima apa pun yang telah digariskan Tuhan
untuknya!
Terima
kasih untuk segalanya. Semoga Tuhan selalu melindungi Kak Sha, sahabat
terbaikku di dunia.
My
Luv 4 U
Ye
Sha Si Pemberani