![]() |
britaloka.com/Ist |
Season
of The Fireworks (09)
Oleh
Effendy Wongso
Ximen
Walau
aku bukan gadis istimewa
yang
bahkan namanya pun tak pernah kau tahu
tapi
aku berharap bisa meninggalkan
sesuatu
yang berarti dalam kenanganmu
sebab
aku cinta kamu
Xiao
Yu
Sesuatu
yang Istimewa
Shancai
menghela napas panjang. Dadanya berdebar. Setiap mengingat gadis dari Buthan
itu, ada rasa bersalah yang mengaduk-aduk hatinya. Kenapa harus Ye Sha yang
berkorban, dan membiarkan Taoming Se memilih gadis yang bernama Tong Shancai?
Kenapa ia begitu tolol mau melepas Taoming Se, dan membiarkan hatinya dirundung
sunyi. Padahal saat itu ia tengah bergulat dengan penyakitnya. Apakah ini yang
dinamakan takdir?
Shancai
menggigit bibir.
Semuanya
seperti mimpi. Sekarang ia berada di hotel ini. Menempuh kembali jalan-jalan
kenangan yang pernah dilaluinya bersama Taoming Se. Barcelona yang mempesona
memang telah menggamangkan hatinya. Ia sendiri tidak tahu mengapa dapat berada
kembali di tempat ini. Barangkali takdir mengharuskan dua hati bersatu. Seperti
ikrarnya dengan Taoming Se di bawah hujan meteor dahulu.
Tapi
setiap mengingat betapa sakitnya dua hati di pihak lain, maka rasa-rasanya ia
rela tidak dipertemukan dan dipersatukan kembali dengan Taoming Se untuk selama-lamanya.
Ye Sha dan Hua Ce Lei, dua hati anak manusia yang dirapuhkan cinta!
Sejenak
ia kembali ragu menekan tuts nomor telepon yang akan menghubungkannya dengan
telepon kabel di Istana Buthan. Ia tidak yakin dapat membendung emosinya saat
berbincang dengan salah satu keluarga Kerajaan Buthan di Thimpu tersebut. Namun ia harus fair menerima
kenyataan. Kalau ia menangis karena ketegaran Ye Sha, itu berarti Ye Sha memang
lebih pantas menerima cinta Taoming Se. Kalaupun akhirnya ia yang memiliki Taoming
Se, hal itu semata karena takdir.
Ya,
takdir yang telah ditentukan dari langit!
“May
I speak with Ye Sha.”
Sebuah
prosedur yang ia mafhumi sebagai protokoler sesaat setelah jemarinya dengan
gesit menekan tombol nomor pada pesawat telepon. Digebahnya romantika yang
bakal mengharu-biru.
Suara
seorang wanita di seberang sana menjawabi, membalas beberapa saat sebelum
terdengar nada tunggu. Lima belas detik sebelum akhirnya gagang telepon
terdengar diangkat.
“Halo….”
“Halo,
Ye Sha?!”
“Hai,
Shancai!”
“Ye
Sha….”
“Apa
kabar, Shancai?”
“Ak-aku…
ba-baik! Ka-kamu bagaimana?”
“Hm,
baik. Cuma sedikit masalah pada kesehatan. Biasa.”
“Ye
Sha, aku kangen sekali sama kamu!”
“Sama.
Aku juga rindu sama kalian semua. Eh, kamu di mana?”
“Aku
di Barcelona.”
“Hah?!
Kamu di Barcelona?!”
“He-eh.
Ceritanya panjang….”
Ye
Sha menyimak takzim suara separo tangis di horn gagang telepon. Mendengar kata
Barcelona, seolah-olah ia tengah dibangunkan dari mimpinya yang panjang.
“Ye
Sha….”
“Shancai,
kok kamu menangis sih?”
“Aku
bahagia dapat ngobrol dengan kamu, Ye Sha.”
Ye
Sha tertawa. “Tolol. Hei, aku tidak mau pertemuan kita, meski hanya via kabel
telepon ini, dibanjiri dengan airmata!”
Shancai
turut menderaikan tawa di antara sesenggukannya. “Tapi, aku bahagia sekali….”
“Aku
juga. Hm, eh kamu belum menceritakan untuk apa ke Barcelona?”
“Pokoknya,
ceritanya panjang. Ye Sha, kamu sekarang sudah sembuh benaran, kan?”
“Tentu
saja. Kalau tidak, mana mungkin kamu dapat mendengar suaraku saat ini.”
“Syukurlah.
Kami semua mengkhawatirkan kamu, Ye Sha.”
“Trims.
Berkat doa-doa kalian semua, aku berhasil menjalani operasi transplantasi
sumsum tulang dengan lancar.”
“Ya,
ya, memang. Kak Sha sudah menceritakan pada kami semua di Taipei tempo hari.”
“Kak
Sha masih sering mengontak aku via email ke sini, kok. Kadang-kadang salah satu
anggota F3 bergantian mengontakku.”
“Maksudku
meneleponmu….”
“Ya,
iyalah. Masa lewat telepati. Hahaha….”
Terdengar
derai tawa di seberang.
Shancai
masih tertawa. Namun hatinya menangis. Sungguh, Ye Sha telah berkorban
segalanya. Ia menggigit bibir. Besok lusa ia akan menikah dengan Taoming Se.
Oh, pantaskah pemuda itu bersanding dengannya? Bukankah lebih baik jika ia saja
yang berkorban, lalu membiarkan seorang Ye Sha bersama Taoming Se?
Sejenak
ia menggeleng.
Sungguh,
ia tidak tahu!
SELESAI