![]() |
BLOGKATAHATIKU/IST |
Season
of The Fireworks (06)
Oleh
Effendy Wongso
Janji
Sang Bintang Jatuh
Apakah
aku mencintai Hua Ce Lei?
Aku
sendiri tak tahu
Dia
pernah menjadi mimpiku
Tapi
mimpi beda dengan cinta
Mimpi
selalu indah
Tapi
cinta adalah nyata
Shancai
Taoming
Se, Cintaku yang Nyata
“Halo,
Lei….”
Hua
Ce Lei menyadari dirinya tengah termangu. Entah berapa lama ia terdiam tanpa
menjawabi panggilan Taoming Se di seberang sana. Ditanggapinya sesegera mungkin
panggilan personel F4 yang paling berpengaruh itu.
“Eh,
ha-halo, Ase….”
“Kamu
kenapa sih, Lei?” Suara di seberang sana bertanya dengan nada prihatin. “Kok
diam sampai lama begitu, sih? Apa kamu sakit?”
“Ti-tidak….”
“Lei,
kalian harus datang. Awas kalau tidak!”
Hua
Ce Lei menormalkan suaranya. Disikapinya dengan wajar berita gembira yang
didengarnya barusan dari Taoming Se. Ia memang harus ikhlas. Demi kebahagiaan
Shancai meskipun hatinya kecewa. Jangan sampai gugup tingkahnya menggambarkan
ketidakrelaan. Bukankah ia sendiri juga yang mendesak Taoming Se untuk mengejar
Shancai ke Barcelona?! Bahkan ia menyerahkan tiket pesawatnya sendiri kepada
cowok itu setelah memukul dagunya karena ngotot tidak ingin mengejar Shancai
lagi!
“Beres.
Kamu tidak usah khawatir. Momen bahagiamu dengan Shancai hanya terjadi sekali
dalam seumur hidup. Mana mungkin kami melewatkannya? Pasti akan kami rayakan
dengan pesta besar! Eh, kalau perlu akan kami borong semua kembang api yang ada
di Barcelona. Pestamu pasti bakal lebih meriah ketimbang ‘Season of The
Firework’ di Barcelona.”
Suara
di seberang sana tertawa. Hua Ce Lei turut menderaikan tawa. Personel F4
lainnya, juga Kak Sha turut tertawa. Mei Cuo mengangkat gelasnya ke muka ponsel
Hua Ce Lei. Seolah-olah hendak mengajak suara di seberang sana untuk bersulang.
Tingkahnya yang kocak diikuti oleh Ximen dan Kak Sha. Tiga detik terdengar
bahakan yang menggema.
“Hei,
kalian sedang apaan sih?” tanya Taoming Se di seberang sana. “Berisik sekali!”
“Kamu
pikir sedang apaan lagi sih, Ase? Ya tentu saja sedang merayakan kebahagiaan
kamu dan Shancai.”
“Oh….”
“So,
apakah kamu sudah menyiapkan segalanya?”
“Maksudmu?”
“Maksudku,
apakah kamu sudah minta restu dari orangtuamu?”
Suara
di seberang sana terdengar tercekat. Terdiam untuk beberapa lama. Sedetik
kesadaran berdenyar di kepala pemuda introver itu. Hua Ce Lei menyadari
ketololannya. Tentu saja seumur hidup Taoming Feng tidak akan pernah menyetujui
hubungan putra tunggalnya dengan Tong Shancai, gadis yang berasal dari keluarga
miskin. Yang sangat tidak sepadan dengan Taoming Se. Taoming Se yang merupakan
satu-satunya pewaris tunggal perusahaan konglomerat Taoming Enterprise!
Taoming
Feng merupakan duri dan kendala utama dalam kisah kasih antara Taoming Se dan
Shancai. Hati wanita separo baya itu seolah-olah terbuat dari pualam. Tidak
pernah tersentuh oleh ketulusan cinta Shancai pada putra tunggalnya. Dan ketika
Taoming Se memberontak, dan lebih memilih melarikan diri dari kungkungan
ibunya, prahara cinta lainnya pun datang susul-menyusul seperti badai.
Memporak-porandakan dua hati remaja itu.
Takdir
seperti mempermainkan mereka. Di saat cinta Taoming Se dan Shancai menyubur,
malapetaka malah datang menghancurkan segalanya. Taoming Se mengalami
kecelakaan parah di Barcelona, menyebabkannya geger otak akut sehingga amnesia.
Peristiwa tragis itu membuatnya melupakan semua identitas dan jati dirinya
sendiri, tidak terkecuali kenangan indah yang pernah dijalaninya bersama
Shancai dahulu.
Setahun
sudah peristiwa malang itu terjadi. Kini dua hati itu telah terpaut. Hua Ce Lei
tersenyum seperti biasa. Masakah aku tega menghancurkan kembali momen indah
mereka di Barcelona dengan ketidakrelaanku?! Desisnya dalam hati.
“Lei….”
“What?”
“Awas
lho, kalau kalian sampai tidak datang!”
“Don’t
worry. Besok pagi kami akan langsung terbang ke sana. Hm, doakan semoga kami
tiba dengan selamat besok petang di sana, ya?”
“Oke.
Tapi, janji ya untuk datang?”
“Jangan
khawatir.”
“Lei….”
“Ada
apa lagi?”
“Tolong
jangan beritahu siapa-siapa kalau aku dan Shancai akan married. Tidak
terkecuali orangtua Shancai. Juga Ching He. Kami berdua sangat merahasiakan hal
ini. Hm, aku tidak mau orangtuaku tahu kabar ini. So, tolong jaga baik-baik
rahasia yang kupesankan kepada kalian ini.”
“Oke,
oke. Pasti kami rahasiakan, kok! Kamu pikir aku mau melihat ibumu mengamuk dan
datang mencak-mencak ke Barcelona seperti dulu lagi?”
“Thank
you, Lei.”
“Wait,
Ase! Bagaimana soal pekerjaan Shancai?”
“Hm,
aku pikir Shancai akan memberitahu dan mengatakan pada atasannya di Avianca
Travel bahwa dia akan mengundurkan diri,
dan mungkin bekerja di sini.”
“Oh,
baguslah kalau begitu.”
“Apa
lagi yang ingin kamu tanyakan?”
“Tidak
ada. Hm, kalau begitu sampai besok ya? Jaga diri baik-baik, Ase. Sampaikan
salamku kepada Shancai.”
“Oke.
Akan kusampaikan.”
“Thank’s.
Bye.”
“Bye.”
Hua
Ce Lei mematikan ponselnya. Memandang ke arah ketiga sahabatnya yang masih
menyembulkan senyum separo girang. Tanpa diperintah, Mei Cuo langsung
mengaktifkan ponselnya. Menghubungi biro perjalanan kenalannya. Memesan tiket
yang akan menerbangkan mereka ke Barcelona besok pagi.
Kak
Sha kembali mengangkat gelasnya yang sudah nyaris tandas itu tinggi-tinggi ke
udara. Dengan suara keras khasnya, ia kembali mengajak sahabat-sahabatnya untuk
bersulang.
“Untuk
kebahagiaan Ase dan Shancai!”
“Ya,
untuk kebahagiaan Ase dan Shancai,” ujar ketiga personel F4, mengekori kalimat
Kak Sha yang sember.
Sedetik
setelah terdengar suara keras dentingan gelas di udara, maka membahanalah gelak
tawa keempat pemuda itu. Membelah keheningan dinihari di Taipei. Menembusi
langit kelam yang ditaburi gemintang.
***
Setelah
menghubungi sahabat-sahabatnya di Taipei, Taoming Se memandang Shancai yang
masih berdiri di ambang jendela, melayangkan pandangannya ke jalan protokol
depan hotel tempat mereka menginap. Wajahnya yang tirus terpantul cahaya dari
lampu penerangan kamar. Ada sosok mungilnya membayang di tubir jendela kamar
hotel. Riuh aktivitas malam di Barcelona seperti tidak pernah mati. Lalu-lalang
kendaraan, kelap-kelip temaram lampu penerangan kota, dan denyar samar irama
Flamenco dari kejauhan merupakan harmonisasi indah cinta mereka. Setahun lalu,
di hotel yang sama, ia dan Taoming Se merajut kebersamaan itu.
“Shancai….”
Gadis
berambut mayang itu mengalihkan perhatiannya dari noktah-noktah cahaya jauh di
bawah sana. Dipandanginya wajah sedikit tegang dan lelah kekasihnya. Ia
melangkah mendekat. Lalu duduk di gigir ranjang. Taoming Se menyambut sepasang
mata telaga gadisnya dengan menyembulkan senyum sisa euforia.
“Boleh
aku minta izinmu?” tanya Taoming Se, merapatkan duduknya di sisi Shancai.
“Apa
itu?” Shancai balik bertanya.
“Bagaimana
kalau pernikahan kita ini disampaikan kepada Kak Zhuang di New York?”
Shancai
terkekeh. “Chu Tou-Tolol. Kupikir ada hal penting apa? Siapa takut memangnya
kalau kabar gembira kita ini disampaikan pada Kak Zhuang? Ase, kupikir Kak
Zhuang pasti mendukung kita. Bukankah selama ini hanya dialah yang merestui
hubungan kita?”
“Iya,
sih. Tapi….”
“Apa
kamu takut Kak Zhuang bakal membocorkan dan memberitahukan pernikahan kita
kepada orangtuamu? Atau, kamu takut pernikahan kita ini akan sampai di telinga
orangtuaku di Taipei?”
“Bukan
begitu. Aku yakin kok kalau Kak Zhuang tidak akan membocorkan rahasia kita ini
kepada kedua orangtuaku. Justru, dia pasti merasa sangat gembira dengan
keputusan kita ini. Cuma yang bikin aku tidak enak hati adalah, bahwa
pernikahan kita ini masih dirahasiakan kepada orangtuamu, Shancai.”
“Kalau
demi kebaikan kita, apa salahnya? Anggap saja surprais buat mereka nantinya.
Yang pasti, demi rahasia kita berdua memang selayaknya tidak ada yang tahu
kecuali saudara-saudaramu di F4.”
“Aku
minta maaf sebesar-besarnya atas kelancangan kita ini, tidak meminta izin dan
restu dari kedua orangtuamu. Sebenarnya bukan maksudku begitu, Shancai….”
“Sudahlah,
Ase. Nantinya mereka juga bakal maklum, kok.”
“Tapi
aku merasa bersalah. Cuma, aku sudah mempertimbangkan matang-matang untuk tidak
memberitahu kedua orangtuamu itu. Pernikahan kita ini sakral, Shancai. Aku
tidak ingin pertemuan kita ini dipisahkan oleh orang-orang yang berhati egois
seperti Ibuku, Shancai. Makanya, aku bertindak agak ekstrim dan hati-hati.
Lagipula, pernikahan kita tidak dirayakan secara besar-besaran, kok. Aku ingin
pernikahan kita berjalan mulus di Gereja St Pons besok lusa.”
Shancai
mengangguk mafhum. Tak sadar airmatanya menitik. Pemuda di hadapannya kini
bukan lagi pemuda yang dikenalnya pertama kali di Universitas Ying De. Pemuda
itu sudah jauh berubah. Ia tampak lebih dewasa dan matang. Bukannya lagi
Taoming Se yang pongah. Yang terlahir dari keluarga konglomerat sehingga
menjadi jumawa!
Dan
ia semakin jatuh hati kepadanya.