![]() |
BLOGKATAHATIKU/IST |
Season
of The Fireworks (05)
Oleh
Effendy Wongso
Legenda
Gereja St Pons
Gereja
St Pons
Suatu
ketika dalam birama lawas
saat
langit Barcelona melembayung
menyimpan
legenda tentang kinasih
Takhta
suci sang cinta
karya
agung dari surga
Ketika
sayapku mengepak
hendak
menggapai impian
Merpatiku
Jing tak pernah datang
Menyepikan
aku dalam diam
dan
hanya menyisakan sebait lara di hati
Taoming
Se
Mohon
wujudkan impianku yang safa
Kebahagianmu
dengan Shancai
adalah
liuk lafazku
Sehingga
bilangan hari yang membentang
Tak
akan memaparkan kenangan berdebu
Hua
Ce Lei
Legenda
Gereja St Pons
Barcelona
masih menghadirkan kenangan yang sama. Jalan-jalan kenangan, setahun yang lalu,
tetap menyuguhkan keindahan natural tak berbanding. Di sini, setahun lalu, dua
hati yang bertaut telah dipisahkan oleh takdir. Malapetaka legenda cincin
meteor seolah menyaput kebahagiaan mereka berdua. Kecelakaan mobil di jalan
protokol Gereja St Pons akhirnya menghadirkan serangkain kisah miris. Pemuda
itu amnesia. Melupakan semua kenangan yang telah dirajut melalui serangkain
kisah semanis madu dan segetir empedu.
Lalu
lahirlah kisah baru. Ihwal pertemuannya dengan putri kerajaan dari Buthan yang
hidup hippies melanglang buana dari satu negeri ke negeri lainnya, Ye Sha.
“Kamu
belum menjawab ajakanku, Shancai!”
Gadis
itu tersenyum. Pemuda itu belum berubah. Sifatnya yang keras kepala telah
melelatukan ingatan dalam memori kepalanya. Universitas Ying De menyimpan
banyak kenangan dalam sepenggal romantika hidupnya. Di sana ada F4 yang selalu
ia antipati dan ia teriaki dengan kata: Chu Tou-Tolol. Ada pamflet peringatan
You’ll Be Dead bertanda F4. Ada Ching He
yang kocak. Ada Li Zhen sahabat karibnya yang berkhianat. Ada dosen yang
lembek. Ada Qian Hui yang sering pamer kekayaan. Dan seribu kenangan lainnya
yang tak terlupa.
“Perlukah
aku jawab?”
“Tentu
saja!”
“Hei,
kamu masih saja keras kepala.”
“Tentu
saja. Kalau tidak keras kepala, bukan Taoming Se namanya.”
“Chu
Tou-Tolol! Aku tidak suka Taoming Se. Tapi, aku suka Axing!”
Taoming
Se menderaikan tawanya. Shancai mengiramai tawa pemuda berlesung pipi itu.
“Axing
milik Ye Sha,” ujar Taoming Se setelah meredakan tawanya. “Kamu jangan tamak
memiliki dua-duanya, Axing dan Taoming Se.”
Sontak
senyum mungil itu menguncup. Uraian kalimat bernada gurau itu telah menohok
hatinya. Ada rasa sakit bila mengingat semua itu. Kurang lebih setahun lamanya
ia meniti jalan penantian itu. Menunggu sampai Sang Kekasih pulih dari amnesia.
Sebuah prahara trauma otak yang menimpa pemuda itu telah merampas
kebahagiaanya. Merebut orang terkasih dari sisinya.
“Dia….”
Seperti
menyadari dirinya telah mewarnai pertemuan mereka dengan lara, Taoming Se
secepat mungkin mengubah topik pembicaraan. Ia tahu ucapannya barusan telah
menyakiti hati gadis berambut mayang yang sangat dicintainya itu.
“Dia
sudah kembali ke Buthan. Hei, sekarang dia pasti sudah dipaksa berlaku menjadi
Tuan Putri lagi….”
“Kasihan
Ye Sha….”
“Shancai….”
“Maaf….”
“Ka-kamu
ti-tidak apa-apa….”
Gadis
itu mengangguk, mencoba menyembulkan senyum menutupi galau hatinya. Namun yang
dapat ia lakukan adalah menggigit bibir. Kepura-puraan menjadi hal naif.
Selamanya ia tidak pernah dapat menutupi perasaannya.
“Maafkan
aku, Ase. Mungkin….”
“Jangan
berpikir macam-macam lagi, Shancai. Kamu terlalu lelah.”
Shancai
mengangguk. Selayaknya ia memang tidak patut memaparkan kenangan lama di dalam
ruang sakral Gereja St Pons ini. Toh semuanya telah berlalu. Seharusnya ia
merenda harapan, menjelang hari-hari baru yang telah ditawarkan Taoming Se
kepadanya. Bukannya kisah suram yang memenggal romantika cintanya dulu.
Semilir
angin yang menelusup melalui tubir pintu utama Gereja St Pons sudah menusuk-nusuk
kulit dengan dinginnya yang menggigit. Taoming Se kembali memeluk tubuh
gadisnya. Atas nama cinta ia dan Shancai hadir di sini. Sebuah tempat legenda
keabadian cinta. Entahlah. Ia tidak terlalu meyakini hal itu. Yang pasti ia
telah berikrar untuk senantiasa mencintai gadisnya. Gadis yang telah dipampas
dari hari-harinya melalui sebuah musibah kecelakaan yang menyebabkannya
amnesia.
Api
kecil pada lilin-lilin lampai di muka altar yang tertiup angin seolah
melambai-lambai ke arah mereka ketika dua remaja itu melangkah keluar.
Barangkali turut merasakan kebahagiaan pertemuan dan pertautan dua hati yang
telah lama dipangkas oleh sang waktu.
***
Sudah
nyaris dini hari. Tapi ketiga pemuda itu enggan beranjak dari kafe. Bukan hal
yang gampang untuk dapat berkumpul bersama seperti sekarang. Reuni F4 minus
Taoming Se namun plus Kak Sha, memang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu
saja. Semua personel F4 memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Taoming Se masih
berusaha mendapatkan cintanya yang hilang. Ximen saat ini terlalu disibuki
dengan urusan kantor perusahaan ayahnya. Hua Ce Lei masih mencari nafkah dan
identitas dirinya di Jepang. Sementara Mei Cuo masih berusaha membangun
kehidupannya bersama Ing Sau Chiau sehingga nyaris tidak punya banyak waktu untuk
berkumpul bersama teman-temannya lagi.
Namun
untung Kak Sha membuka sebuah kafe kecil di Taipei. Jadi jika senggang, mereka
akan bertemu di kafe Kak Sha yang baru, Sha’s Café. Sejak kepergian Ye Sha ke
Buthan, Kak Sha tidak memiliki sahabat paling setia lagi. Ia merasa sangat
kesepian. Untuk itulah ia berinisiatif untuk membuka sebuah kafe kecil agar
dapat memiliki kegiatan di waktu-waktu luangnya yang basir. Di samping itu, ia
juga hendak menyatukan F4 kembali dalam sebuah tempat berkumpul. Dengan berbekal
modal selama bekerja sebagai petani kebun anggur di Barcelona, Kak Sha pun
menyewa sebuah rumah dan ditata menjadi kafe yang menjual aneka hidangan serta
minuman.
Dan
seperti malam ini, Kak Sha kembali menemani personel F4. Minum seperti biasa
sembari bersenda gurau mengusir kepenatan setelah bekerja sehari-harian.
“Ayo
kita bersulang untuk kebahagian pertemuan Ase dan Shancai di Barcelona!” ujar
Kak Sha, mengangkat gelas yang berisi Grand Sand tinggi-tinggi.
Sertamerta
ketiga personel F4 mengakuri toast yang ditawarkan Kak Sha. “Ya, untuk
kebahagiaan Ase dan Shancai!”
Terdengar
gelas berdenting di udara. Keempat pemuda itu minum setelah bersulang. Tidak
ada kecemasan dalam hari-hari mereka lagi. Taoming Se sudah sembuh dari
amnesia. Shancai sudah pula mendapatkan kembali cintanya yang sempat hilang.
Dan Ye Sha telah kembali ke Buthan setelah berhasil dengan selamat menjalani
operasi transplantasi sumsum tulang.
Setahun
mereka diliputi kecemasan. Solidaritas dan kesetiakawanan yang tinggi di antara
personel F4 membuat mereka peduli, dan berusaha menyelesaikan semua kendala
yang melanda salah satu personel F4. Siapa pun dan seberat apapun masalahnya.
Sekarang mereka merasa lega, dan dapat berkumpul lagi tanpa dibebani oleh
problema.
Ada
dering ponsel terdengar. Lei meredakan tawanya. Dikeluarkannya ponsel model
mini dari saku celananya. Dilihatnya layar biru ponselnya. Dan kontan tersenyum
ketika identitas sang penelepon tercantum di sana.
“Hei,
dari Ase!” jeritnya pelan sembari memperlihatkan ponselnya ke arah
sahabat-sahabatnya.
Ximen
mengulum senyum, berlipat tangan seperti biasa setelah membetulkan letak
kacamatanya yang sedikit melorot dari pangkal hidung. Mei Cuo menggeraikan
bilah-bilah rambutnya yang sebahu. Sementara itu, Kak Sha mengangguk-angguk dan
membolakan matanya dengan gaya lugunya. Semuanya tampak gembira, seolah-olah
dapat merasakan kebahagiaan Taoming Se dan Shancai di Barcelona.
“Hm,
rupanya Ase memang sangat beruntung. Baru saja kita membicarakan dia, tahu-tahu
dia menelepon. Dasar anak mujur!” tutur Mei Cuo, mengomentari deringan pada
ponsel Hua Ce Lei.
“Halo,
Ase. Apa kabar?”
“Baik.
Eh, Lei, kamu di mana?”
“Saat
ini aku bersama Ximen dan Mei Cuo di cafénya Kak Sha. Kak Sha juga sedang
menemani kami, kok. Hei, kamu belum menceritakan sesuatu kepada kami. Bagaimana
hubunganmu dengan Shancai di sana?”
“Everything
is ok! Lei, aku harap kamu beserta Ximen dan Mei Cuo dapat berangkat ke
Barcelona secepatnya. Kalau bisa besok pagi. Ajak pacar-pacar mereka sekalian
kemari.”
“Wait,
wait, Ase! Untuk apa kami ke Barcelona? Hei, kami tidak mau mengganggu acara
happy ending-mu dengan Shancai!”
“Tapi,
kali ini ada hal penting yang harus kalian saksikan. Lei, aku tidak mau
dianggap tidak setia kawan, dan melupakan kalian begitu saja ketika sudah senang.”
“Ada
apa, sih?”
Suara
Taoming Se di seberang sana terdengar menjerit girang sampai-sampai kedua
sahabat sejatinya, Mei Cuo dan Ximen dapat mendengarkan dari jarak cukup jauh.
“I
WILL MARRY SHANCAI THE DAY AFTER TOMORROW!”
Hua
Ce Lei terlongong. Ximen dan Mei Cuo seperti tersentak dari kursi. Suara yang
terdengar dari horn ponsel Hua Ce Lei seperti menghipnotis mereka. Tidak
sedikit pun pernah terlintas dalam benak kalau pertemuan dua hati tersebut akan
ditutup dengan ikatan sakral perkawinan.
“Lei,
kamu masih mendengarkan aku tidak?!”
Hua
Ce Lei mematung. Ponselnya masih menempel di daun telinga kanannya. Tapi tak
ada sepatah kata pun yang meluncur dari bibirnya. Hatinya giris. Gadis mungil
berambut mayang itu pernah menjadi bagian dari hidupnya. Banyak kenangan yang
tertoreh saat bersamanya. Tapi ia telah mengikhlaskan segalanya saat mengetahui
hanya Taoming Se-lah yang dapat membahagiakan hati gadis itu. Dan atas nama
cinta, ia mengorbankan diri untuk mengalah. Mundur dari kompetisi merebut hati
Shancai. Membiarkan Taoming Se, salah satu sahabat terbaiknya, memasuki
kehidupan Shancai.
‘Ada
apa lagi?! Pertandingan itu sudah usai,
Lei. Kamulah pemenangnya!’
‘Tidak,
tidak! Pertandingan itu belum usai! Kamu harus berani dan fair melanjutkan
pertandingan itu, Ase!’
Denyar
kenangan lama menguak di memori benaknya. Ia memang sengaja mengalah. Mengalah
demi kebahagiaan Shancai. Gadis yang sesungguhnya paling dicintainya!
Dan
selalu saja menutupi kekecewaan hatinya dengan tersenyum.