BLOGKATAHATIKU - Selain terkenal
akan candi, Yogyakarta juga sangat populer dengan wisata alun-alun. Setiap hari
ratusan orang datang, baik sekadar nongkrong maupun menikmati banyak permainan
dan kuliner khas.
Salah
satu ciri yang juga menjadi identitas bagi kota lama di Pulau Jawa adalah
adanya alun-alun pada pusat kotanya. Alun-alun di Pulau Jawa ini berupa sebuah
lapangan luas yang dikelilingi pohon-pohon. Salah satunya yang cukup populer
menjadi tujuan wisata adalah “Alun-alun” Yogyakarta. Pada Juni 2015, Public
Relation Manager Hotel Sahid Jaya Makassar, Leonora J Matulessy,menikmati
liburan di kota tersebut.
Ia
menjelaskan, tujuan utama ke Jawa adalah bertemu keluarganya di Klaten, salah
satu kabupaten di Jawa Tengah. Setelah bersilaturahmi, mumpung lagi di Jawa,
perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi tempat wisata terdekat, dan
pilihannya jatuh di Yogyakarta. “Meskipun hanya dua hari, tetapi sangat
berkesan bisa liburan bersama keluarga besar,” ungkapnya.
Kasultanan
Yogyakarta merupakan salah satu kerajaan Islam di Jawa yang memiliki “Alun-alun”
luas. Pada bagian depan Keraton Yogyakarta terdapat alun-alun utara, dan
alun-alun selatan pada bagian belakang. Kedua alun-alun tersebut mempunyai
fungsi masing-masing. Alun-alun utara dikenal dengan sebutan Alun-alun Lor. Sementara,
alun-alun selatan lebih populer dengan sebutan Alun-alun Kidul.
Alun-alun
Lor merupakan salah satu landmark Yogyakarta. Alun-alun Lor berbentuk persegi
dengan luas 150 meter persegi, dengan dua pohon beringin besar berpagar yang
berada di tengah alun-alun. Dua pohon beringin Besar itu masing-masing diberi
nama Kyai Dewandaru dan Kyai Wijayandaru. Pada masa lalu, di sekeliling
Alun-alun Lor ditanam 63 pohon beringin yang melambangkan umur Nabi Muhammad
SAW.
Beberapa
sumber menyebutkan, dulu permukaan alun-alun adalah pasir halus, digunakan
untuk tempat latihan para prajurit unjuk kehebatan di hadapan Sultan. Sultan
dan para pembesar kerajaan duduk di Siti Hinggil, beranda keraton yang memiliki
permukaan lebih tinggi untuk melihat atraksi para prajuritnya. Alun-alun Lor
juga digunakan untuk Tapa Pepe, suatu bentuk unjuk diri dari rakyat agar
didengar dan mendapat perhatian dari sultan.
Berdasarkan
keterangan yang didapatkan Leonora dari masyarakat sekitar, Alun-alun Lor
adalah dulu dikenal sebagai wilayah sakral, tidak sembarang orang diperkenankan
masuk. Ada aturan-aturan yang wajib dipatuhi jika ingin masuk. Misalnya, tidak
boleh menggunakan kendaraan, sepatu, sandal, bertongkat, dan mengembangkan
payung. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan kepada Raja Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Berbeda
dengan saat ini, Alun-alun Lor menjadi sebuah ruang publik yang bisa
dimanfaatkan setiap orang. Di sini, dapat dijumpai berbagai pedagang kaki lima
yang mengelilingi alun-alun dari pagi hingga malam. Pada waktu-waktu tertentu,
digelar beberapa acara, seperti Pekan Raya Sekaten, Perayaan Grebeg Maulud
Nabi, serta upacara terkait keraton lainnya.
Alun-alun
Lor akan menjelma sebagai sebuah tempat yang ramai dan dipadati banyak orang,
karena acara-acara tersebut selalu digelar di alun-alun ini. Acara lain yang
biasa diadakan di sini ini adalah pertunjukan seni budaya, konser musik, pasar
malam, sepeda santai, dan aktivitas lainnya.
Pada
bagian belakang Kesultanan Yogyakarta, terdapat Alun-alun kidul, yang menjadi
ikon Yogyakarta. Alun Alun Kidul biasa disingkat “Alkid”. Alun alun ini
dikelilingi tembok yang memiliki luas persegi, dengan lima gapura. Di alun-alun
ini juga terdapat sebuah kandang besar yang bernama “Nggajahan”. Tempat
tersebut dulunya dijadikan sebagai tempat memelihara gajah sang Raja, yang saat
ini sudah tidak ada lagi.
Alun-alun
selatan, dulunya merupakan tempat latihan baris prajurit keraton, sehari
sebelum upacara grebeg. Tempat itu juga sebagai ajang sowan abdi dalem wedana
prajurit berserta anak buahnya, di malam bulan Puasa tanggal 23, 25, 27 dan 29.
Namun sejak Sri Sultan HB VIII bertahta, pisowanan ini dihentikan.
Permainan
Mistis “Masangin”
Yang
menarik pada objek wisata Alun-alun Kidul di Yogyakarta ini adalah adanya
permainan “mistis” yang bernama “Masangin”. Ini merupakan permainan turun temurun.
Dalam permainan, pengunjung berjalan dengan mata tertutup dan lewat di antara
dua pohon beringin besar yang berada di sana. Kelihatannya memang mudah, tetapi
banyak juga orang yang berbelok atau bahkan berbalik. Jika pengunjung tidak
membawa penutup mata sendiri, bisa menyewa Rp 4 ribu, dan bisa dipakai selama
yang diinginkan.
Permainan
itu menurut kisah masyarakat setempat, sebut Leonora, berawal dari sebuah
mitos. Pada masa kerajaan Sultan Hamengkubuwono I, ada seorang putri yang
cantik rupawan. Kecantikannya begitu terkenal, banyak pemuda yang jatuh hati
dan ingin melamarnya. Namun, tidak mudah untuk menaklukkan hati sang putri.
Pasalnya, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu pemuda yang melamarnya harus
dapat melewati celah pohon beringin kembar dengan mata tertutup.
Konon,
orang yang dapat melewati celah beringin tersebut adalah seseorang yang
mempunyai hati bersih dan tulus. Banyak yang mencoba, tetapi tidak ada yang
berhasil, kecuali anak Prabu Siliwangi yang akhirnya menjadi suami sang putri.
Selain itu, tempat ini pernah dijadikan sebagai pertahanan gaib untuk mengecoh
pasukan Belanda yang ingin menyerang keraton agar mereka kehilangan arah.
Dengan
adanya mitos itu, menambah daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya. Peristiwa
terbakarnya salah satu pohon beringin kembar Alun-alun Kidul di Keraton
Yogyakarta pada Agustus 2014, sempat
menjadi perhatian masyarakat. Itu lantaran muncul lagi mitos terhadap
bakal pertanda buruk yang akan terjadi setelah terbakarnya pohon beringin, yang
kerap disebut “Ringin Kurung” itu.
Selain
permainan Masangin, pengunjung juga bisa mencoba naik sepeda atau becak yang
sudah dihiasi lampu LED warna-warni. Setelah lelah, bisa menikmati makanan yang
banyak dijual pedagang di sekeliling alun-alun.
Pusat
Belanja Murah di Malioboro
Nama
Jalan Malioboro di Yogyakarta identik dengan wisata belanja murah untuk
oleh-oleh. Selain itu, kawasan ini juga dikenal sebagai tempat kuliner lesehan.
Sebelum pulang ke Makassar, Leonora menyempatkan diri berbelanja oleh-oleh di
tempat ini.
Di sepanjang jalan, baik sisi kiri maupun kanan,
mulai dari Stasiun Tugu hingga Kantor Pos, tersedia ratusan penjual
barang-barang murah. Kebanyakan menjual pakaian maupun pernak-pernik unik.
Berbelanja di Maliobo memerlukan keahlian untuk tawar menawar harga.