BLOGKATAHATIKU - Bank Indonesia (BI)
mencatat penyaluran kredit perbankan untuk kakao masih minim. Hal itu
dipengaruhi kurangnya hasil produksi perkebunan kakao dari petani.
BI melansir, hingga
Oktober 2015, penyaluran kredit di sektor perkebunan masih tertinggi di bidang
pertanian, menyumbang sekitar 80 persen atau sekitar Rp 1.200 triliun. Namun,
khusus untuk komoditi kakao masih relatif rendah di bawah angka 10 persen.
Hal tersebut terungkap
belum lama ini dalam seminar nasional “Peningkatan Daya Saing Kakao” di Baruga
Mangkasara, Gedung BI, Jalan Jenderal Sudirman. Direktur Tanaman Tahunan dan
Penyegar Kementerian Pertanian, Dwi Praptomo Sudjatmiko, menjelaskan,
secara nasional produksi kakao terus mengalami penurunan sejak beberapa tahun
terakhir, dengan jumlah produksi pada 2014 sebesar 709 ribu ton. Jumlah
produksi tersebut dihasilkan dari luas lahan produksi 1,7 juta hektare dengan
kontribusi Sulsel sekitar 64,85 persen.
Ada beberapa
permasalahan yang dihadapi sehingga produksi salah satu komoditi ekspor
unggulan tersebut menciut. “Di antaranya lantaran produktivitas rendah, juga
akibat sebagian besar tanaman tua atau rusak. Selain itu, aktivitas pertanaman
belum menghasilkan bibit unggul, yang terjadi karena kurangnya perawatan
tanaman, rendahnya tingkat iseminasi teknologi. Hal ini juga dapat terjadi
akibat minimnya tenaga penyuluh hingga kualitas biji kakao yang dihasilkan
masih rendah,” papar Praptomo.
Faktor lain yang turut
mempengaruhi hal tersebut di antaranya terkait kelembagaan petani yang belum
kuat. Oleh karena itu, pihaknya membuat strategi pengembangan kakao
berkelanjutan melalui intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan, dan
intercropping tanaman kakao dengan kelapa.
Saat ini, sebut
Praptomo, Indonesia berada di urutan ketiga penghasil kakao terbesar dunia.
“Perlu diwaspadai jika produksi terus merosot yang dapat menurunkan hasil.
“Sejauh ini, kami melihat trennya turun karena ada el nino yang terjadi beberapa
bulan. Juga karena ada petani yang mengalihkan tanamannya, karena harga masih
belum stabil,” bebernya.
Ditambahkan, meskipun ada el nino yang
mempengaruhi produksi kakao, namun petani tetap dapat meningkatkan nilai tambah
melalui fermentasi, mengolah bahan setengah jadi menjadi olahan jadi, dan tetap
berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian.