Hong,
melesatlah
ke angkasa
biarlah
aku menatapmu sejenak
dan
menikmati kepak sayap indah nirwanamu
Fa
Mulan
Refleksi
Tinju Hong Terbang
“Siapa
itu?!”
Fa
Mulan melompat dari salah satu binara Tembok besar.
Sesaat
ia seperti kelelawar di rimba malam, mengepak dan terbang sebelum tiba di
tanah. Dikejarnya sesosok berpakaian hitam-hitam yang sedari tadi menyender di
dinding Tembok Besar. Matanya jeli menangkap orang yang mencurigakan tadi.
Pasti
salah seorang jasus musuh! pikirnya.
Sosok
hitam-hitam itu melesat. Menapaki udara dengan gingkang. Menjauhi Fa Mulan yang
masih gesit mengejarnya, juga dengan menggunakan gingkang seringan kapuk.
“Berhenti!”
Fa
Mulan menendang dinding Tembok Besar, memantul dan salto, lalu berhenti di
depan sosok berpakaian hitam-hitam itu setelah melangkahinya sedepa dari atas
udara tadi. Sosok berbadan sedang itu menghentikan langkahnya. Fa Mulan
berkacak pinggang di hadapannya. Menahan lajunya yang secepat kijang.
“Mohon
jangan menyulitkan saya, Nona!” ancam sosok bersuara bariton itu, melepas kedok
hitamnya. “Tentu saja kalau Anda tidak ingin mendapat masalah!”
Fa
Mulan menatap mawas.
Wajah
lelaki itu menyembul purna. Sepasang mata bundar dan kulitnya yang secoklat
jati itu telah menyimpulkan kalau ia bukan berasal dari suku-suku bangsa yang
ada di Tionggoan.
“Saya
tidak akan menyulitkan Anda bila menjelaskan apa tujuan Anda ke perbatasan
Tembok Besar ini!” jawab Fa Mulan dengan sikap bersiaga, masih menentang lelaki
berwajah aristokrat tersebut.
“Ini
urusan dalam negeri kami, Nona! Saya kira tidak etis apabila Nona mencampuri
urusan kami!”
“Tentu
saja saya akan ikut campur bila Anda mengganggu stabilitas di wilayah kekuasaan
kami!”
“Maaf
kalau begitu,” sahut lelaki berkostum lotong itu, sedikit membungkuk dengan
tangan kanan menyampir punggung bawah, mengisyaratkan hormat. “Saya tidak akan
segan-segan lagi terhadap Nona!”
Lelaki
itu merangsek maju, mengarahkan telapak tangannya ke arah wajah Fa Mulan. Fa
Mulan mengelak, menggoyangkan kepalanya ke kanan bersamaan dengan satu
tangkisan tangan kirinya yang membentur keras tinju telapak lelaki itu. Lelaki
bertubuh sedang itu melayangkan satu tendangan keras, mencangkul dari arah kiri
ke kanan. Namun Fa Mulan sudah mengantisipasi, kembali mengelak dengan gerakan
salto satu langkah sehingga tendangan keras itu hanya menerpa angin.
Pertarungan
masih berlangsung sengit dan seimbang.
Lelaki
itu mengeluarkan jurus asing, gerakan tangannya bergerak diagonal, memutar
beberapa saat sebelum jurus tersebut mengokoh dengan kaki membentuk kuda-kuda,
seperti menghimpun tenaga dari dalam perut dan menyalurkan tenaga ke dalam
kedua tangannya yang berotot. Dalam hitungan sepuluh detak jantung, tiba-tiba
lelaki itu mengentakkan sepasang telapaknya ke arah Fa Mulan.
Fa
Mulan terdorong tiga tindak ke belakang.
Ia
terempas oleh embusan angin tenaga dalam lelaki itu, sebelum akhirnya tubuhnya
berhenti dan refleks berdiri stabil dengan jurus Menara Burung Hong-nya, salah
satu gerakan dinamis dari jurus Tinju Hong Terbang ciptaannya. Satu kakinya
membentuk tongkat galah menahan limbung tubuhnya, seperti cakar burung hong
yang mencengkeram erat tanah. Telapak kakinya membekas di tanah. Satu bukti
bagaimana kuatnya tenaga dalam lelaki asing itu yang mendorong tubuhnya
sehingga bergeser sejauh lima kaki.
Menyadari
dirinya terdesak, Fa Mulan pun mengeluarkan jurus andalannya. Tinju Bunga
Matahari siap meladeni jurus asing lelaki itu. Tinju Bunga Matahari yang luwes
tetapi bertenaga itu memang sepadan untuk melawan tinju-tinju keras semacam
itu. Selain karena memiliki serangkaian elastisitas gerakan-gerakan bunga,
Tinju Bunga Matahari juga mengandalkan telapak tangan sebagai penumbuk dan
penangkis.
Lelaki
berkucir sebahu digelung dengan tali ekor rubah itu melemparkan badannya ke
udara. Ia bergulung-gulung seperti puting-beliung, menukik tajam horizontal
pada tubuh Fa Mulan dengan sepasang kepalan tangan yang mengarah ke bagian
kepala. Namun secepat kilat Fa Mulan mengembangkan kakinya, menyelonjorkan
punggung betis dan pahanya ke tanah dengan gemulai, otomatis merunduk dari
terkaman lawan. Lelaki itu hanya menghalau angin. Sasarannya hampa. Dan ia
nyaris terpelanting karena gasingan keras tubuhnya sendiri.
Fa
Mulan berdiri dengan gemulai setelah berhasil menghindari serangan dahsyat
lawan. Sepasang kakinya menguncup ke atas serupa dua bilah dahan yang-liu yang
bergeletar tertiup angin. Matanya mawas mengekori tubuh lelaki itu yang sudah
sampai di tanah, dan berdiri seimbang dengan sikap kuda-kuda.
Fa
Mulan mengambil inisiatif untuk menyerang. Diangkatnya sebelah kakinya
mencangkung di depan dada serupa kaki belalang, siap mematuk seperti bangau
dengan kelepak bentangan sayap tangannya. Tidak lama kemudian, tanpa
disangka-sangka lelaki itu kembali mengibas-ibaskan tubuhnya saat Fa Mulan baru
saja hendak menyerang. Kali ini ia berputar lebih hebat seolah golok yang
sedang mencacah angin.
Fa
Mulan meluruskan lengkungan kakinya, menyepak cepat. Namun tendangannya
meleset. Hanya terdengar derau embusan. Gelungan kucir lelaki itu terlepas
karena sambaran tendangan Fa Mulan yang sangat keras. Rambut lelaki itu
terburai.
Sementara
itu terdengar suara riuh dari kejauhan. Puluhan prajurit Yuan datang menyerbu,
langsung dipimpin oleh Shang Weng dari salah satu binara penjagaan di Tembok
Besar. Lelaki itu terkesiap. Mengendurkan otot-ototnya. Ia mengatupkan sepasang
tangannya ke depan.
“Maafkan
saya, Nona!” sahutnya. “Saya sudah menyusahkan Anda.”
“Anda
siapa?!” tanya Fa Mulan penasaran.
“Saya
Kao Ching dari Mongolia. Sebenarnya bukan maksud saya untuk memata-matai kubu
Yuan di perbatasan Tembok Besar ini. Tapi, saya hanya ingin tahu seberapa
banyak pasukan ayah saya di sini!”
“Pasukan
ayah Anda?!”
“Pemimpin
Agung Genghis Khan!”
“Jadi….”
“Saya
datang kemari justru bermaksud untuk menghalau mereka kembali ke barak. Saya
tidak setuju dengan perang. Perang sudah banyak menyengsarakan rakyat Mongol.
Saya yakin, Anda pun pasti sepaham dengan saya, bukan?!”
Fa
Mulan terlongong.
Ia
mematung sampai prajurit Yuan pimpinan Shang Weng sudah berada lima belas depa
darinya. Lelaki yang bernama Kao Ching itu menabik sebelum ratusan prajurit
Yuan sampai di tempatnya berdiri.
“Kungfu
Anda hebat, Nona!” teriaknya, lalu melesat cepat seperti terbang. Ia menghilang
di rimba malam bersamaan dengan melamurnya teriakan pertanyaannya. “Hei, nama
Anda siapa, Nona?!”
Fa
Mulan masih membeku di tempatnya berdiri. Tetapi spontan tanpa sadar ia
menjawabi pertanyaan pemuda aneh yang sesaat barusan bertarung dengannya.
“Saya
Fa Mulan, Asisten Kapten di Kamp Utara Yuan!”
Lalu
semuanya menghilang begitu saja. Hanya malam yang memekat dalam birama sunyi
bertabuh ratusan derap sepatu para prajurit Yuan, serta teriakan-teriakan
bising dari kerongkongan mereka yang serupa racau. Lelaki Mongol itu sudah
menghilang tak terkejar.
Fa
Mulan masih terlamun.
Sungguh.
Ia sungguh-sungguh terkesima. Pemuda Mongol itu merupakan musuh aneh yang
seumur hidup baru ditemuinya!
Dan
ia baru terjaga dari lamunan ketika matanya membentur sebuah belati bersarung
emas di tanah. Milik musuh aneh itu. Gegas tangannya memunguti belati yang
tercecer itu. Dibantu penerangan lamur bulan yang menggantung di langit, ia
dapat menangkap sebaris huruf kanji tergraver di sarung belati tersebut.
Fa
Mulan menyipitkan mata.
Diejanya
tulisan itu. Harafiahnya, ‘Rajawali Satu’. Dimasukkannya belati bersarung emas
itu ke dalam ikat pinggangnya tepat ketika Shang Weng berdiri di hadapannya.
“Kamu
tidak apa-apa, Mulan?!” Shang Weng bertanya dengan rupa cemas.
Fa
Mulan menggeleng.
Sementara
itu ratusan prajurit Yuan memencar mencari sosok yang bertarung dengan
atasannya barusan.