Melambungkan aku setingkat
Aku seperti walet di udara
Kepak-kepaknya mengirama
menyatu dengan awan nan
putih
Inilah kehalusan budi
yang diajarkan alam padaku
Fang Wong
Refleksi Taichi Chuan
Keberhasilan Fa Mulan
memukul mundur musuh disambut gegap gempita oleh pihak Istana Da-du. Kaisar
Yuan Ren Zhan tidak pernah segembira kali ini. Berkali-kali ia memuji
kecerdikan strategi dan taktik kamuflase Fa Mulan di Tung Shao. Para atase
militer di markas besar militer pusat sama sekali tidak menyangka Fa Mulan
dapat menerapkan strategi jitu untuk menggentarkan lawan tanpa terjadi
pertumpahan darah. Mereka sepakat untuk menaikkan pangkat Fa Mulan pasca
pemberontakan Han nanti.
Sementara itu berita tentang
mundurnya pasukan Han pimpinan Jenderal Shan-Yu dari zona tempur Tung Shao
menjatuhkan moral pasukan Han lain, yang beberapa di antaranya sudah melintasi
Tembok Besar. Han Chen Tjing kecewa. Karena daerah yang dianggapnya lemah dan
hanya dijaga prajurit Divisi Infanteri, justru dapat menaklukkan serdadunya
yang berkekuatan sangat besar.
Ia sekarang seperti mati
kutu.
Di perbatasan Tembok Besar
sendiri sudah tidak mudah mereka lewati lagi. Kaisar Yuan Ren Zhan telah
menambah armada perangnya dengan satu divisi baru yang sangat tangguh, Divisi
Kavaleri Fo Liong. Prajurit-prajurit Yuan itu dibekali dengan Fo Liong. Sebuah
senjata pemusnah massal. Dapat menghancurkan lawan satu peleton dari jarak jauh
dengan sekali tembakan.
Keparat, makinya dalam
hati.
Persekutuan dengan Setan
Putih ! Kaisar Yuan Ren Zhan memang harus dipenggal. Kepalanya akan
dipersembahkan untuk para leluhur Han, sumpahnya.
Han Chen Tjing melompat
seperti terbang.
Ditumpahkannya amarahnya
dengan serangkaian jurusnya yang memukul angin. Kibasan-kibasan Telapak Tangan
Besi-nya berdesing-desing. Membelah beberapa dahan-dahan pohon cemara udang
tanpa senjata, hanya dengan telapak tangannya yang sekuat sangkur baja.
Mantan biksu itu
berputar-putar sesaat seperti propeler, menghamburkan pasir ke segala arah.
Beberapa dari partikel pasir itu melubangi dedaunan akasia di dalam halaman
rumah.
Ia masih berputar,
berkelebat seperti kepak-kepak elang, lalu berhenti pada satu titik ketika
tangannya yang kokoh seperti beton itu menghantam satu batang pohon cemara
udang. Tenaga dalam Kingkong-nya membekas di pohon. Lalu selang berikutnya
batang pohon tersebut berderak, membelah dan patah.
Sepuluh tahun yang lalu ia
dikeluarkan dari biara Shaolin setelah bertarung dan melukai Fang Wong. Di
biara Shaolin, Han Chen Tjing sering melakukan keonaran. Ia juga indisipliner.
Selain itu ia diam-diam selalu belajar ilmu silat dari perguruan hitam. Biksu
Pha Tou mengusirnya dengan paksa setelah berduel di halaman biara.
Pertarungan tersebut
berlangsung seimbang. Pada waktu itu Biksu Pha Tou sama sekali tidak menyangka
Han Chen Tjing dapat menandinginya. Padahal ia sudah mengerahkan seluruh
kemampuan kungfunya. Bahkan kungfu yang belum diajarkan kepada murid-murid
baru.
Dalam akhir pertarungan
itu, Han Chen Tjing dapat ditaklukkan. Tetapi Biksu Pha Thou terluka parah. Dan
akhirnya meninggal dunia setahun kemudian akibat akumulasi pukulan Telapak
Tangan Besi Han Chen Tjing, yang menghancurkan organ dalam tubuh biksu tua
wakil pemimpin biara itu.
Han Chen Tjing kabur dari
biara Shaolin dengan menanggung malu. Ia tidak rela. Dan berniat membalas
dendam suatu hari. Berbekal kesumat itulah ia semakin giat mempelajari beberapa
ilmu silat yang ada di Tionggoan. Ia ingin membalas kekalahannya saat bertarung
dengan Biksu Pha Tou.
Tiga tahun setelah
kejadian miris itu, ia kembali ke Shaolin hendak menantang Biksu Pha Tou. Namun
alangkah kecewanya ia saat mendapati kenyataan bahwa Biksu Pha Tou ternyata
sudah meninggal. Karena tidak mungkin dapat bertarung lagi dengan biksu tua
yang mengalahkannya dulu, maka ia mengobrak-abrik seluruh ruangan biara.
Ia hendak mengalihkan
tantangannya ke Biksu Yang Fei, pemimpin tertinggi biara. Wong Qi Bei dan Huan Chen-Liang yang saat itu
sedang berguru di Shaolin mencegah niatnya dengan bertarung di luar biara.
Mereka mengadang Han Chen Tjing yang ingin menantang Biksu Kepala pemimpin
tertinggi Shaolin tersebut setelah sebelumnya mendapat legitimasi untuk menjaga
Shaolin, dan mematuhi amanat agar tidak seorang pun dapat mengganggunya
bermeditasi di ruang bawah tanah biara.
Pertarungan tidak seimbang
itu dapat dimenangkan dengan mudah oleh Han Chen Tjing. Setelah mengalahkan
Wong Qi Bei dan Huan Chen-Liang, Han Chen Tjing kembali mengaduk-aduk biara.
Ketika itu ia hendak mencari Fang Wong, saudara seperguruannya yang
dikalahkannya beberapa tahun lalu.
Rupanya ia masih menyimpan
dendam kepada Fang Wong, yang memergokinya belajar ilmu silat hitam, sebuah
pantangan besar bagi para biksu Shaolin, dan menganggapnya sebagai biang
pengadu yang menyebabkan dirinya diusir dan dikeluarkan secara tidak hormat
dari Shaolin.
Fang Wong yang masih
terluka akibat pertarungannya dengan Han Chen Tjing tiga tahun lalu, ternyata
sudah meninggalkan biara sejak setahun lalu. Pemuda itu kabur ke sebuah dusun
di sebelah tenggara Tionggoan. Di sana ia mengalami masa-masa paling sulit
dalam hidupnya. Pukulan Telapak Tangan Besi dan Kingkong Han Chen Tjing memang
telah membuatnya menjadi orang setengah lumpuh.
Di dusun itu ia diobati
oleh seorang tabib tua yang tinggal beserta seorang putrinya. Selama hidup
sebagai petani, Fang Wong selalu dihantui oleh peristiwa tragis yang hampir
merenggut nyawanya. Sosok Han Chen Tjing selalu membayanginya. Setahun kemudian
ia mengidap skizofrenia. Tidak lama berselang menjelang penyembuhan, ia
diilhami sebuah fenomena alam sehingga dapat menciptakan wushu unik, Taichi
Chuan.
Dalam masa-masa
penyembuhan luka dalam dan trauma psikisnya, ia mengajari anak-anak kampung
wushu ciptaannya. Salah satu muridnya yang paling menonjol adalah Fa Mulan.
Satu-satunya anak gadis yang belajar wushu kepadanya secara sembunyi-sembunyi.
Setelah biara Shaolin
diobrak-abrik oleh Han Chen Tjing, Wong Qi Bei melarikan diri ke Guandong. Di
sana ia hidup madani. Menjadi tabib setelah belajar medika tradisional
Tionggoan, akupuntur dan Totok Nadi, dan membuka sebuah kedai obat.
Sementara itu Huan
Chen-Liang hijrah ke Shandong. Di sana ia mengikuti jejak Wong Qi Bei. Membuka
kedai tekstil, menjual aneka kain dan benang yang dibeli dari pedagang-pedagang
Mongol yang sudah mengelilingi berbagai negeri melalui Jalan Sutra. Mereka
memang menghindari hiruk-pikuk dunia persilatan yang babur.
Han Chen Tjing pun pulang
kembali dengan tangan kosong dan dendam tanpa balas. Selama masa transisi
batinnya yang penuh dengan angkara dan amarah itu, ia pun melibatkan dirinya di
dalam kancah politik. Ia membentuk klan Kelompok Topeng Hitam yang
antipemerintah dan bergerak klandestin melawan Kekaisaran Yuan. Namun pada
kenyataannya, klan bentukannya tersebut telah melenceng jauh dari misinya yang
semula. Kelompok Topeng Hitam lebih dikenal sebagai kelompok garong
dibandingkan klan klandestin yang bertujuan menggulingkan Kekaisaran Yuan.
Gerakan-gerakan Han Chen
Tjing berhenti seketika ketika Shan-Yu berdiri di ambang pagar halaman.
Lamunannya pun membuyar oleh selantun kalimat bariton lelaki itu.
Shan-Yu mengabari dengan
suara sayup. “Saya membawa kabar buruk!”
“Saya sudah tahu!” seru
Han Chen Tjing dingin. Disekanya peluh yang membanjiri tengkuk dan lehernya
dengan sapuan ujung lengan bajunya.
“Saya tidak menyangka Fa
Mulan dapat secepat itu merangkum banyak prajurit di Tung Shao!” Shan-Yu
mengurai alasan.
Han Chen Tjing mengibaskan
tangannya. “Sudahlah. Yuan Ren Zhan memang cerdik. Dia lebih berbahaya dari
ayahnya, Yuan Ren Xing.”
“Ketua Han, jadi apa
selanjutnya rencana Anda untuk menghancurkan Dinasti Yuan?” Shan-Yu melangkah.
Berhenti simetris dengan sebatang cemara yang tumbang oleh pukulan dahsyat
Telapak Besi Han Chen Tjing.
“Kita tidak memiliki
serdadu sebanyak mereka!” urai Han Chen Tjing ragu. “Menyerang mereka secara
frontal di Tembok Besar sudah tidak mungkin kita lakukan lagi!”
“Apa Fo Liong mereka
begitu hebat, Ketua Han?!”
“Anda sudah mendengarnya
juga, Jenderal Shan?”
“Dari jasus yang sudah
menyelinap ke Ibukota Da-du.”
Han Chen Tjing berdeham.
Ia menarik napas panjang.
Mengembuskannya kemudian, juga dengan birama panjang. Shan-Yu mengelus ujung
janggutnya yang menghitam seperti ekor bekisar. Ia masih menanti jawaban.
“Kalau tidak hebat,
pasukan kita tidak mungkin mundur dari perbatasan Tembok Besar!” jawab Han Chen
Tjing akhirnya setelah berhasil mengusai emosinya.
“Saya tidak menyangka Yuan
Ren Zhan dapat menggalang kekuatan dengan Setan Putih!” Shan-Yu menimpali,
matanya memicing bengis.
“Semua itu karena andil
Perdana Menteri Shu Yong,” sahut Han Chen Tjing, melangkah sedepa dari
tempatnya berdiri. “Dia memiliki banyak relasi dengan Negeri Putih. Setan
Putih-Setan Putih itu membantu mereka, memasok Fo Liong untuk menghancurkan
kita!”
“Keparat!” Shan-Yu meninju
telapak tangannya sendiri.
“Untuk saat ini saya tidak
tahu harus berbuat apa-apa. Semua rencana kita gagal. Pasukan kita yang
berhasil melewati Tembok Besar sudah dibabat habis oleh prajurit Divisi
Kavaleri Fo Liong. Kecuali gerilya dan menelusup di Ibukota Da-du, saya sungguh
tidak tahu rencana apa lagi yang akan dapat kita terapkan!” imbuh Han Chen
Tjing dengan rupa bingung.
Shan-Yu merapatkan
gerahamnya. Dicengkeramnya keras-keras gagang pedang ular peraknya saat
pemimpin tertinggi Han itu melangkah masuk ke ruang dalam rumah tanpa
memedulikannya. Ia benar-benar merasa menjadi orang yang tidak berguna. Ia
bersumpah untuk memenggal kepala Sang Kaisar suatu saat nanti. Dan
menyerahkannya sebagai hadiah untuk lelaki berilmu silat tinggi itu.
“Jenderal Shan….”
Shan-Yu menoleh.
Di ambang pagar halaman
tampak Ta Yun berlari ke arahnya. Tiba dua depa dari hadapannya disertai sebuah
bungkukan tabe. Wajahnya menyumringah.
“Saya baru mendapat kabar
dari beberapa jasus di Ibukota Da-du, Jenderal Shan,” paparnya. “Mereka
mengatakan kalau Kaisar Yuan Ren Zhan akan melakukan pesta kemenangan di Istana
Da-du. Mereka akan mengadakan Festival Barongsai.”
Shan-Yu mengerutkan
dahinya. “Festival Barongsai?!”
Ta Yun mengangguk. “Ya,
Festival Barongsai. Menurut jasus kita, acara Festival Barongsai tersebut akan
dihadiri oleh seluruh peserta barongsai yang ada di Tionggoan. Pihak Istana
Da-du sudah menyebarkan undangan ke seluruh penjuru negeri. Festival Barongsai
itu direncanakan akan berlangsung pada saat purnama purna, awal dua bulan depan
nanti!”
Tubuh Shan-Yu menegak.
“Kalau begitu, siapkan orang-orang kita yang berwushu tinggi. Kita akan
menelusup masuk sebagai peserta lomba barongsai. Segeralah berkemas, ikut saya
ke Ibukota Da-du besok pagi. Samarkan identitas kita sebagai petani. Jangan
sampai kepergok prajurit penjaga gerbang. Wajah kita pasti sudah disebar di
seluruh pelosok negeri sebagai buronan!”
“Baik, Jenderal Shan!”