![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Perlahan
namun pasti, mobil dengan harga terjangkau dan ramah lingkungan atau lebih
dikenal dengan sebutan Low Cost Green Car (LCGC) mulai menguasai pasar mobil
nasional. Semua mobil LCGC dari berbagai merek masuk daftar mobil terlaris di
Indonesia.Bahkan popularitas mobil LCGC mulai mengganggu pasar mobil multi
purpose vehicle (MPV) yang sudah lebih mapan.
Jenis
LCCG, Astra Toyota Ayga pun menggusur Ertiga, Innova, dan Xenia. Ini jika
merunut data market MPV yang diambil LCGC. Mobil-mobil LCGC bisa terjual sampai
14 ribu unit per bulannya. Hal ini juga diperkuat oleh data Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), di mana Agya terjual sebanyak 7.461
unit. Ini merupakan angka penjualan Agya tertinggi setelah dipasarkan akhir
2013 lalu.
Angka fantastis tersebut disusul Daihatsu Ayla yang terjual sebanyak 4.590 unit.
Suzuki Karimun Wagon R terjual 2.158 unit dan Honda Brio Satya terjual 2.061
unit. Lantas, siapa pembeli mobil-mobil ini? Berdasarkan profil customer, 20
persen sampai 30 persen adalah “new entry” atau pemain baru di kepemilikan
mobil baru yang dulunya hanya mengendarai sepeda motor, sisanya yang memiliki Toyota
atau merek lain dan used car.
Sebelumnya,
program mobil murah LCGC diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
33/M-Ind/Per/7/2013 tentang pengembangan produksi kendaraan bermotor roda empat
yang hemat energi dan berharga terjangkau. Melalui program tersebut, produsen
mobil murah mendapatkan fasilitas berupa keringanan pajak pertambahan nilai
atas barang mewah (PPnBM). Padahal,
maraknya penggunaan LCCG justru memicu penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang
masih menjadi komoditas subsidi pemerintah.
Meskipun
ada pihak yang mengklaim bahwa LCGC adalah mobil yang hemat energi, tetapi jika
jumlahnya banyak akan tetap meningkatkan permintaan BBM. Begitu juga klaim LCGC
yang sinyalirberemisi rendah, tak menjamin akan membuat udara semakin bersih.
Pasalnya, jika jumlahnya di jalanan banyak, otomatis polutan di udara juga akan
tetap melebihi ambang batas toleransi.
Alasan
bahwa proyek mobil murah ini ditujukan di desa di luar daerah perkotaan juga
dipastikan akan meleset. Saat ini sedikitnya 70 persen uang di seluruh Indonesia
masih berputar di daerah perkotaan. Jadi konsumen dari mobil LCGC itu nantinya
tetap saja akan didominasi mereka yang tinggal dan bekerja kota. Artinya, ini
akan meningkatkan kemacetan dan polusi udara daerah perkotaan.
Wacana
pemerintah mengevaluasi program mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC) menjadi
angin segar pebisnis mobil reguler dan mobil bekas (mobkas) di Indonesia.
Pasalnya, kondisi pasar sempat terpengaruh dengan euforia konsumen, terutama
mobkas yang beralih membeli produk LCGC. Beberapa ekonom nasional menilai, ada
dua prediksi yang bisa terjadi jika evaluasi benar dilakukan. Pertama,
penangguhan peraturan. Kedua, diterbitkan regulasi tambahan menyangkut
kewajiban LCGC untuk tidak mengonsumsi BBM subisidi.
Artinya,
ini bisa jadi peluang pasar mobil bekas. Otomatis konsumen kembali beralih ke mobkas
yang kualitasnya secara logika lebih bagus ketimbang LCGC. Di sisi lain, untuk
lebih mengairahkan penjualan mobkas tentu diperlukan inovasi berbagai program
dari perusahaan finance. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment