![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Bosan dengan masakan
oriental atau Chinese food, dan ingin mencoba kuliner dengan sensasi baru di
daerah pecinan Makassar? Kenapa tidak ke Bistropolis? Berdiri secara independen atau non franchise di Jalan
Hasanuddin, Makassar, Bistropolis terbilang kafe dan resto unik lantaran
mengusung makanan khas original Western.
Adapun
konsep rustic yang menjadi ornamen ataupun gestur ruangan merupakan salah satu
atmosfer lain yang menambah daya tarik pecinta kuliner untuk berkunjung ke
tempat “hangout” tersebut. Bistropolis yang launching pada Jumat, 15 November
2013 lalu, mendapat apresiasi yang baik dari penikmat makanan Barat di Kota
Daeng. Kehadiran resto milik pengusaha Richard Halim ini, menambah khazanah dunia
kuliner di Makassar, khususnya di daerah pecinan kawasan Somba Opu-Hasanuddin.
“Konsep
rustic itu sedikit antik dan kuno, tetapi tetap elegan sesuai konsep
Bistropolis. Nah, kalau Anda lihat konsep ruangan kami yang berdinding tekstur
batu bata, atasan (dinding atas) tanpa plafon sehingga tampak transparan, ini
sengaja kami lakukan agar pengunjung merasa lebih homey (rumahan) seperti di
rumah sendiri,” ungkap Restaurant Manager Bistropolis, Kurniadi Sudibyo, Sabtu
(5/4/2012).
Dijelaskan, selain sebagai tempat bersantai
yang representatif, kafe dan resto yang menyasar segmentasi middle-up ini hadir
untuk meramaikan tempat dan tongkrongan baru bagi masyarakat Makassar.
“Bistropolis menjadi salah satu
pelopor kafe dan resto yang menggabungkan tiga konsep leisure, di mana family
(keluarga), anak-anak muda, dan profesional dapat berkumpul menikmati menu khas
Western atau sekadar kongkow untuk bersantai bersama relasi bisnis mereka,”
ungkapnya.
Sebelumya, ayah satu anak ini
mengatakan, selama ini konsep “bistro” lebih banyak berkembang di
kota-kota besar pusat kuliner seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung. Namun,
khusus di Makassar, Bistropolis menjadi salah satu resto pelopor yang
menggabungkan kitchen (dapur), restoran, dan bar sekaligus dalam satu ruangan.
Pria kelahiran Jakarta, 18 Oktober
1976 ini memaparkan, ruangan Bistropolis mampu memuat kurang lebih 100
pengunjung. Sementara komponen penunjang seperti penerangan di dalam kafe dan
resto ini, dijejeri lampu hias konvensional didukung tampilan furniture kayu bernuansa
klasik.
“Meja dan kursi memang sengaja kami
datangkan dari Singapura dan Hongkong. Sebagian ornamen kami datangkan dari
Bali, Surabaya, dan Jakarta. Konsep (rumahan) ini sengaja kami bikin agar dapat
membuat pengunjung betah dan bisa berlama-lama di dalam restoran. Apalagi, kami
juga menyediakan wifi yang dapat diakses gratis oleh pengunjung,” ujarnya.
Dengan mengedepankan ciri
tongkrongan unik yang mengusung aneka sajian kuliner Barat, Kurniadi menyebut penggemar
menu ini tak perlu repot keluar daerah sekadar mencicipi makanan Eropa.
“Bistropolis adalah salah satu
referensi, sebab beragam menu yang kami hadirkan hampir tidak bisa ditemui di
kafe dan resto lain. Selain itu, kami memiliki ciri khas tersendiri, terutama
dalam hal konsep (ruangan),” bebernya.
Menu Western dipilih, imbuh Kurniadi
lantaran masyarakat Makassar kini semakin maju dan berkembang, terutama dalam
tren selera lidah. Oleh karena itu, beberapa alternatif menu Barat yang
disiapkan Bistropolis mengutamakan “original taste”.
Terkait iklim kompetitif yang kian
ketat di usaha kafe dan resto ataupun kuliner sejenis, Kurniadi mengatakan
pihaknya tetap berkomitmen menyuguhkan hal terbaik bagi pelanggan. “Selain
tetap menyajikan menu-menu andalan seperti Aragosta dan BBQ Short Ribs
(original Western culinary), kami juga mengedepankan pelayanan yang baik. Ini
juga sejalan dengan visi manajemen Bistropolis yang ingin menjadi trend-setter
kafe dan resto di Makassar,” tutur pria yang pernah bekerja di Hotel Hilton
International dan Crown Plaza di Jakarta ini.
Sejauh ini, menelisik pendapatan
dari hasil konsumsi di Bistropolis, pria yang hobi outdoor activity seperti
hiking dan motorcycle touring ini mengungkapkan bahwa one person atau setiap
per kepala (pengunjung) dapat menghabiskan minimal Rp 100 ribu hingga Rp 120
ribu.
“Price menu kami berkisar Rp 30 ribu
hingga Rp 250 ribu per item. Sejauh ini, gambaran yang sudah kami dapat, tiap
satu orang konsumen minimal menghabiskan Rp 100 ribu sampai Rp 120 ribu sekali
makan,” tandasnya. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment