![]() |
Salah satu keunikan dari menu RM Ayam Bakar Wong Solo ini terletak pada bahan dasarnya, yakni daging ayam kampung. britaloka/Effendy Wongso |
britaloka.com, MAKASSAR - Brand
atau merek memegang peran penting bagi suksesnya sebuah produk atau usaha, tak
terkecuali di dunia kuliner. Jika menilik usaha kuliner waralaba dunia, brand
yang mengglobal seperti McDonald’s atau Kentucky Fried Chicken (KFC) pun tak
lepas dari proses manajemen merek.
Hal
itulah yang disadari betul pemilik rumah makan (RM) Ayam Bakar Wong Solo,
Puspo Wardoyo sehingga pria asal Solo yang kini bermukim di Medan ini tak
menafikan peran media untuk mengenalkan merek usaha kulinernya yang sudah
“melegenda”, RM Ayam Bakar Wong Solo.
Bagi
pria yang sebelumnya berprofesi sebagai guru ini, untuk membesarkan merek,
seseorang harus berani mengeluarkan biaya promosi yang kadang-kadang jumlahnya
tidak kecil. Selain itu, investasi untuk memperbarui properti rumah makan pun
dilakukannya tidak setengah-setengah karena ini akan membawa “image” yang
bersentuhan langsung dengan kenyamanan pelanggan.
Ihwal
sukses pendiri rumah makan yang sudah mewaralabakan usaha kulinernya tersebut
diungkap Staf Marketing RM Ayam Bakar Wong Solo Makassar, Didik saat
ditemui di Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Senin (3/3) sore. Dijelaskan, sang
pemilik, Puspo Wardoyo paham bahwa media bisa mengangkat citra atau merek
seorang pengusaha.
“Pemilik
rumah makan ini punya prinsip, berjualan atau berbisnis, seseorang harus promosi dan publikasi serta membuat sensasi-sensasi nama, tentu saja
agar mereknya bisa dikenal masyarakat. Selain itu, bila Anda melihat interior
ruangan rumah makan kami yang terbilang unik dengan nuansa asri Jawa, maka
semuanya ini memang sudah menjadi konsep owner,” ujarnya.
Tentu
saja, sebut Didik hal tersebut jangan sampai tak ditunjang kualitas yang
baik, dalam hal ini citarasa lezat pada sajian menu sebuah merek kuliner. Sebab itulah, pria kelahiran Malang, 22 Mei 1983 ini mengungkapkan jika RM Ayam
Bakar Wong Solo selalu menjaga kualitas makanannya. Salah satunya adalah
menakar keseragaman rasa di lidah, meskipun rumah makan ini mempunyai 165 cabang
di berbagai daerah di Indonesia.
“Setiap
per tiga bulan, tim produksi (koki) kami akan dibina tim ahli dan pakar
kuliner dari manajemen pusat. Mereka akan datang membina dan melatih tim
produksi kami, sekaligus menakar sejauh mana kualitas citarasa di cabang-cabang
daerah, termasuk Makassar ini,” terangnya.
Didik
menjelaskan, hal tersebut dilakukan lantaran manajemen pusat RM Ayam Bakar Wong
Solo tidak ingin ada citarasa yang meleset dari aslinya, mulai dari rumah makan
di pusat (Medan) sampai di daerah-daerah timur Indonesia seperti Timika, Papua.
Berpusat di Medan
Ada
salah satu hal unik dengan RM Ayam Bakar Wong Solo, di mana rumah makan pusat
atau utamanya justru terletak di Medan, dan bukan di Solo, Jawa Tengah sesuai
namanya, “Wong Solo”.
“Pemilik
rumah makan ini aslinya memang orang Solo, tetapi ia kemudian merantau ke Medan
dan berhasil membuka RM Ayam Bakar Wong Solo. Makanya, rumah makan pusatnya
terletak di Medan,” sebut Didik.
Keberhasilan
gerai kuliner Nusantara tersebut, imbuh pria yang telah bekerja sejak 2004 di
RM Ayam Bakar Wong Solo Makassar ini, tidak berhenti pada satu merek saja.
Pemiliknya, saat ini sudah melebarkan sayap usahanya dengan melahirkan 10 merek
kuliner lainnya.
“Pendiri
sekaligus pemilik waralaba RM Ayam Bakar Wong Solo ini sudah mendirikan 10
merek usaha kuliner, di antaranya Ayam Penyet Surabaya, Mie Jogja Mie Pak
Karso, Iga Bakar Mas Giri, dan merek-merek lainnya yang juga sudah tersebar di
seluruh Indonesia. Untuk Ayam Penyet Surabaya sendiri, cabang Makassar terletak
di Jalan Adhyaksa, samping RS Grestelina,” bebernya.
Bahan
ayam kampung
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Salah
satu keunikan dari menu RM Ayam Bakar Wong Solo ini terletak pada bahan
dasarnya, yakni daging ayam kampung. Hal ini jugalah yang menjadi pembeda rumah
makan tradisional tersebut dengan rumah makan lainnya dengan menu serupa, di
mana biasanya mereka menggunakan bahan dari daging ayam ras.
“Ini
memang sudah menjadi konsep rumah makan kami. Sejak didirikan, owner memang
ingin menyajikan sesuatu yang khas, original tradisional, dengan bahan-bahan
asli dari negeri sendiri. Makanya, bumbu-bumbu yang kami pergunakan pun
semuanya berasal dari lokal seperti bawang putih, bawang merah, cabai, sereh,
kunyit, jahe, gula merah, dan lain-lain,” ungkap Didik.
Memang,
apa yang disampaikan Didik dapat dilihat dari sajian lezat menu ayam
bakarnya. Sebut saja, selain daging ayam kampung, pelengkap selera gurih yang
sepaket dengan ayam bakar juga ditunjang sambal pedas bersaus gula merah
dan sekerat terong bakar bercampur cabai rawit. Tak hanya itu, untuk setiap
porsi ayam bakar tersedia cawan kecil yang menaungi kuah hasil rebusan leher
atau ceker ayam kampung dengan irisan tipis daun sup.
Adapun
harga yang dipatok pihaknya cukup terjangkau, dengan menyasar segmentasi
menengah ke atas. “Untuk Ayam Bakar Wong Solo reguler, harganya Rp 23 ribu. Ini
sudah termasuk nasi, tempe dan tahu, serta sambal balado (terong). Namun, jika
pelanggan memesan menu lebih, misalnya menambah sate ayam kampung dan telur,
maka harganya lebih tinggi sedikit, Rp 30 ribu per porsi,” paparnya.
Selain
menjual reguler, RM Ayam Bakar Wong Solo juga dijual secara paket dalam kotak dengan harga sama. “Kami juga menjual prasmanan, harga
tergantung paket yang diminta pelanggan,” tutur Didik.
Kendati
demikian, terkait keterbatasan pasokan ayam kampung yang selama ini menjadi
kendala pengusaha kuliner penyedia menu ayam kampung, pihaknya
mengantisipasinya dengan membuka peternakan ayam kampung sendiri di Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulsel.
“Kami
bahkan membuka ternak ayam kampung sendiri di Pangkep. Ini untuk mengatasi
kelangkaan ayam kampung. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan peternak ayam
lebih memilih beternak ayam ras daripada ayam kampung,” imbuh Didik.
No comments:
Post a Comment