WAHYUNI
PAKI
Berdayakan
Limbah Kepompong Sutra
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Ternyata
85 persen kekayaan dunia ada di Indonesia. Negara yang sangat kaya akan sumber
daya alam ini perlu pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, setiap insan di
Nusantara perlu menggunakan kemampuannya untuk mengelola alam secara kreatif
sehingga bisa berguna untuk orang banyak.
Pemikiran
seperti ini lahir dari jiwa muda seorang Wahyuni Paki, mahasiswa Universitas
Negeri Makassar (UNM) jurusan Pendidikan Kimia, yang aktif menggiatkan
kewirausahaan di kalangan muda di kampusnya. Berkat kecintaanya terhadap alam
itu pulalah, ia kini terjun di industri kreatif sebagai salah seorang pelaku usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan mengolah limbah menjadi barang yang
bernilai dan dapat digunakan kembali. Salah satu kerajinan yang digelutinya
saat ini adalah mengolah limbah kepompong sutra yang sudah tidak dapat dipintal
menjadi benang.
“Selama
manusia masih ada, pasti akan ada limbah yang dihasilkan. Limbah inilah yang
saya ingin ubah menjadi sesuatu yang lebih bernilai dan dapat digunakan kembali,”
katanya kepada KATA HATIKU saat ditemui di rumahnya, Kompeks Tamarunang 1,
Sungguminasa, Kabupaten Gowa.
Lebih
lanjut, bungsu dari sembilan bersaudara ini juga mengaku tidak ingin bergantung
kepada keluarganya. Ia bertekad untuk menjadi wanita mandiri yang membantu
orang banyak. “Saya bercita-cita ingin membangun sekolah gratis untuk anak
jalanan,” ungkapnya.
Cita-cita
mulia ini, terang Wahyuni, hadir manakala ia melihat banyaknya anak jalanan
yang tidak pernah mengecap bangku sekolah dan masih berkeliaran di tengah jalan.
Sebab itu pula, ia mengambil langkah untuk memasuki kampus yang akan
menjadikannya sebagai seorang pendidik.
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Berawal
Dari Daun Mangga
Di
2009, Wahyuni mengikuti kegiatan bertajuk “Indonesia Kreasi” yang dilakukan
oleh RRI di Jakarta. Pada kesempatan itu ia membuat kreasi produk dari daun
mangga seperti sendal, tempat tisu, kotak pensil, dan gantungan kunci. “Pada
kegiatan itu, saya menyabet gelar juara satu untuk pertama kalinya,” akunya.
Sejak
saat itulah kepercayaan dirinya meningkat, di mana Wahyuni mencoba mengikuti
pelatihan pembuatan aksesoris dari limbah kepompong sutra yang dilakukan oleh
salah seorang sahabat saudaranya di Bali pada akhir 2009. “Sekembali ke Makassar,
saya mencari produsen sutra yang bersedia untuk menjual limbah kepompong sutranya,”
tuturnya.
Meski
awalnya agak sulit karena bahan baku yang sulit diperoleh, mengingat produsen sutra
pada umumnya dari Sengkang atau Soppeng, namun Wahyuni tak putus asa.“Sembari
tetap membuat produk dari daun mangga, saya tetap mencari pengusaha sutra,” ujarnya.
Karena
keuletannya, Wahyuni akhirnya bertemu dengan pihak dinas kehutanan yang kerap
melakukan penelitian dan budidaya kepompong sutra. “Daripada Dinas Kehutanan
bakar limbah kepompong sutranya, mending dikasih kepada saya untuk saya olah
kembali,” bebernya.
Akhirnya
Wahyuni mulai mencari pekerja untuk dilatih membuat aksesoris seperti bros,
jepitan rambut, dan bando yang terbuat dari limbah kepompong sutra. “Hingga
kini Dinas Kehutanan adalah pemasok bahan baku, dan dalam sebulan biasanya ada satu
atau dua karung yang diberikan oleh Dinas Kehutanan Pemprov Sulsel,” paparnya.
![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Bantuan
dari BI
Kini
dengan pekerja sebanyak lima orang, Wahyuni mampu membuat lima ratus hingga dua
ribu buah aksesoris perbulan dari berbagai jenis. Namun yang menjadi kendala, bahan
baku dari dinas kehutanan tidak rutin setiap bulan didapatkannya sehingga ia harus
mencari alternatif pemasok bahan baku lain. “Saat ini saya juga sedang
menjajaki pengusaha sutra di Kabupaten Wajo. Sebelumnya, kami pernah melakukan
pembicaraan, tetapi belum ada realisasi hingga sekarang,” ungkapnya..
Lulusan
SMA Negeri 1 Liliriaja Sulsel ini juga menyatakan, saat ini ia dapat meraih
omset Rp 5 juta hingga Rp 10 juta perbulan dari dua lokasi tempat barangnya
dijajakkan, Metro Department Store dan Lamacca Mart. Namun beberapa pameran
besar yang diikutinya menghasilkan omset lebih besar lagi, seperti Pekan Raya Jakarta
(PRJ) untuk memperingati hari ulang tahun Jakarta yang diikutinya setiap tahun,
mampu mendatangkan omset Rp 80 juta hingga Rp 93 juta tiap pameran. Beberapa
pameran lain yang dilaksanakan oleh pemerintah kota maupun provinsi juga kerap
diikutinya.
Ke depan, wanita
kelahiran Soppeng, 4 Oktober 1991 ini ingin memiliki outlet sendiri yang khusus
menjajakkan hasil karyanya. Hal ini tidak mustahil mengingat pihak Bank
Indonesia (BI) telah memilihnya sebagai salah satu penerima bantuan modal usaha
dari tiga ratus orang yang mengajukan proposal usaha. Sebelumnya, pihak BI telah merealisasikan bantuan tersebut kepada Wahyuni pada
akhir 2012 lalu. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment