![]() |
Foto: Effendy Wongso |
Krisis multidimensional
yang melanda Indonesia telah membuka mata masyarakat terhadap mutu sumber daya
manusia (SDM) Indonesia, dan secara tidak langsung juga merujuk pada kualitas
pendidikan yang menghasilkan SDM itu sendiri. Meskipun sudah merdeka lebih dari
setengah abad, akan tetapi mutu pendidikan Indonesia dapat dikatakan masih
sangat rendah dan memprihatinkan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen Akademi Teknik Elektromedik (Atem),
Makassar, sekaligus Kepala Sekolah Muhammadiyah Wilayah
Sulawesi Selatan (Sulsel), Kabai S.Pd. Menurutnya, jika dulu banyak guru asal
Indonesia yang dikirim ke Malaysia untuk mengajar di sana, sekarang justru yang
terjadi adalah sebaliknya.
“Mengapa demikian? Sungguh
hal tersebut harus menjadi sebuah tugas yang sangat penting dan harus masuk ke
dalam program pemerintah yang mesti didahulukan. Salah satu masalah yang
pertama kali harus diselesaikan adalah biaya pendidikan yang amat mahal,”
urainya.
Pria yang juga bertugas
sebagai Wakil Kepala Sekolah di SMK Muhammadiyah Bontoala 2 Makassar ini
menambahkan, biaya pendidikan yang selama ini harusnya ditanggung pemerintah
malah porsinya lebih banyak ditanggung orang tua siswa. Masalahnya, tingginya
tanggungan biaya pendidikan tersebut tidak diimbangi dengan bertambahnya
pendapatan masyarakat, hal tersebut menyebabkan banyak anak usia sekolah harus
merelakan dirinya berhenti sekolah dan terpaksa bekerja serabutan seperti
menjadi buruh bangunan.
“Pada 2006 saja sudah
sekitar 9,7 juta anak yang putus sekolah, dan pada 2007 jumlahnya bertambah 20
persen, menjadi 11,7 juta jiwa. Tidak tertutup kemungkinan apabila pada tahun
ini perkiraan jumlah anak putus sekolah bisa mencapai 12 juta jiwa,” tegasnya.
Tanpa disadari masalah
anak putus sekolah ini akan menciptakan sebuah efek domino, seperti makin
tingginya jumlah pekerja di bawah umur, anak jalanan, dan pengangguran.
Mahalnya biaya pendidikan dan kurikulum yang cenderung berubah-ubah, merupakan
persoalan pendidikan yang perlu segera ditangani.
Untuk mewujudkan hal itu,
selain sarana dan prasarana yang memadai, anggaran untuk sektor pendidikan
perlu ditambah. Sebab kondisi perekonomian yang tidak stabil dan efek
melemahnya nilai tukar rupiah telah menyebabkan biaya operasional pendidikan
meningkat.
“Pendidikan merupakan
kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan
pun dan di manapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa
pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan
demikian, pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia
yang berkualitas dan mampu bersaing serta memiliki budi pekerti yang luhur dan
moral yang baik,” pesan Kabai.
Ketertinggalan menyoal
kemajuan bangsa Indonesia saat ini jika dibandingkan negara lain, salah satu
penyebabnya adalah lemahnya SDM untuk mendukung perkembangan industri dan
ekonomi. “Penyebab dasarnya karena pemerintah Indonesia selama ini tidak pernah
menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting,” ungkapnya prihatin.
Menurutnya, tidak
ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting lantaran masyarakat
Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya
berorientasi mengejar materi untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berpikir
panjang dan jauh ke depan.
“Oleh karena itu, penting
sekali sebagai negara berkembang seperti Indonesia untuk menentukan metode yang
terbaik bagi dunia pendidikannya sebagaimana telah dibuktikan hasilnya oleh
negara lain seperti China, Brunei Darussalam, Jepang, India, Korea Selatan,
Taiwan, ataupun Malaysia dalam dua dekade belakangan ini,” tandas Kabai. (blogkatahatiku.blogspot.com)
No comments:
Post a Comment