di
ujung golok para algojo
lalu
merunduk melutut menatap tanah ini
tanah
yang akan kutetesi darah
dari
tubuhku yang ringkih
barkan
aku gugur serupa helai yang-liu
yang
rontok demi kebenaran
Fa
Mulan
Refleksi
pada Sebuah Eksekusi
Fa
Mulan menikmati bakpao terakhirnya dengan lahap. Bakpao itu terbuat dari tepung
gandum berkualitas rendah. Kekuning-kuningan dan berbau apak. Biasanya berisi
daging babi cincang. Tetapi kali ini negara tengah menghadapi kesulitan
sehingga para prajurit hanya dijatahi beberapa buah bakpao yang berisi jenang
kacang hijau. Tidak terlalu lezat dan bergizi. Tetapi ia sama sekali tidak mempermasalahkan
hal itu kalau perutnya sudah kelaparan di medan peperangan.
Setelah
Shan-Yu membelot ke kaum pemberontak Han, Kekaisaran Yuan mulai mendapat
masalah serius. Menurut data intelijen Yuan, setengah dari rahasia negara telah
jatuh ke tangan Han Chen Tjing, pemimpin pemberontak yang ingin mendirikan
dinasti baru dengan meruntuhkan Dinasti Yuan di bawah kepemimpinan Kaisar Yuan
Ren Zhan. Dan tak dapat disangkali bahwa Shan-Yu-lah yang memiliki andil besar
raibnya data penting negara tersebut.
Lalu
kini ia mulai menggalang kekuatan di kubu pemberontak Han dengan membeberkan
kelemahan-kelemahan militer Yuan. Selain data-data urgensi negara Yuan yang
raib, persediaan logistik pangan kemiliteran seperti beras dan gandum bermutu
bagus untuk prajurit-prajurit Yuan pun telah berpindah tangan ke kaum
pemberontak Han. Pada saat musim salju, prajurit-prajurit Yuan tidak mendapat
suplai makanan yang memadai. Lumbung logistik Yunan hanya dapat menyuplai
gandum dan beras berkualitas rendah untuk jangka waktu yang tidak lama. Semua
itu karena ulah batil Shan-Yu selama menjadi wedana di sana. Kaisar Yuan Ren
Zhan memang telah kecolongan. Memelihara seekor harimau yang perlahan-lahan
menerkam tuan-nya sendiri!
Fa
Mulan masih menyendiri.
Ia
duduk di dekat unggun yang sudah nyaris redup, menyisakan bara dari kayu yang
sudah mengarang. Dihelanya napas panjang. Gemintang di atasnya masih
berkelap-kelip. Dipandanginya satu bintang yang paling benderang di belahan
langit barat. Semasa kanak-kanak dulu, bintang tersebut selalu bercokol pada
petang hari di situ. Bahkan ia pernah menamai bintang yang, sebenarnya Planet
Venus tersebut dengan nama Mata Dewa. Sudah beberapa hari ini ia tidak dapat
tidur. Galau memikirkan nasib prajurit-prajurit yang terbantai. Juga pasukan
pemberontak Han yang tinggal menghitung hari untuk dapat merebut daerah dan
perbukitan Tung Shao.
Dipandanginya
manuskrip dari Jenderal Gau Ming yang masih digenggamnya. Diserahkan Bao Ling
senja tadi. Lima hari menjelang prajurit dari Divisi Kavaleri Danuh akan tiba
membantu prajurit Divisi Infanteri Kamp Utara. Fa Mulan menggeleng sedih.
Terlambat. Shang Weng juga sudah terluka parah. Tidak dapat berbuat banyak
untuk menghalau pasukan pemberontak Han yang semakin mengganas.
“Apa
yang meresahkan Anda, Asisten Fa?”
Bao
Ling menyibak daun tenda, tampak menongolkan kepalanya. Ia keluar dari
tendanya. Menghampiri Fa Mulan yang masih duduk di salah satu tebangan batang
pinus. Sejak Fa Mulan diangkat oleh atase militer Yuan sebagai asisten Kapten
Shang Weng, sahabat-sahabatnya, baik yang sudah menjadi Prajurit Madya maupun
yang masih berstatus prajurit landai, memanggilnya dengan ‘Asisten Fa’. Sebuah
panggilan formal dalam kemiliteran Kekaisaran Yuan. Fa sendiri adalah nama
marga Fa Mulan.
Fa
Mulan tidak menggubris. Ia benar-benar resah. Mungkin besok atau lusa mereka
akan tertawan oleh Shan-Yu. Dipandanginya kembali gemintang di atas langit
kelam setelah mendongak sebagai bentuk kegelisahannya.
Bao
Ling masih menegur pelan. “Asisten Fa….”
Namun
belum ada sulih atas sapanya yang melantun di antara bunyi kerak unggun tadi.
Bao Ling turut duduk di ujung batang pinus yang lembab berambun tanpa berpikir
untuk mengganggu dengan sapanya yang satin meski ia prihatin. Hanya
dipandanginya wajah keras gadis asal Chengdu itu. Maharana memang telah
menuakan rona manis parasnya. Beberapa kerut-merut yang membentuk garis di
sekitar kantung matanya membuktikan perjuangan yang telah dilewatinya dengan
keras.
“Tidurlah.
Kamu memerlukan istirahat yang cukup. Lima hari lagi pasukan pemberontak Han
pasti sudah sampai di sini. Kita mesti punya cukup tenaga untuk melawan
mereka,” balas Fa Mulan akhirnya, tanpa menoleh. Ia menyimak lidah unggun yang
sesekali menggemeretak dan menimbulkan lelatu kecil.
“Justru
Andalah yang seharusnya perlu banyak beristirahat. Sudah tiga hari ini saya
lihat Anda tidak pernah tidur,” tolak Bao Ling sembari melembar sebilah kayu
bakar ke lidah unggun.
Fa
Mulan mengembuskan napas keras. “Saya sedang memikirkan taktik apa untuk dapat
menaklukkan mereka!”
“Tapi,
tidak seharusnya Anda yang memusingkan urusan strategi pertahanan seperti itu,
Asisten Fa. Bukankah itu urusan para jenderal di Ibukota Da-du?” sanggah Bao
Ling, kembali melemparkan sebilah kayu bakar ke lidah unggun.
Fa
Mulan tersenyum sinis. Salah satu ujung bibirnya terangkat sedikit ke atas. Dan
ia menatap sepasang mata sipit Bao Ling dengan mimik protes setelah menoleh ke
wajah tirus tersebut.
“Jenderal?!”
tanyanya, juga dengan nada sinis. “Kalau memang itu urusan mereka, tentu kita
di sini tidak akan terjebak menunggu maut menjemput!”
“Tapi….”
Fa
Mulan berdiri dari duduknya. Dielusnya spontan gagang pedang bersarung embos
naga yang tersampir di pinggangnya. Mushu, pedang pusaka para leluhurnya.
Itulah pedang turun-temurun yang secara satria pernah dipakai oleh para
leluhurnya untuk membela Negeri Tionggoan. Terakhir sebelum dipakainya, pedang
itu pernah menyertai ayahnya dalam perang saudara di Tionggoan. Sampai suatu
ketika ayahnya terluka parah dalam sebuah pertempuran. Mengalami cacat permanen
pada kaki kirinya akibat tebasan pedang musuh. Pincang. Lalu meletakkan
pedangnya di meja hyang para leluhur Fa.
“Bao
Ling, sampai mati pun saya tetap akan berusaha menaklukkan pasukan pemberontak
Han pimpinan Jenderal Shan-Yu itu!”
Prajurit
yang juga merupakan penyair itu menggigit bibir. Ia tahu loyalitas Fa Mulan
terhadap Kekaisaran Yuan. Ia tahu dedikasi macam apa yang telah diaplikasikannya
selama menjadi prajurit wamil. Fa Mulan merupakan satu-satunya orang berjiwa
heroik yang pernah dikenalnya, bahkan melebihi para jenderal yang berada di
belakang meja strategi!
“Tapi,
tidak sepatutnya Anda yang memikul semua tanggung jawab ini!”
“Semestinya!
Tapi, di mana nurani saya bila melepaskan tanggung jawab di Tung Shao ini,
sementara prajurit-prajurit Yuan sahabat-sahabat kita tumbang satu per satu,
terbantai di zona tempur ini!”
Bao
Ling terdiam.
Sahabatnya,
Fa Mulan, adalah prajurit paling tangguh yang pernah diakrabinya. Ia pantang
menyerah. Berbekal dari replikasi semangatnya itu pulalah sehingga ia
mengurungkan niatnya kabur dari Kamp Utara, pulang ke rumah istananya yang
damai di Ibukota Da-du. Menjalani hari-harinya sebagai sastrawan yang berkutat
dengan kuas dan kertas. Bukannya pedang yang setiap hari dilumuri darah!
Patriotisme
macam apa yang dimilikinya bila lari dari kenyataan?!
“Bao
Ling, saya bukan menyesali kenapa harus terlibat dalam perang ini! Kenapa harus
terjebak menunggu ajal di tempat sedingin ini. Bukan. Bukan itu semua. Tapi
yang saya sesali adalah, lambannya para jenderal untuk bertindak menyelamatkan
situasi. Para jenderal di pusat sangat egosentris! Mereka lebih mementingkan
menyelamatkan aset-aset dan kekayaan pribadi mereka saja. Padahal, kamu tahu,
di sini kita sudah terkepung. Dan mungkin besok atau lusa kita sudah berada di
ujung golok penggal algojo musuh!”
Bao
Ling menundukkan kepalanya.
Didengarnya
isi hati Fa Mulan dengan takzim. Ia mengangguk tanpa sadar. Para pejabat di
Istana Da-du memang selalu mementingkan dirinya sendiri. Buktinya, permintaan
Fa Mulan dan Shang Weng agar militer pusat mengirimkan bala bantuan prajurit
Divisi Kavaleri Danuh tidak diindahkan. Dan baru mengirimkan bantuan tersebut
setelah situasinya tidak memungkinkan lagi!
Sudah
terlambat!
“Jadi,
apa yang akan kita lakukan besok, Asisten Fa?!”
“Kita
bertempur habis-habisan. Lebih baik mati syahid di sini ketimbang kembali ke
Ibukota Da-du dengan wajah tercoreng malu!”
“Ja-jadi,
maksud Anda… Anda tidak mau mundur?!”
“Kalau
saya ingin mundur, sejak mula dalam perekrutan wamil dulu saya sudah melarikan
diri!”
“Ta-tapi,
bukankah dengan memaksakan diri bertahan sama juga dengan bunuh diri, Asisten
Fa?!”
Fa
Mulan mengusap wajahnya.
Bibirnya
terkunci. Pertanyaan Bao Ling barusan menohok hatinya. Mengurai serangkai ragu
yang membabur. Jujur diakuinya kalau sekarang ia memang tengah putus asa. Hanya
menanti ajal menjemput!
Tiga
ratus ribu pasukan pemberontak Han akan merayapi Tung Shao! Sebuah kekuatan
mahabesar yang akan memporak-porandakan Kamp Utara, yang saat ini hanya
memiliki jumlah prajurit tidak lebih dari seperempat pasukan pemberontak Han!
Ia
kembali mengusap wajah.
Angin
yang bertiup semilir dari puncak bukit menggeraikan rambutnya yang sudah
sedikit memanjang. Ia selalu memotong pendek rambutnya untuk menyamarkan
identitas keperempuanannya. Tetapi sekarang tidak perlu lagi. Karena semua
pejabat dan jenderal Yuan sudah mengetahui kalau Fa Mulan ternyata seorang perempuan.
Langit
timur sudah sedikit menerang. Jingga baur di horizon kelam semakin menggalaukan
hatinya. Mudah-mudahan pasukan pemberontak Han kesulitan meniti bukit licin
bersalju besok, harapnya. Persediaan amunisi dinamit sudah habis. Sudah tiga
bulan bahan peledak itu efektif menghambat laju pasukan pemberontak Han.
Sekarang persediaan dinamit itu tidak dapat disuplai lagi karena Jenderal Gau
Ming lebih memilih menghemat dinamit tersebut untuk dipergunakan mempertahankan
Ibukota Da-du dari serangan musuh suatu saat.
Pandangannya
mengabur oleh tabir uap salju yang mengkristal di hamparan bukit Tung Shao.
Tenda-tenda masih berdiri, dinding-dindingnya yang terbuat dari kulit kempa
lembu tampak hitam keperakan disinari cahaya bulan, yang muncul separo simetris
di atas kepalanya. Disandarkannya matanya ke istal tenda. Beberapa ratus ekor
kuda prajurit mungkin juga sudah terlelap karena kelelahan.
Ia
menghela napas pendek.
Banyak
kuda yang mati terkena tombak pasukan pemberontak Han yang sepanjang ular
sawah. Senjata sederhana namun sangat efektif melumpuhkan lawan dari jarak jauh
pada saat bertarung jarak dekat.
Bagaimanakah
keadaan Khan?
Ia
mengusap wajah.
Khan
sudah cukup menderita selama ini. Khan merupakan pahlawan keluar-ganya. Ia
telah banyak berjasa menyertai beberapa peperangan yang dilalui ayahnya selama menjadi
prajurit kekaisaran dari generasi kedua Yuan. Dan sekarang, Khan-lah yang
menyertainya membela Kekaisaran Yuan dari generasi ketiga. Mengiringi
langkahnya ke mana saja. Bersamanya dalam suka dan duka.
Setelah
ayahnya, Khan kuda tuanya itu merupakan makhluk yang paling dicintainya. Bahkan
melebihi ibunya! Kuda hitam itu telah berjasa menyertai perjalanan hidupnya.
Selama ia masih kanak-kanak sampai ia menjadi prajurit wamil. Ah, entah kapan
Khan dapat beristirahat dengan tenang, dan tidak terlibat dalam medan peperangan
lagi!
Dan….
“Siapa
bilang begitu?!” Fa Mulan berkacak pinggang seperti kebiasaannya. Mengurai
senyum sumringah. Ada satu keyakinan teguh yang terpancar di wajah tirusnya.
“Tentu saja kita tidak akan mati sia-sia!”
“Maksud
Anda?!”
Entah
dari mana datangnya ide taktik yang secerlang gemintang di langit. Ia masih
tampak tercenung dengan wajah sumringah. Seolah tidak percaya atas apa yang
melintasi benaknya sendiri barusan. Sama sekali tidak menyangka akan mendapat
ilham agung dari Dewata. Rupanya, para leluhur Fa masih menyertai langkahnya!
Ayah
juga masih mendoakan keselamatannya!
“Bao
Ling, sekarang kamu kebut kudamu ke Istana Da-du! Minta Jenderal Gau Ming untuk
mengumpulkan semua kuda yang ada di Ibukota Da-du dan sekitarnya. Kalau perlu
suruh Jenderal Gau Ming menyisir semua istal dan peternakan kuda yang ada di
perbatasan Mongolia. Setelah itu, kirim segera kemari. Secepatnya!”
“Un-untuk
apa?!”
“Jangan
banyak tanya! Cepat laksanakan! Ini perintah atasan!”
“Tapi….”
“Eit,
tunggu!”
Fa
Mulan berlari masuk ke tendanya. Di dalam, ia langsung menggabruk rehal untuk
menulis manuskrip yang akan disampaikan Bao Ling kepada Jenderal Gau Ming.
Dirogohnya sebuah kotak persegi panjang dari tas kulit rusanya. Dikeluarkannya
asbak tinta yang terbuat dari batu granit, juga pit dan selembar kertas
berwarna putih kekuning-kuningan.
Dalam
penerangan pelita berbahan bakar minyak samin di sebuah wadah perak berbentuk
teratai, tangkas tangannya yang jenjang membubuhkan huruf kanji di atas kertas
setelah mencelupkan pit ke asbak tinta. Ia tersenyum setelah selesai menuliskan
pesan untuk Sang Jenderal. Keluar dengan wajah sumringah. Diceritakannya taktik
kamuflase yang akan menjadi penangkal serbuan musuh begitu tiba di hadapan Bao
Ling.
Hanya
beberapa patah kata saja, Bao Ling sudah dapat menangkap makna siasat yang
membutuhkan banyak kuda tersebut. Ia mengangguk paham. Diam-diam mengagumi
kecerdikan Fa Mulan.
“Saya
tidak ingin membuang-buang waktu untuk menjelaskan siasat apa yang menjadi
gagasan saya ini kepada para atase militer di Ibukota Da-du. Kita sudah
terdesak. Nanti saya akan menjelaskan segalanya. Jadi, sekarang tugas kamu
adalah mengirim kawat ini segera,” jelas Fa Mulan sembari mendesak, dan
menyodorkan gulungan kawat yang ditulisnya barusan begitu tiba di hadapan Bao
Ling, yang masih berdiri dengan rupa terlongong. “Tolong sampaikan cepat! Ini
menyangkut nyawa ratusan ribu prajurit Yuan. Juga jutaan rakyat Tionggoan!”
“Tapi….”
Tak
ada gubrisan sebagai tanggapan. Hanya kibasan tangan Fa Mulan yang terayun, dan
membungkam kalimat Bao Ling yang separo terlontar.
“Nah,
berangkatlah! Hati-hati!”
Prajurit
kurus bertubuh tinggi itu memacu kudanya seperti terbang. Derap-derap langkah
kaki kudanya terdengar riuh membelah keheningan dini hari di Tung Shao. Menjauh
dan menghilang ketika horizon di belahan timur sudah menjingga.